BAB I
PEMBAHASAN
"Sayuran" adalah segala sesuatu yang berasal dari tumbuhan (termasuk jamur) yang ikut dimasak bersama sayur tersebut; dengan pengungkapan lain: segala sesuatu yang dapat atau layak disayur. Apabila dimakan secara segar bagian tumbuhan itu biasanya disebut lalapan. Istilah "sayuran" tidak bersifat ilmiah. Kebanyakan sayuran adalah bagian vegetatif dari tumbuhan, terutama daun (juga beserta tangkainya). Beberapa sayuran adalah bagian tumbuhan yang tertutup tanah, seperti wortel, kentang, dan lobak. Terdapat pula sayuran yang berasal dari organ generatif, seperti bunga (misalnya kecombrang dan turi), buah (misalnya terong dan kapri), dan biji (misalnya buncis dan kacang merah).
Bagian
tumbuhan lainnya yang juga dianggap sayuran adalah tongkol jagung. Meskipun
bukan tumbuhan, bagian jamur yang dapat dimakan juga digolongkan sebagai
sayuran. Walaupun berkadar air tinggi, buah-buahan tidak dianggap sayur-sayuran
karena biasanya dikonsumsi karena rasanya yang manis dan tidak cocok untuk
disayur. Beberapa sayuran dapat pula menjadi bagian dari sumber pengobatan,
bumbu masak, atau rempah-rempah.
1.2. Pencucian
Hampir semua komoditas sayuran yang
telah dipanen mengalami kontaminasi fisik terutama debu atau tanah sehingga
perlu dilakukan pencucian. Pencucian dilakukan dengan tujuan untuk
menghilangkan kotoran serta residu pestisida (insektisida atau fungisida).
Namun demikian, pencucian tersebut tidak dilakukan terhadap sayuran yang
teksturnya lunak dan mudah lecet/rusak. Secara tradisional pencucian ini menggunakan
air namun untuk mendapatkan hasil yang lebih baik disarankan penambahan klorin
ke dalam air pencucian agar mikroba dapat dihilangkan dengan lebih efektif.
Setelah pencucian biasanya bahan dikeringkan dengan cara meniriskannya dialam
terbuka atau dengan cara mengalirkan udara panas.
1.3. Curing
Kegiatan
ini dilakukan terhdap komoditas sayuran yang mengalami kerusakan kulit. Contoh
komoditas seperti kentang, bawang merah, bawang putih, ubi jalar dan lain-lain
biasanya memperoleh perlakuan curing sebelum disimpan/dipasarkan dengan tujuan
agar permukaan kulit yang terluka/tergores dapat tertutup kembali. Hal ini
biasanya dilakukan dengan cara membiarkan bahan untuk beberapa hari pada suhu
ruang.
Untuk
bawang merah atau bawang putih, curing dapat juga dilakukan dengan cara
menjemurnya dengan sinar matahari. Proses curing dapat diaktifkan dengan suhu
rata-rata dibawah suhu ruangan dan kelembaban yang tinggi. Sebagai contoh, ubi
jalar dilakukan pada suhu 32,8°C dengan humaditas relatif berkisar 95-97% sedangkan
untuk kentang dapat dilakukan dalam 2 tahap yakni pada suhu 18°C selama 2 hari
kemudian pada suhu 7-10°C selama 1 minggu dengan RH berkisar 90-95%. Selain hal
tersebut, proses curing memberikan keuntungan lain yakni yakni menurungkan
kadar air yang dapat mencegah pertumbuhan kapang. Hal tersebut dapat dilihat
pad beberapa komoditas terutama pada bawang merah atau bawang putih.
1.4. Sortasi
Nilai ekonomi berbagai jenis
hortikultura tergantung pada mutu komoditas tersebut. Oleh karena itu proses pemisahan
antar komoditas (sortasi) yang mutunya rendah dengan yang mutunya tinggi perlu
dilakukan. Pemisahan tersebut berdasarkan ukuran, tingkat kematangan, rusak,
lecet, memar,busuk, warna dan sebagainya. Perlakuan sortasi tergantung juga
kepada peruntukannya atau tempat pemasarannya (misalnya pasar swalayan,
restoran, atau hotel). Pada Tabel 2 berikut ini diperlihatkan kriteria sortasi
beberapa jenis sayuran khususnya yang berasal dari Jawa Barat.
