Minggu, 19 Juni 2016

Hidroponik Sistem EBB & FLOW SYSTEM

Hidroponik ebb flow atau flood and drain adalah salah satu sistem hidroponik yang memanfaatkan prinsip pasang surut pada teknik  irigasinya. Sistem ini di Indonesia biasa disebut sistem hidroponik pasang surut. Disebut sistem hidroponik pasang surut karena dalam cara kerja sistem ini memiliki 2 fase yaitu fase saat tanaman oleh larutan nutrisi hingga banjir (fase pasang) dan kemudian fase penyurutan larutan nutrisi (fase surut). Sistem ini termasuk sistem yang menggunakan sirkulasi. Artinya air dan nutrisi yang diberikan ke tanaman digunakan secara berulang. Hanya saja sirkulasi tidak dilakukan terus menerus dan menggunakan mekanisme pasang surut pada irigasinya.
Di luar negeri biasanya sistem ini cukup populer untuk kalangan penghobi hidroponik dan untuk komersil karena pembuatannya mudah, murah, dan fleksibel, serta penggunaan listrik yang rendah. Selain pembuatannya mudah, hasil dari tanaman yang ditanam secara ebb flow cukup memuaskan. Biasanya sistem ini paling sering digunakan dalam aquaponik.

sistem ebb flow adalah sistem hidroponik yang paling toleran diantara sistem hidroponik yang lain. Karena perawatan dan resiko pada sistem ini tidak berat listrik seperti sistem NFT. Dan cukup aman jika kita tinggal berpergian. Dengan penangan perawatan yang tepat, hasil tanaman dari sistem ini dapat menjadi rival dengan sistem unggulan seperti aeroponik atau nft. Anda bisa membuat sistem ebb flow dari barang-barang yang ada di sekitar Anda. Banyak jenis tanaman yang dapat Anda tanam dengan sistem ebb flow, mulai dari sayuran daun, sayuran buah, hingga umbi-umbian. Tidak ada batasan minimal luasan tempat dan teknik pembuatan sistem hidroponik ini. Satu sistem untu satu tanaman maupun banyak tanaman tidak masalah. Anda dapat mencurahkan kreativitas Anda pada sistem ebb flow dengan imajinasi Anda selama memenuhi prinsip ebb flow. Maka dari itu sistem ini juga memiliki banyak variasi model sistem.

Sistem ini tidak terlalu tergantung dengan listrik. Penggunaan pompa dalam sistem ini tidak dinyalakan terus menerus. Jadi cukup aman jika daerah Anda sering terjadi pemadaman listrik. Walau begitu, agak sulit untuk menjumpai contoh langsung sistem hidroponik ebb flow di Indonesia karena jarang orang yang menggunakan sistem ini. Mungkin dikarenakan sistem ini terlihat seperti sistem yang cukup kompleks bagi orang-orang.
Sistem hidroponik ebb flow termasuk sistem dengan level kesulitan intermediet. Walaupun biaya pembuatannya tidak semahal sistem NFT dan bahan-bahan pembuatannya mudah didapat, sistem ini setidaknya memerlukan pengalaman berkebun secara hidroponik dan perlu mengerti cara kerja fluida. Sistem ebb flow lebih cocok untuk pekebun yang sudah punya pengalaman di hidroponik yang ingin meng-upgrade sistem hidroponiknya. Sistem ini juga dapat di upgrade dengan modifikasi dari sistem wick atau sistem rakit apung.
Ringkasan
·       Biaya : Intermediet
·       Tingkat Kesulitan Pembuatan : Tinggi Moderat
·       Tingkat Kesulitan Perawatan : Mudah
·       Cocok untuk Tanaman : sayuran daun, sayuran buah, tanaman merambat, umbi-umbian, hias
·       Kelebihan : fleksibel, hemat listrik, bisa ditanam apa saja, biaya tidak terlalu berat, banyak variasi, bisa menggunakan wadah apa saja
·       Kekurangan : sistem ini berat karena full media, lebih boros air ketimbang NFT, sterilisasi sistem lebih sulit
·       Toleransi Listik : sangat toleran terhadap kebutuhan listrik, perlu listrik tapi tidak terus-menerus
Alat-alat yang Diperlukan
·       Bor dan Mata Hole Saw Set : untuk melubangi
·       Gergaji Besi : untuk memotong pipa dan bahan kerangka
·       ph Meter : untuk mengecek pH
·       EC/TDS meter : untuk mengecek konsentrasi nutrisi

Prinsip Aturan Pembuatan Sistem

1. Susunan Skema Sistem

Cukup banyak variasi skema susunan komponen pada sistem ebb flow. Dari variasi-variasi tersebut intinya grow bed terletak tepat di atas tandon / reservoir. Skema susunan sistem bisa dilihat pada gambar di bawah ini.

2. Pembuatan Wadah Tempat Menanam (Grow Bed) dan Mekanisme Pasang Surut
Ada banyak pilihan wadah yang dapat dipilih. Mulai dari baki, container kotak, ember, dan lainnya. Tinggal sesuaikan Anda mau menanam apa dan Anda punya ruang kosong seberapa luas. Usahakan kedalaman wadah sedalam 20-30 cm, jangan terlalu dangkal dan jangan telalu dalam. Dengan kedalaman 20-30 cm Anda bisa menanam berbagai macam tanaman mulai dari sayuran daun, sayuran buah, hingga umbi-umbian. Wadah yang digunakan harus kedap air dan usahakan tidak berwarna transparan agar tidak memicu pertumbuhan alga.
Bagian dasar wadah tempat menanam (grow bed) Anda lubangi dengan holesaw. Ukuran lubang sesuaikan dengan ukuran pipa dan shock drat yang Anda gunakan. Biasanya bagian dasar wadah dibuat 2 lubang, lubang yang pertama yang menghubungkan wadah grow bed dengan pompa untuk saluran air pasang dan surut pada grow bed dan lubang yang kedua untuk overflow untuk mengatur water level pada grow bed dengan mengmbalikan air ke tandon yang berlebihan saat fase pasang (flood phase).
Pipa yang dapat digunakan untuk menghubungkan wadah grow bed dengan pompa biasanya berukuran ½. Jadi shock drat yang digunakan harus berukuran ½ juga dan ukuran lubang yang dibuat disesuaikan untuk pipa ukuran drat pada male shock drat ½. Jika Anda membeli hole saw yang satu set, gunakan ukuran holesaw yang terkecil pada set tersebut yang berdiameter tidak lebih dari 2 cm. Bagian shock pada male shockdrat yang digunakan untuk lubang ini dipotong sehingga menyisakan kupingan dan drat saja. Tujuannya supaya bagian dasar wadah tidak ada pentolan shock sehingga membuat air dapat surut sempurna sampai dasar. Kemudian male shock drat ini dikunci dengan female shock drat pada sisi luar bawah wadah.

Sedangkan pipa yang digunakan untuk overflow harus berdiameter lebih besar dari pipa penghubung grow bed dan pompa. Tujuannya supaya daya sedot air pipa overflow melebihi daya pancar air keluaran pompa. Sehingga water level dapat terjaga dan air tidak tumpah karena pengisian yang berlebihan. Jika pipa penghubung grow bed dan pompa menggunakan pipa ½, maka untuk overflow Anda menggunakan pipa ¾. Jadi ukuran lubang dan shock drat yang digunakan disesuaikan dengan ukuran 3/4 juga.
Kemudian pasang male shock drat dan female shock drat melalui lubang kedua. Pipa overflow 3/4 dipasang pada shock yang berada bagian dalam wadah grow bed. Ketinggian pipa overflow 3/4 menyesuaikan kedalaman media tanam dan ditambah 2 hingga 5 cm dari permukaan. Jadi misal kedalaman media tanam dari dasar hingga permukaan 15 cm, maka ketinggian pipa overflow 17-20 cm. Tujuannya untuk menjaga permukaan media tanam tidak kering, mencegah pertumbuhan alga pada permukaan.
3. Pemilihan Media
Media yang digunakan harus porus masih dapat menahan air tetapi berongga. Hydroton, kerikil, sirtu (pasir batu), pecahan bata, campuran kerikil dan dadu rockwool, sekam bakar dapat menjadi pilihan. Jangan gunakan media yang halus seperti perlite, coco coir, serbuk gergaji karena media tersebut menahan air terlalu banyak sehingga udara tidak punya tempat untuk masuk ke dalam media. Akibatnya aerasi buruk dan akar tanaman kekurangan oksigen.