1.5. Pelilinan
Tingkat
kesukaan konsumen terhadap hortikultura juga dipengaruhi warna komoditas.
Berbagai upaya telah dilakukan agar kenampakan komoditas tersebut dapat semakin
menarik. Salah satu cara yang dilakukan adalah pemberian lapisan lilin atau
pelilinan (waxing). Beberapa jenis sayuran terutama sayuran buah
kadang-kadang diberi perlakuan pelilinan dengan tujuan untuk meningkatkan
kilap, sehingga penampakannya akan lebih disukai oleh konsumen. Selain itu,
luka atau goresan pada permukaan buah dapat ditutupi oleh lilin.
Namun
demikian pelilinan harus dilakukan sedemikian rupa agar pori-pori buah tidak
tertutupi sama sekali agar tidak terjadi proses anareobik dalam sayuran. Proses
anaerobik dapat mengakibatkan terjadinya fermentasi yang dapat mempercepat
terjadinya pembusukan. Bahan yang dipakai dalam pelilinan adalah yang bersifat
pengemulsi (emulsifier) yang berasal dari campuran tidak larut lilin-air
dan yang lainnya adalah larutan lilin-air (solvent wax). Bahan yang
bersifat pengemulsi ini lebih banyak digunakan kerena lebih tahan terhadap
perubahan suhu dibandingkan dengan larutannya yang mudah terbakar. Selain itu,
penggunaan emulsi lilin-air tidak mengharuskan dilakukannya pengeringan buah
terlebih dahulu setelah proses pencucian. Untuk menjaga buah dari serangan
mikroba maka kedalam emulsi lilin-air dapat ditambahkan bakterisida atau
fungisida. Jenis-jenis emulsi lilin- air yang biasa digunakan antara lain
adalah lilin tebu (sugarcane wax), lilin karnauba (carnauba wax),
terpen resin termoplastik, shellac, sedangkan emulsifier yang banyak digunakan
adalah tri-etanolamin dan asam oleat.
Ada
beberapa cara pelilinan dengan memakai emusi lilin-air pada sayuran buah adalah
dengan cara pembusaan (foaming), penyemprotan (spraying),
pencelupan (dipping), atau dengan cara disikat (brushing). Cara
yang paling banyak digunakan adalah dengan cara pembusaan dan penyikatan karena
pengerjaannya lebih mudah dan praktis.
1.6. Grading
Grading hampir sama dengan sortasi.
Kalau sortasi adalah pemisahan/pengelompokan berdasarkan mutu yang erat
kaitannya dengan kondisi fisik (busuk, lecet, memar) bahan sedangkan grading
lebih kearah nilai estetikanya (warna,
dimensi). Dalam hal tertentu misalnya tingkat kematangan maka grading dan
sortasi memiliki kriteria yang sama. Kombinasi keduanya menghasilkan standar
mutu sayuran dimana ada jenis sayuran memiliki 1 atau lebih standar mutu.
Pada
Tabel 2 diperlihatkan contoh standar mutu beberapa jenis sayuran.
1.7. Penghilangan Warna Hijau
Proses
penghilangan warna hijau (degreening) hanya berlaku untuk sayuran buah
seperti tomat yang bertujuan agar warnanya lebih khas dan seragam. Proses ini
dapat dilakukan dengan penggunaan gas etilen atau asetilen. Tingkat kematangan
buah dan kecepatan dekomposisi klorofil menentukan lamanya proses penghilangan
warna hijau tersebut. Biasanya buah yang berwarna hijau terang dan umur cukup
tua mempunyai proses yang lebih pendek. Kondisi terbaik untuk proses ini adalah
pada suhu 80oC dengan kelembaban udara sekitar 85-92%.