Media hydroton, pecahan bata, kerikil, sirtu dapat digunakan berulang kali, sementara media sekam bakar, rockwool hanya dapat digunakan sekali pakai.
Sekedar tips, jika Anda menggunakan media hydroton, kerikil, atau sirtu, lapisi bagian atas dengan dadu-dadu rockwool atau sekam bakar agar penguapan air pada media tidak tinggi.
4. Pemilihan Pompa
Sama seperti sistem sirkulasi hidroponik pada umumnya, Anda perlu memperhatikan spec pompa yang cocok digunakan untuk sistem. Aturan main syarat pompa dalam sistem ini harus dapat membanjiri seluruh media tanam hingga overflow dalam waktu 5-10 menit. Jadi yang perlu Anda perhatikan untuk memilih pompa adalah Anda perlu mengetahui volume ruang kosong pada media tanam. Yang kedua Anda perlu menghitung jarak ketinggian pompa hingga permukaan media tanam. Dan yang ketiga Anda perlu memperhatikan grafik spec H max dan Q max untuk mengetahui pompa dengan spec apa untuk memenuhi syarat instalasi ebb flow Anda berdasarkan data dari volume ruang kosong media dan jarak ketinggian sistem. Langkah pertama kali untuk mengetahui spec pompa, Anda perlu melakukan menghitung ruang kosong pada media tanam. Tujuannya untuk mengetahui berapa volume yang harus diisi dalam 10 menit oleh pompa. Ruang kosong pada media tanam tergantung pada media apa yang Anda gunakan. Jika media tanamnya halus seperti perlite, maka ruang kosong pada media sedikit. Jika media tanamnya berpartikel besar seperti hydroton, maka ruang kosong pada media lebih besar. Cara untuk mengetahui ruang kosong pada media tanam adalah dengan mengalikan volume media tanam dengan prosentase ruang kosong media. Kerikil-kerikil kecil biasanya memiliki ruang kosong 38% dari volume totalnya. Hydroton memiliki ruang kosong 25% dari volumenya. Contoh kasusnya, misal Anda punya grow bed yang berisi 50 liter hydroton, maka ruang kosongnya adalah 50 x 25% liter = 12,5 liter.
Untuk mengetahui prosentase ruang kosong pada media yang lain, Anda dapat menggunakan teknik beikut. Misal Anda ingin mengetahui prosentase ruang kosong pada sekam bakar. Pertama kali tempatkan media hingga penuh pada wadah tertentu yang sudah diketahui volumenya, misal ember 10 liter. Isikan air pada ember yang penuh media sekam bakar hingga penuh. Kemudian air dari ember yang penuh media sekam bakar dipindahkan ke wadah lain. Ukur volume air tersebut, misal terdapat 1,2 liter. Perbandingan antara volume air dengan volume total media adalah prosentase ruang kosong media tersebut. Dalam kasus ini didapatkan prosentase media adalah 1,2/10 atau 12%. Setelah itu Anda perlu mengukur jarak ketinggian antara pompa dengan permukaan media tanam pada sistem Anda. Barulah Anda dapat mengetahui spec pompa yang cocok untuk sistem Anda.
Contoh kasus, misal Anda membuat sistem dengan grow bed yang berukuran 100 liter dengan tinggi wadah 20 cm. Dan jarak pompa dengan permukaan media 1,2 meter. Kemudian Anda isi dengan media hydroton, kita sudah tahu prosentase ruang kosong hydroton itu 25%. Hydroton mengisi grow bed hingga ketingian 16 cm atau 80% dari total volume grow bed, berarti volume total media tanam itu 80 liter. Maka ruang kosong pada media itu adalah 25% x 80 liter = 20 liter.