Kondisi
ini harus dipertahankan karena kelembaban yang terlalu tinggi menimbulkan
kondensasi yang memperlambat proses dan meningkatkan pembusukan buah, sedangkan
pada kelembaban rendah yang meskipun menghambat pembusukan buah tetapi terjadi
pengkerutan dan keretakan/pecahnya kulit buah. Proses degreening tersebut
dilakukan dalam ruangan dengan suhu dan kelembaban terkontrol dimana gas etilen
murni yang digunakan berkonsentrasi rendah 1:50.000. Secara tradisional proses
ini umumnya menggunakan gas karbit atau asap dari pembakaran minyak tanah
(kerosin).
Penggunaan
gas etilen pada proses degreening ini atas dasar hasil penelitian bahwa etilen
membantu hidrolisa stroma plastid dan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk
respirasi dimana klorofil tidak terlindungi dan terhidrolisa oleh enzim
klorofilase dan selanjutnya dioksidasi oleh hidrogen perioksida dengan bantuan
ferrohidroksida sebagai katalisator. Oleh karena aktivitas hidrolisa berada
pada lapisan sub-epidermis maka mutu internal buah tidak terpengaruh.
1.8. Pengemasan dan Pengepakan
Pengemasan
dilakukan secara bertahap dimana pada tahap pertama (primer) dimana sayuran
dikemas dengan bahan plastik atau kertas agar bahan terhindar dari kerusakan
akibat gesekan atau benturan sesama bahan maupun dengan benda lain sehingga
mutunya dapat tetap dipertahankan. Selanjutnya dilakukan tahap kedua (sekunder)
dimana sayuran dikemas karton atau kotak kayu. Selanjutnya karton atau kotak
kayu tersebut disimpan di atas suatu pallet untuk kemudian dikirim ke
ruang pendingin.
1.9.
Pendinginan
Penyimpanan bahan pangan pada suhu
rendah dapat memperlambat reaksi metabolisme. Selain itu dapat juga mencegah
pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan atau kebusukan bahan pangan. Cara
pengawetan bahan pangan pada suhu rendah dibedakan menjadi 2 (dua) cara yaitu
pendinginan dan pembekuan. Pendinginan adalah
enyimpanan bahan pangan pada suhu di atas titik beku (di atas 0°C),
sedangkan pembekuan dilakukan di bawah titik beku.Pendinginan biasanya dapat
memperpanjang masa simpan bahan pangan
selama beberapa hari atau beberapa minggu, sedangkan pembekuan dapat bertahan
lebih lama sampai beberapa bulan. Pendinginan dan pembekuan masing-masing berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur,
warna,nilai gizi dan sifat-sifat lainnya.
pengawetan dengan jalan pendinginan dapat dilakukan dengan penambahan es
yang berfungsi mendinginkan dengan cepat suhu 0°C, kemudian menjaga suhu selama
penyimpanan. Jumlah es yang digunakan tergantung pada jumlah dan suhu bahan,
bentuk dan kondisi tempat penyimpanan, serta penyimpanan atau panjang
perjalanan selama pengangkutan (Margono, 1993).
Untuk mengatasi masalah tentang
susut kualitas tersebut adalah dengan cara “penyimpanan dingin”. Penyimpanan
dingin diperlukan untuk komoditas sayuran atau buah-buahan yang mudah rusak, karena
cara ini dapat mengurangi kegiatan respirasi dan metabolisme lainnya, proses
penuaan karena ada proses pematangan, pelunakan dan perubahan-perubahan warna
serta tekstur, kehilangan air dan kelayuan, kerusakan akibat aktifitas
mikroorganisme dan proses pertumbuhan yang dikehendaki seperti pertunasan pada
ubi-ubian. Dalam hal penyimpanan sayuran dan buah-buahan yang akan disimpan
hendaknya harus bebas dari lecet, memar, busuk dan kerusakan lain. Memar atau
kerusakan tersebut bukan hanya menyebabkan bentuk komoditas kurang menarik akan
tetapi juga memberikan kesempatan bagi mikroorganisme perusak atau pembusuk
masuk kedalamnya. Buah yang lecet atau memar, dapat mengalami kehilangan air
sampai 4 kali lipat dari buah yang utuh (Rhiska, 2007).