Jadi kita memerlukan pompa yang mampu mengalirkan dengan debit 20 liter dalam 10 menit atau 120 liter dalam 1 jam pada ketinggian 1,2 meter. Pompa yang kita beli harus memenuhi Q max di atas lebih dari 120 liter/jam dan H max di atas lebih dari 1,2 meter. Spec pompa lebih tinggi lebih baik, tetapi sesuaikan dengan biaya listrik Anda.
5. Penempatan dan Ukuran Tandon / Reservoir
Aturan penempatan tandon / reservoir sama seperti sistem hidroponik pada umumnya. Tandon reservoir larutan jangan dijemur dan kontak langsung dengan sinar matahari. Tujuannya supaya suhu larutan tidak panas dan tidak ditumbuhi alga. Tempatkan tandon tepat di bawah grow bed, supaya jarak tempuh pompa menuju grow bed tidak terlalu jauh. Sehingga memaksimalkan daya keluaran pompa dan beban listrik tidak terlalu besar. Sebenarnya tidak ada ukuran baku untuk ukuran tandon. Walaupun begitu, Anda jangan menggunakan tandon terlalu kecil supaya air tidak cepat habis mengingat sistem ebb flow merupakan sistem sirkulasi. Aturan secara kasar, ukuran tandon / reservoir menyesuaikan dari volume ruang kosong pada media tanam kemudian dikalikan 2.
Misal dari contoh kasus di atas yang menggunakan grow bed 100 liter dengan media hydroton, kita sudah mengetahui volume ruang kosongnya adalah 20 liter. Maka ukuran volume minimal tandon / reservoir adalah 2 x 20 liter = 40 liter. Semakin besar volume ukuran tandon semakin baik agar suhu, pH, dan ppm nutrisi tidak labil berubah-ubah.
Petunjuk Perawatan
1. Menentukan Frekuensi Siklus Pasang Surut
Menentukan frekuensi kapan pasang (pompa nyala) dan kapan surut (pompa mati) adalah hal yang tersulit dari sistem ini. Penentuan penjadwalan kapan waktu pompa menyala (fase pasang - flood phase) dan kapan pompa mati (fase surut - drain phase) pada sistem ini tidak ada frekuensi yang pasti.
Frekuensi penyalaan pompa tergantung pada jenis media, kondisi cuaca, jumlah tanaman, dan umur tanaman. Media yang menyerap air banyak seperti rockwool memerlukan siklus penyiraman yang lebih sedikit dibanding hydroton. Saat musim hujan tidak memerlukan frekuensi penyiraman yang banyak dibanding musim panas. Tanaman muda dan jumlah tanaman yang sedikit memerlukan frekuensi penyiraman yang lebih sedikit dibanding tanaman dewasa dan jumlah tanaman yang banyak.
Maka dari itu agak repot untuk mengetahui frekuensi penyiraman dalam sistem ini karena harus memperhitungkan 4 hal tersebut. Masalahnya jika frekuensi penyiraman Anda kurang, tanaman akan mudah layu karena media kekeringan. Dan jika frekuensi penyiraman Anda berlebihan, tanaman juga mudah layu karena media terlalu basah sehingga kekurangan udara (oksigen). Untuk itu, sebaiknya setiap seminggu sekali Anda perlu bereksperimen mengubah setting-an timer Anda agar penyiraman sesuai dengan kebutuhan sistem. Tetapi ada aturan kasar yang mungkin dapat Anda terapkan dengan berdasarkan media tanam yang digunakan. Kemudian Anda modifikasi frekuensinya menyesuaikan hasil yang terjadi pada tanaman. Pada malam hari, penyiraman tidak perlu dilakukan. Jika Anda menggunakan media hydroton, frekuensi penyiraman Anda adalah 10 kali sehari dimulai dari jam 7 pagi hingga jam 5 sore saat musim panas. Untuk musim hujan penyiraman dilakukan 5 kali sehari dimulai jam 7 pagi hingga jam 5 sore. Jika Anda menggunakan media dadu rockwool 75% dicampur kerikil 25%, maka frekuensi penyiraman Anda adalah 2 kali sehari pada jam 9 pagi dan jam 3 sore saat musim panas. Untuk musim hujan penyiraman dilakukan 1 kali sehari pada jam 9 / 10 pagi saat musim hujan. Untuk media yang lain, terapkan frekuensi penyiraman 4-6 kali sehari mulai jam 7 pagi hingga jam 5 sore. Untuk musim hujan penyiraman dilakukan 2-3 kali sehari mulai jam 7 pagi hingga jam 5 sore.
Jika tanaman layu saat sebelum penyiraman dan segar kembali saat setelah disiram, berarti frekuensi penyiraman Anda kurang. Jika tanaman layu saat setelah penyiraman, berarti frekuensi penyiraman Anda berlebihan. Timer mengatur pompa menyala dalam waktu 5-10 menit menyesuaikan air hingga mengisi penuh seluruh media. Dan setelah itu timer mengatur pompa mati hingga frekuensi penyiraman berikutnya.
2. Sterilisasi Media dan Sistem
Setiap selesai panen, media harus dibersihkan dari sisa-sisa akar dan bagian-bagian tanaman yang tinggal pada media. Tujuannya supaya sisa-sisa tersebut tidak membusuk dan menjadi bibit penyakit. 