·
Suhu
dingin menurunkan kecepatan reaksi kimia dalam bahan yang diawtkan
·
Pembekuan
mengurangi jumlah air berbentuk cairan yang dibutuhkan mikroba perusak bahan
yang diawetkan
·
Suhu
dingin/pembekuan menurunkan aktivitas perusakan bahan yang diawetkan
·
Suhu
dingin hanya menghambat pertumbuhan mikroba perusak bahan yang diawetkan, tidak
membunuhnya
Metode
pendinginan untuk bahan pangan
1.
Air cooling
Air
cooling menggunakan suhu pendingin lebih dari 0°C dengan debit udara 150m3/jam.
Metode pendinginan air cooling dapat digolongkan menjadi:
a. Room
cooling
Room
cooling biasanya menggunakan ruang dengan insulasi yang dilengkapi dengan alat
pendingin. Umumnya digunakan untuk berbagai macam produk segar tapi kurang
efektif untuk segera memindahkan field heat produk Penerapan metode
pendinginan room cooling adalah untuk proses pendinginan produk pada skala
kecil maupun besar
b. Air
forced cooling
Pada
pendinginan air forced cooling, udara pendingin didorong dengan kipas. Udara
bersirkulasi dengan kecepatan tinggi 75-90% lebih cepat dibanding room cooling.
Penggunaan air forced cooling harus dengan pengontrolan RH yang berkisar
antara 90-98%. Metode pendinginan ini efektif untuk produk yang dikemas
2.
Hydrocooling
Pada
pendinginan hydrocooling, panas produk dipindahkan melalui media air. Metode
ini banyak digunakan untuk sayuran untuk mempertahankan tekstur dan kesegaran
daun dan dapat digunakan sekaligus untuk membersihkan produk dimana dapat
dicampur dengan klorin sebagai disinfectant. Kelemahannya adalah sering terjadi
mechanical injury dan hanya bisa digunakan untuk komoditi yang tidak
sensitif terhadap air. Hydrocooling untuk sayur biasanya dilakukan setelah
dikemas.
3.
Vacuum Cooling
*
Pendinginan vakum adalah salah satu
metoda yang umum digunakan untuk pra-pendinginan sayuran berdaun. Efek
pendinginan terjadi akibat penguapan cepat sejumlah air dari bahan yang akan
didinginkan pada ruang bertekanan rendah. Panas laten yang dibutuhkan untuk
penguapan tersebut diambil dari produk itu sendiri sehingga terjadi penurunan
panas sensibelnya dan sebagai akibatnya terjadi penurunan suhu. Pendinginan
vakum sangat popular pada pra-pendinginan sayuran berdaun karena dua
keunggulannya yang utama, yaitu laju pendinginan cepat dan sebaran suhu seragam
pada seluruh bahan Efek pendinginan melalui panas laten penguapan. Metode
pendinginan vakummerupakan metod ependinginan yang paling cepat. Tekanan udara
di ruang pendinginnya berkisar 4.6 mm Hg. Metode pendinginan vakum banyak diterapkan
untuk mendinginkan sayuran daun seperti selada, kubis, wortel, lada, jamur, kembang kol.
Pembekuan
Bahan Pangan
*
Berbagai metode digunakan dalam usaha
pengawetan pangan, dan salah satu diantaranya adalah pembekuan. Beberapa bahan
pangan dapat dibekukan, dan pada keadaan beku gerakan sel akan berkurang
sehingga menghambat reaksi selanjutnya. Keputusan mengenai apakah suatu bahan
pangan perlu dibekukan atau cukup didinginkan, ditentukan oleh jenis bahan itu
sendiri dan lama penyimpanan yang diinginkan.
1.
Metoda pembekuan bahan pangan
1.
Metoda Pembekuan Mekanik
Pembeku Udara Sembur (Air blast freezer)
Peembekuan mekanik menggunakan
peralatan mekanik yang permanen dan dapat beroperasi secara curah (batch)
maupun kontinyu. Sistem refrigerasi yang diterapkan pada pembeku mekanik
biasanya adalah berdasarkan sistem kompresi uap dengan refrigeran freon
(amonia, R-22, R-134a, dll), atau sistem absorbsi dengan sistem fluida
air-amonia.
·
Metoda Pembekuan Mekanik
·
Pembeku Udara Sembur (Air blast
freezer)
Peembekuan mekanik menggunakan
peralatan mekanik yang permanen dan dapat beroperasi secara curah (batch)
maupun kontinyu. Sistem refrigerasi yang diterapkan pada pembeku mekanik
biasanya adalah berdasarkan sistem kompresi uap dengan refrigeran freon
(amonia, R-22, R-134a, dll), atau sistem absorbsi dengan sistem fluida
air-amonia.
2.
Metoda Pembekuan Kriogenik
1. Perbedaan
utama antara pembeku mekanik dengan pembeku kriogenik adalah pada sistem
peralatan dan refrigeran yang digunakan. Refrigeran atau zat kriogen yang
paling sering digunakan untuk pembekuan kriogenik adalah nitrogen cair (LN2) dan karbon dioksida (CO2) cair atau padat.
2. Pembekuan
kriogenik biasanya dilakukan dalam suatu lemari pembeku atau ruang terinsulasi
dan berlangsung secara kontinyu.
3. Pembekuan
kriogenik mengalami perkembangan yang sangat pesat pada dekade belakangan ini
dan telah diterima dengan baik oleh industri pangan
4. Keuntungan
yang dapat diperoleh dari teknik pembekuan ini adalah sifatnya yang dapat
membekukan bahan pangan secepat dan sesegera mungkin hingga suhu –196 oC,
sehingga dehidrasi yang terjadi selama proses pembekuan pangan tersebut dapat
ditekan hingga sekecil mungkin
5. Laju
pembekuan kriogenik yang sangat cepat menghasilkan bentuk kristal es yang
kecil-kecil dan lembut seperti salju, sehingga kerusakan sel bahan dapat
dikurangi
6. Pembekuan
kriogenik dapat juga digunakan untuk pengawetan sel-sel atau kultur
bakteri. Semakin segera suatu bahan pangan dibekukan, maka semakin segera
pula bakteri mati sehingga kerusakan alamiah bahan pangan tersebut dapat
langsung dihambat.
BAB II
KESIMPULAN
2.1 Kesimpulan
Penanganan pasca panen produk
hortikultura adalah hal sangat penting dilakukan mengingat bahan ini cepat
rusak dalam waktu relatif singkat. Satu hal yang layak diusulkan adalah
penggunaan sistem penyimpanan terintegrasi dimana dipadukan pendinginan terkontrol
dengan transportasi (moveable storage) sehingga komoditas cepat sampai
konsumen dalam keadaan masih segar. Saat ini prototipe alat tersebut sudah
diujcoba melalui kegiatan bidang pangan dan hortikultura di Pusat P2
Agroindustri BPPT .
Berbagai penelitian
telah merekumendasikan berbagai cara penerapan pasca panen hortikultura yang
walaupun cukup efektif namun tetap saja tidak berhasil secara optimal mencegah
kerusakan komoditi dalam waktu penyimpanan yang panjang. Hal tersebut
disebabkan banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap kualitas komoditas
tersebut. Usaha perbaikan mutu hortikultura sampai saat ini tetap dilakukan
baik dikalangan ilmuan maupun pada pelaku industri.
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Samad, M, 1 April 2006, “Pengaruh penanganan pasca panen Terhadap mutu
komoditas hortikultura”. Pusat
Pengkajian dan Penerapan Teknologi Agroindustri, volume
8, No.1
Landep
sang. November 2013, “pengaruh penyimpanan dingin pada buah . ,http://sanglandep.blogspot.com/2013/11/pengaruh-penyimpanan-dingin-pada- buah.html.Diakses tanggal 23 Februari 2015
Terimakasih artikelnya, sangat bermanfaat
BalasHapusKLIK ME
mantap
BalasHapusPLEASE CLICK ME