Media tanam yang halus seperti rockwool dan sekam bakar hanya dapat digunakan sekali pakai karena sterilisasinya merepotkan. Media tanam hydroton, sirtu, kerikil dapat digunakan berulang-ulang, pembersihannya cukup disiram air yang dicampur bayclin, takaran sesuai petunjuk pada kemasan, dan memisahkan sisa-sisa akar dan tumbuhan yang menempel pada media.
3. Jadwal Kuras Tandon dan Isi Ulang Nutrisi
Untuk pengurasan tandon dan isi ulang larutan nutrisi sama seperti sistem hidroponik sirkulasi pada umumnya. Air nutrisi diganti ketika waktu volume penambahan air baku ke larutan nutrisi telah mencapai 50% dari volume air awal dan ditambah waktu penyusutan air sisanya. Jadi misal volume awal tandon nutrisi 100 liter, tiap hari berkurang 25 liter. Otomatis Anda juga tiap hari menambahkan 25 liter air baku ke larutan nutrisi. Dua hari kemudian otomatis Anda telah menambahkan 50 liter air baku, artinya telah menambahkan 50% total volume awal, ketika itu Anda tidak usah menambahkan air lagi ke larutan nutrisi. Biarkan hingga habis. Jika setiap hari hilang 25 liter, maka empat hari kemudian air sisanya habis.Jadi siklus waktunya kuras tandon dan isi nutrisi baru Anda 2+4 = 6 hari sekali
4. Manajemen Nutrisi
Manajemen nutrisi sama seperti sistem hidroponik sirkulasi pada umumnya. Jaga pH pada 5,5 - 6,8. TDS dijaga 600-1200 ppm atau EC dijaga 1,5-2 untuk semua tanaman.

DAFTAR PUSTAKA
_________ 2015. ebb flow hidroponik. http://taman-berkebun.blogspot.com. Diakses 20 Mei 2016

_________ 2014. ebb and flow flood and drain. https://hidroponiksistem.wordpress.com. Diakses pada 20 Mei 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar