BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan
kualitas hidup manusia, telah dimulai sejak adanya kehidupan diatas dipermukaan
bumi ini.Menurut Karwan (2003) mengatakan bahwa dasar dari kehidupan diatas
bumi adalah tanah, dan manusia menempati kedudukan yang paling tinggi.Manusia
sebagai makhluk hidup selalu berinteraksi dengan lingkungannya, adanya
interaksi antara manusia dan lingkungannya, mengakibatkan ketidakseimbangan
ekologi atau ekosistem sepertikerusakan lahan, pencemaran lingkungan dan lain
sebagainya.Keadaan ini makin diperbesar dengan adanya penggalian, penambangan
dan pemanfaatan sumberdaya alam secara tidak terkendali untuk memenuhi
kebutuhan dan menunjang kehidupan manusia.
Menurut Mathew dkk (2010), kita perlu menyadari bahwa adanya
interaksi dan perkembangan teknologi serta
budaya yang ada dalam kehidupan manusia, merupakan suatu tantangan dan
akan menimbulkan berbagai macam permasalahan dalam ekologi. Tingkat peradaban
manusia yang semakin hari semakin berkembang membuat kita senantiasa berurusan
dengan lingkungan yang semakin hari semakin sulit untuk dihindari.Perkembangan
lingkungan yang semakin tercemar memungkinkan terjadinya suatu krisis terhadap
lingkungan hidup dan lingkungan sosial.Tantangan ini berlaku terutama di
negara-negara yang sedang membangun karena adanya berbagai aktivitas
pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan umat manusia yang sering
pula membawa dampak terhadap perubahan lingkungan (Rensi, 2012).
Menurut Peacock (2008) mengatakan bahwa batubara tidak ideal sebagai sumber energi,Karena tidak efisien, dan dalam proses
pembakaran batu bara, hampir 2/3 dari energi yang dikeluarkan dalam bentuk asap, hanya 1/3 yang dapat dipergunakan menjadi
energi listrik.Batubara
melepaskan
sejumlah besar karbondioksida(CO2) dan gas metana, efek rumah kaca berpengaruh, ke atmosfer.Pertambangan
adalah bisnis berbahaya.Para
penambang sering mati bawah
tanah, dan mereka mengalami penyakit paru-paru yang akut.Selain itu, strip tambang melenyapkan top soil, pasokan racun
air didekatnya, dan mengubah ekosistem hidup menjadi tanah yang ditelantarkan dan pada akhirnya
menjadi lahan tidur (Sleeping Land), khususnya di
negara-negara berkembang pengelolaannya
tidak diatur.Menurut
Bramas (2012) bahwa Perubahan iklim merupakan fenomena global yang disebabkan
oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan
alih guna lahan dan perindustrian.Kegiatan tersebut merupakan sumber utama Gas
Rumah Kaca (GRK) terutama karbondioksida (CO2) yang memiliki
kontribusi terbesar pada peningkatan suhu permukaan bumi.Hal inilah yang memicu
tuduhan bahwa kerusakan yang terjadi pada hutan tropik telah menyebabkan
pemanasan global (Soemarwoto 1992).
1.2. Identifikasi
Masalah
Sampai saat ini Negara-negara didunia ini termasuk
Indonesia, sebagai Negara yang sedang
berkembang dalam kegiatan pembangunan nasional masih memerlukan energi,
yang berasal dari sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (Non Renewable resources) seperti batubara,
minyak dan gas.
Masalah-masalah lingkungan hidup dapat menjadi bencana yang
bisa mempengaruhi kualitas hidup manusia.Tanda-tanda masalah lingkungan hidup
seperti adanya polusi, global warming, fotokimia kabut, hujan asam,
erosi, banjir, instrusi dan lain sebagainya.Sudah mulai terlihat sejak
pertengahan abad ke-20. Masalah-masalah mengenai kerusakan lingkungan tentunya
harus mulai lebih diperhatikan dalam rangka memberikan suatu pemahaman yang
baru agar dapat memberikan suatu cara pandang yang mengedepankan adanya suatu
upaya perlindungan terhadap lingkungan sehingga secara tidak langsung dapat
memberikan suatu konstribusi dalam menghindari bahaya ikutan yang lebih parah
terhadap perkembangan manusia dan makhluk hidup yang selama ini mendiami bumi
maupun terhadap kelestarian lingkungan hidup (Rensi 2012).
Berdasarkan
latar belakang tersebut diatas adanya pertambangan batubara yang tidak sesuai
dengan kaedah-kaedah yang berlaku, akan menimbulkan dan memperparah kerusakan
lingkungan yang akan berdampak pada tatanan kehidupan manusia terutama sosial
ekonomi masyarakat dan yang lebih jauh lagi adalah tidak terjaminnya kualitas
kehidupan manusia, hal ini merupakan ancaman baru bagi kehidupan manusia diatas
permukaan bumi ini. Dalam rangka mempertahankan kelestarian lingkungan dan
pembangunan berlanjutan maka perlu adanya reklamasi lahan bekas tambang
batubara tersebut.
1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui dampak penambangan
batubara.
b. Untuk mengetahui pentingnya reklamasi lahan bekas tambang batubara.
c. Untuk Mengetahui solusi/alternatif
reklamasi lahan bekas tambang batubara.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pengertian
Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan menurut FAO 1976
yaitu proses penilaian penampilan lahan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan
dan interpretasi survay serta studi betuk lahan, tanah, vegetasi,
iklim dan aspek lahan lainnya. Agar dapat mengidentifikasi dan membuat
perbandingan berbagai penggunaan lahan yang mungkin dikembangkan.Melakukan
evaluasi dan monitoring terlahan penggunaan lahan sangat penting,
apalagi ketika lahan itu sedang direncanakan dan sedang dalam proses
pengerjaan.
Evaluasi lahan dapat dilakukan
dengan 2 cara yaitu cara langsung, dan secara tidak langsung. Evaluasi lahan
secara langsung dapat dilakukan melalui percobaan-percobaan dengan cara menanam
tanaman, atau membangun jalan, untuk melihat apa perubahan yang terjadi. Evaluasi
lahan secara langsung bersifat sangat terbatas jika tidak disertai dengan
pengumpulan data yang cukup.Oleh karena itu sebagian besar evaluasi lahan
dilakukan secara tidak langsung. Melalui evaluasi lahan secara tidak langsung,
diasumsikan bahwa tanah tertentu dengan sifat-sifat lain yang terdapat pada
suatu lokasi akan mempengaruhi keberhasilan jenis penggunaan lahan tertentu.
Keadaan ini dapat diprediksi, karena kualitas lahan dapat dideduksi dari hasil
pengamatan ciri lahan tersebut.
Sumber : Munawar. 1999 dalam G Subowo, 2011:85
Keterangan : *) banyak mengandung batubara halus.
BAB III
PEMBAHASAN
2.1.
Dampak Pertambangan Batubara
Sumber
Daya Alam (SDA) yang meliputi vegetasi, tanah, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan
Nasional oleh karena itu harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
rakyat dan kepentingan pembangunan nasional dengan memperhatikan
kelestariannya.
Salah
satu kegiatan dalam memanfaatkan sumberdaya alam adalah kegiatanpertambangan
bahan galian yang hingga saat ini merupakan salah satu sektor penyumbang devisa
negara yang terbesar. Menurut Soemarno (2006) bahwa keberadaan
pertambangan secara signifikan menjadi sektor yang sangat strategis dan sentral
dalam kerangka pembangunan nasional.Namun demikian kegiatan pertambangan apabila
tidak dilaksanakan secara tepat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan terutama gangguan keseimbangan permukaan tanah yang cukup besar.
Dampak
lingkungan kegiatan pertambangan antara lain: penurunan produktivitas tanah,
pemadatan tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya
gerakan tanah atau
longsoran, terganggunya flora dan fauna, terganggunya keamanan dan kesehatan
penduduk, serta perubahan iklim mikro. Dampak negatif kegiatan pertambangan
terhadap lingkungan tersebut perludikendalikan untuk mencegah kerusakan di luar
batas kewajaran.Salah satu upaya meminimalisir kerusakan tersebut adalah dengan
melakukan reklamasi.
Prinsip
kegiatan Reklamasi adalah Kegiatan Reklamasi harus dianggap sebagai kesatuan
yang utuh dari kegiatan penambangan, Kegiatan Reklamasi harus dilakukan sedini
mungkin dan tidak harus menunggu proses penambangan secara keseluruhan selesai
dilakukan (Latifah, 2003).
Menurut
Ahyar dkk (2010), bahwa kerusakan akibat pertambangan dapat terjadi selama
kegiatan pertambangan maupun pasca pertambangan.Dampak lingkungan sangat terkait
dengan teknologi dan teknik pertambangan yang digunakan. Sementara teknologi
dan teknik pertambangan tergantung pada jenis mineral yang ditambang dan
kedalaman bahan tambang, misalnya pada penambangan batubara yang dilakukan
dengan sistem tambang terbuka (open pit)
yakni sistem dumping (cara penambangan batubara dengan mengupas
permukaan tanah). Dampak dari pertambangan batubara sistem terbuka ini adalah
penurunan sifat sifat-sifat fisik dan kimia, perubahan tofografi lahan,
hilangnya vegetasi alami, berkurangnya satwa liar, selain itu juga dampak dari
adanya pertambangan menyebabkan terjadinya kerusakan ekosistem yang besar,
padahal gangguan logam berat pada lahan-lahan dapat mengubah secara mendasar
masyarakat tumbuhan, sifat fisik, kimia, serta biologi tanah. Sisa-sisa bekas
galian tambang menjadi lahan yang sangat tidak subur, bahkan mengandung unsur
logam (mercury) yang berbahaya bagi pertumbuhan tanaman (Subowo, 2010)
Secara garis besar, ada beberapa faktor yang menyebabkan
kerusakan daya dukung alam, diantaranya adalah kerusakan dalam (internal)
dan kerusakan luar (external).Kerusakan dalam adalah kerusakan yang
disebabkan oleh alam itu sendiri. Kerusakan jenis ini sangat sulit untuk
dicegah karena merupakan suatu proses alami yang sangat sulit untuk diduga,
seperti letusan gunung berapi yang dapat merusak lingkungan, gempa bumi yang
berakibat runtuhnya lapisan tanah yang dapat mengancam organisme hayati maupun
non hayati dan lain sebagainya. Kerusakan yang bersifat dari dalam ini biasanya
berlangsung sangat cepat dan pengaruh yang ditimbulkan dari adanya kerusakan
ini adalah sangat lama.
Kerusakan luar (external) adalah kerusakan yang
disebabkan oleh aktivitas manusia dalam pengelolaan alam dalam usaha
peningkatan kualitas hidup.Kerusakan luar ini pada umumnya disebabkan oleh
aktivitas pabrik yang mengeluarkan limbah, ataupun membuka sumber daya alam
tanpa memperhatikan lingkungan hidup serta tidak mempelajari segi
efektivitasnya dan dampaknya terhadap lingkungan disekitarnya.Beberapa contoh
penyebab kerusakan daya dukung alam yang berasal dari luar adalah pencemaran
udara dari pabrik dankendaraan bermotor, pembuangan limbah pabrik yang belum
diolah dulu menjadi pembuangan limbah yang bersahabat dengan alam.Karena
kerusakan faktor luar ini disebabkan oleh ulah manusia, maka manusia hendaknya
lebih bertanggungjawab terhadap adanya upaya untuk merusak lingkungan hidup.Hal
ini tercermin dari akibat pengelolaan lingkungan hidup yang tidak benar dan
akibat pencemaran lingkungan yang ada sampai sekarang ini.
2.2 Reklamasi
Lahan Bekas Tambang Batubara
A.
Pengertian Reklamasi
Reklamasi
lahan pasca tambang di Negara-negara maju diatur dalam
Undang-Undang.Pelaksanaannya dikontrol sangat ketat oleh warga negara
/masyarakat dan pemerintah daerah.Sebagai contoh, yang dilakukan di Negara
bagian Illinois USA. Pemerintah atas nama negara mengamankan sumberdaya lahan
agar tidak rusak pada aktifitas eksploitasi tambang batubara terbuka. Supervisi reklamasi lahan dilakukan oleh
pemerintah daerah yang didukung dengan Undang-Undang tentang perlindungan
sumberdaya lahan dengan perangkat aturan pelaksanaannya (Arnold.2001).
Demikian
pula di Indonesia, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup diikuti
tindakan berupa pelestarian sumber daya alam dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum seperti tercantum dalam UUD 1945.Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana
telah diubah dan diperbarui oleh Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah payung dibidang pengelolaan lingkungan
hidup serta sebagai dasar penyesuaian terhadap perubahan atas peraturan yang
telah ada sebelumnya, serta menjadikannya sebagai satu kesatuan yang bulat dan
utuh didalam suatu sistem (Rensi, 2012).
Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan
penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan
pengendalian lingkungan hidup.
Menurut
Sitorus (2003) alat strategis untuk
memperbaiki kerusakan akibat penambangan sistem terbuka adalah dengan mengembalikan
sisa hasil penambangan kedalam lubang-lubang tambang, dan menanam kembali
vegetasi dengan memperhatikan sisa galian (tailing) yang mengandung
bahan beracun. Pada lahan pasca tambang batubara, reklamasi lahan adalah
usaha/upaya menciptakan agar permukaan tanah dapat stabil, dapat menopang
sendiri secara keberlanjutan (self-sustaining) dan dapat digunakan untuk
berproduksi, dimulai dari hubungan antara tanah dan vegetasi, sebagai titik
awal membangun ekosistem baru. Reklamasi lahan pasca tambang batubara yang
dikaitkan dengan revegetasi pada dasarnya adalah untuk mengatasi berlanjutnya
kerusakan lahan dan menciptakan proses pembentukan unsur hara melalui pelapukan
serasah daun yang jatuh. Aktifitas tersebut diharapkan dapat secara
berkelanjutan dan dapat membentuk ekosistem baru.
Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan
memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan
usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai
peruntukannya.Reklamasi lahan bekas tambang selain merupakan upaya untuk
memperbaiki kondisi lingkungan pasca tambang, agar menghasilkan lingkungan
ekosistem yang baik dan juga diupayakan menjadi lebih baik dibandingkan rona
awalnya, dilakukan dengan mempertimbangkan potensi bahan galian yang masih
tertinggal.
Prinsip
lingkungan hidup yang wajib dipenuhi dalam melaksanakan reklamasi dan pasca
tambang adalah:
·
Perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut, tanah dan
udara.
·
Perlindungan Keanekaragaman hayati.
·
Penjaminan stabilitas dan keamanaan
timbunan batuan penutup, kolam tailing, lahan bekas tambang dan struktur buatan lainnya.
·
Pemanfaatan lahan bekas tambang.
·
Memperhatikan nilai‐nilai sosial dan
budaya setempat.
·
Perlindungan terhadap kuantitas air tanah
Kegiatan
reklamasi merupakan akhir dari kegiatan pertambangan yang diharapkan dapat
mengembalikan lahan kepada keadaan semula, bahkan jika memungkinkan dapat lebih
baik dari kondisi sebelum penambangan.Kegiatan reklamasi meliputi pemulihan
lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya dan
mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya untuk
pemanfaatan selanjutnya.Sasaran akhir dari reklamasi adalah untuk memperbaiki
lahan bekas tambang agar kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi
sehingga dapat dimanfaatkan kembali.
Secara
teknis usaha reklamasi lahan tambang terdiri dari recontouring/
regrading/resloping lubang bekas tambang dan pembuatan saluran-saluran
drainase untuk memperoleh bentuk wilayah dengan kemiringan stabil, top soil
spreading agar memenuhi syarat sebagai media pertumbuhan tanaman, untuk memperbaiki tanah sebagai media tanam,
revegetasi dengan tanaman cepat tumbuh, tanaman asli lokal dan tanaman
kehutanan introduksi. Perlu juga direncanakan pengembangan tanaman pangan,
tanaman perkebunan dan atau tanaman hutan industri, jika perencanaan penggunaan
lahan memungkinkan untuk itu (Djati, 2011).
B.
Teknologi
dan langkah-langkah reklamasi
Menurut
Dariah dkk(2010), bahwa Reklamasi lahan perlu dilakukan diantaranya untuk
meningkatkan daya dukung dan daya guna bagi produksi biomassa. Penentuan jenis
pemanfaatan lahan antara lain perlu didasarkan atas status kepemilikan dan
kondisi bio-fisik lahan, serta kebutuhan masyarakat atau Pemda setempat. Ke
depan, persyaratan pengelolaan lahan tambang tidak cukup hanya dengan study
kelayakan pembukaan usaha penambangan saja, namun perlu dilengkapi juga dengan
perencanaan penutupannya (planning of closure), yang mencakup
perlindungan lingkungan dan penanggulangan masalah sosial-ekonomi. Hal ini
perlu dijadikan salah satu persyaratan dalam pemberian izin penambangan. Reklamasi lahan bekas tambang memerlukan
pendekatan dan teknologi yang berbeda tergantung atas sifat gangguan yang
terjadi dan juga peruntukannya (penggunaan setelah proses reklamasi). Namun
secara umum, garis besar tahapan reklamasi adalah sebagai berikut:
1.
Konservasi Top Soil
Lapisan
tanah paling atas atau tanah pucuk, merupakan lapisan tanah yang perlu
dikonservasi, karena paling memenuhi syarat untuk dijadikan media tumbuh
tanaman.Hal ini mencerminkan bahwa proses reklamasi harus sudah mulai berjalan
sejak proses penambangan dilakukan, karena konservasi tanah pucuk harus
dilakukan pada awal penggalian.
Namun banyak perusahaan tambang
yang tidak mematuhi halini, akibatnya harus mengangkut tanah pucuk dari luar
dengan biaya tinggi, dan menimbulkan permasalahan di lokasi tanah pucuk berada.
Beberapa hal yang harus diperhatikan, adalah:
a. Menghindari tercampurnya subsoil
yang mengandung unsur atau senyawa beracun, seperti pirit, dengan tanah pucuk,
dengan cara mengenali sifat-sifat lapisan tanah sebelum penggalian dilakukan.
b. Menggali tanah pucuk sampai lapisan
yang memenuhi persyaratan untuk tumbuh tanaman.
c. Menempatkan galiantanah pucuk pada
areal yang aman dari erosi dan penimbunan bahan galian lainnya.
d. Menanam legum yang cepat tumbuh pada
tumpukan tanah pucuk untuk mencegah erosi dan menjaga kesuburan tanah.
2.
Penataan Lahan
Penataan
lahan dilakukan untuk memperbaiki kondisi bentang alam, antara lain dengan
cara:
·
Menutup
lubang galian (kolong) dengan menggunakan limbah tailing (overburden). Lubang kolong yang sangat dalam dibiarkan terbuka,
untuk penampung air.
·
Membuat
saluran drainase untuk mengendalikan kelebihan air.
·
Menata
lahan agar revegetasi lebih mudah dan erosi terkendali, diantaranya
dilakukandengan cara meratakan permukaan tanah, jika tanah sangat bergelombang
penataan lahan dilakukan bersamaan dengan penerapan suatu teknik konservasi, misalnya
dengan pembuatan teras
·
Menempatkan
tanah pucuk agar dapat digunakan secara lebih efisien. Karena umumnya jumlah
tanah pucuk terbatas, maka tanah pucuk diletakan pada areal atau jalur tanaman.
Tanah pucuk dapat pula diletakkan pada lubang tanam.
3. Pengelolaan
Sedimen dan Pengendalian Erosi
Pengelolaan
sedimen dilakukan dengan membuat bangunan penangkap sedimen, seperti rorak, dan
di dekat outlet dibuat bangunan penangkap yang relatif besar.Cara vegetative
juga merupakan metode pencegahan erosi yang dapat diterapkan pada areal bekas
tambang.Tala’ohu et al. (1995) menggunakan strip vetiver untuk
pencegahan erosi pada areal bekas tambang batu bara. Vetiver merupakan pilihan
yang terbukti tepat, karena selain efektif menahan erosi, tanaman ini juga
relatif mudah tumbuh pada kondisi lahan buruk sehingga bertindak sebagai
tanaman pioner.
4. Penanaman
Cover Crop
Penanaman cover
crop (tanaman penutup) merupakan usaha untuk memulihkan kualitas tanah dan
mengendalikan erosi.Oleh karena itu keberhasilan penanaman penutup tanah sangat
menentukan keberhasilan reklamasi lahan pasca penambangan. Karakteristik cover
crop yang dibutuhkan, sebagai berikut: mudah ditanam, cepat tumbuh dan
rapat, bersimbiosis dengan bakteri atau fungi yang menguntungkan (rhizobium,
frankia, azospirilum, dan mikoriza), menghasilkan biomassa yang melimpah dan
mudah terdekomposisi, tidak berkompetisi dengan tanaman pokok dan tidak
melilit. Kemampuan tanaman penutup untuk mendukung pemulihan kualitas tanah
sangat tergantung pada tingkat kerusakan tanah.
Santoso dkk (2008) menyatakan bahwa sebaiknya cover crop ditanam
pada tahun pertama dan kedua proses reklamasi.
5.
Penanaman Tanaman Pionir
Untuk
mengurangi kerentanan terhadap serangan hama dan penyakit, serta untuk lebih
banyak menarik binatang penyebar benih, khususnya burung, lebih baik jika
digunakan lebih dari satu jenis tanaman pionir/multikultur (Ambodo, 2008).
Beberapa jenis tanaman pionir adalah: sengon buto (Enterrolobium cylocarpum),Sengon
(Paraserianthes falcataria), johar (Casia siamea), Cemara (Casuarina
sp.), dan Eukaliptus pelita. Dalam waktu dua tahun kerapatan tajuk yang
dibentuk tanaman-tanaman tersebut mampu mencapai 50-60% sehingga kondusif untuk
melakukan restorasi jenis-jenis lokal, yang umumnya bersifat
semitoleran.Tanaman pioner ditanam dengan sistem pot pada lubang berukuran
lebar x panjang x dalamsekitar 60 x 60 x 60 cm, yang diisi dengan tanah pucuk
dan pupuk organik. Di beberapa lokasi, tanaman pioneer ditanam langsung setelah
penataan lahan, padahal tingkat keberhasilannya relatif rendah (Puslittanak,
1995). Pada areal bekas timah,meskipun sudah ditanam dengan sistem pot, tanaman
tumbuh baik hanya pada awalpertumbuhan, selanjutnya pertumbuhannya lambat dan
beberapa diantaranya mati, karena media tanam dalam pot sudah tidak dapat
memenuhi kebutuhan tanaman. Santoso dkk (2008) menyatakan bahwa penanaman
tanaman pioner sebaiknya dilakukan pada tahun ke 3-5, setelah penanaman tanaman
penutup tanah.
Menurut
Latifah (2003) mengatakan bahwa Penambangan dapat
mengubah lingkungan fisik, kimia dan biologi seperti: bentuk lahan dan kondisi
tanah, kualitas dan aliran air, debu, getaran, pola vegetasi dan habitat fauna,
dan sebagainya. Perubahan-perubahan ini harus dikelola untuk menghindari dampak
lingkungan yang merugikan seperti erosi, sedimentasi, drainase yang buruk,
masuknya gulma/hama/penyakit tanaman, pencemaran air permukaan/air tanah oleh
bahan beracun dan lain-lain.
Untuk melakukan
reklamasi lahan bekas tambang diperlukan perencanaanyang baik agar dalam
pelaksanaannya dapat tercapai sasaran sesuai yang dikehendaki.Hal-hal yang
harus diperhatikan didalam perencanaan reklamasi adalah sebagai berikut:
1.
Mempersiapkan rencana reklamasi sebelum pelaksanaan penambangan.
2. Luas areal yang
direklamasikan sama dengan luas areal penambangan.
3. Memindahkan dan
menempatkan tanah pucuk pada tempat tertentu dan mengatur sedemikian rupa untuk
keperluan revegetasi.
4. Mengembalikan/memperbaiki
pola drainase alam yang rusak .
5. Menghilangkan/memperkecil
kandungan (kadar) bahan beracun sampai tingkat yang aman sebelum dapat dibuang
ke suatu tempat pembuangan.
6. Mengembalikan lahan
seperti keadaan semula dan/atau sesuai dengan tujuan penggunaannya.
7. Memperkecil erosi selama
dan setelah proses reklamasi.
8. Memindahkan semua
peralatan yang tidak digunakan lagi dalam aktifitas penambangan.
9. Permukaan yang padat
harus digemburkan namun bila tidak memungkinkan agar ditanami dengan tanaman
pionir yang akarnya mampu menembus tanah yang keras.
10. Setelah penambangan maka
pada lahan bekas tambang yang diperuntukkan bagi revegetasi, segera dilakukan
penanaman kembali dengan jenis tanaman yang sesuai dengan rencana rehabilitasi
dari Departemen Kehutanan dan RKL yang dibuat.
11. Mencegah masuknya hama
dan gulma yang berbahaya.
12. Memantau dan mengelola
areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
Setiap
lokasi pertambangan mempunyai kondisi tertentu yang mempengaruhipelaksanaan
reklamasi.Pelaksanaan reklamasi umumnya merupakan gabungan dari pekerjaan
teknik sipil dan teknik revegetasi.
Pelaksanaan reklamasi meliputi kegiatan sebagai berikut:
1.
Persiapan lahan yang berupa pengamanan lahan bekas tambang,
pengaturan bentuk lahan (“landscaping”), pengaturan/penempatan bahan tambang
kadar rendah (“lowgrade”) yang belum dimanfaatkan.
2.
Pengendalian erosi dan sidementasi.
3.
Pengelolaan tanah pucuk (“top soil”).
4.
Revegetasi (penanaman kembali) dan/atau pemanfaatan lahan bekas
tambang untuk tujuan lainnya.
2.3. Kendala Reklamasi Lahan Bekas Tambang Batu Bara
Lahan
pasca tambang batubara terbuka pada umumnya mengalami perubahan karakteristik
dari aslinya. Apabila tidak dikelola dengan baik akan menjadi lahan kritis.
Ditinjau
dari faktor penyebabnya lahan pasca tambang batubara yang termasuk kategori
lahan kritis secara fisik, kimia dan secara hidro-orologis, dapat diuraikan
sebagai berikut: secara fisik, lahan telah mengalami kerusakan, ciri yang
menonjol dan dapat dilihat di lapangan, adalah kedalaman efektip tanah sangat
dangkal. Terdapat berbagai lapisan penghambat pertumbuhan tanaman seperti
pasir, kerikil, lapisan sisa-sisa tailing dan pada kondisi yang parah
dapat pula terlihat lapisan cadas.Bentuk permukaan tanah biasanya secara
topografis sangat ekstrem, yaitu antara permukaan tanah yang berkontur dengan
nilai rendah dan berkontur dengan nilai tinggi pada jarak pendek bedanya sangat
menonjol.
Dengan
kata lain terdapat perbedaan kemiringan tanah yang sangat mencolok pada jarak
pendek. Secara kimia, lahan tidak dapat lagi memberikan dukungan positif
terhadap penyediaan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman.Secara hidro-orologis,
lahan pasca tambang tidak mampu lagi mempertahankan fungsinya sebagai pengatur
tata air.Hal ini terjadi karena terganggunya kemampuan lahan untuk menahan,
menyerap air dan menyimpan air, karena tidak ada vegetasi atau tanaman penutup
lahan. (Sitorus,2003).
Aktifitas
eksploitasi batubara yang dilakukan oleh penambang yang tidak resmi (illegal
mining) tidak pernah melakukan rehabilitasi lahan. Permasalahan
rehabilitasi lahan pasca penambangan, menurut Lubis (1997) adalah hal yang
paling rumit, karena disamping menyangkut masalah biaya, waktu juga diperlukan
keahlian khusus. Hal ini terkait dengan bagaimana melakukan reklamasi lahan
sekaligus sebagai media tumbuh vegetasi agar tercipta kelestarian lingkungan
alam tetap terjaga.
Menurut David (2013) Masalah reklamasi atau pengembalian
fungsi awal lahan yang telah digunakan sektor pertambangan belum satu
suara. Kementerian Kehutanan meminta
agar pengembalian fungsi lahan yang telah digunakan sektor pertambangan harus
dihijaukan dengan cara menanam pepohonan. Namun Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM) menilai upaya reklamasi bisa dialihkan dengan membuat danau
pasca eksplorasi tambang.
Menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian
Energi Sumberdaya Mineral (ESDM), proses reklamasi yang diharapkan Kementrian
Kehutanan selama ini mengharuskan lahan tambang perlu dihijaukan dengan
ditumbuhi pepohonan setelah eksploitasi,
padahal aspek tersebut bisa
dialihkan dengan membuat aksi lain sehingga lahan bekas tambang bisa
dimanfaatkan oleh masyarakat.
Berdasarkan definisi Peraturan Menteri ESDM, reklamasi
adalah kegiatan perusahaan yang bertujuan memperbaiki atau menata lahan yang
terganggu agar dapat berfungsi dan berguna kembali sesuai peruntukannya.Secara
umum kegiatan pertambangan seperti tambang batubara dapat memberikan keuntungan
ekonomis namun juga dapat menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan ekosistem
tanah.
Kegiatan pertambangan yang dilakukan dengan pertambangan
terbuka, akan menimbulkan tumpukan bahan non-batubara. Tanah sisa galian
pertambangan batubara terdiri dari sisa batubara (batubara muda) dan
batuan-batuan seperti batu liat (clay stone), batu lanau (silt stone),
batu pasir (sand stone) atau tufa vulkan (Tala’ohu [dkk], 1995).
Tanah
galian batubara umumnya tersusun terbalik dari susunan awalnya.Tanah lapisan
atas (top soil) berada di bawah tanah lapisan bawah (sub soil).Umumnya
bahan-bahan ini ditumpuk diatas tanah-tanah yang produktif sehingga dapat
menghambat pertumbuhan tanaman dan menurunkan produktivitas tanah.Umumnya areal
bekas timbunan batubara ini dalam beberapa tahun pertama sulit ditumbuhi
vegetasi karena berbagai macam kendala.
Beberapa
kendala fisik yang dihadapi dalam upaya reklamasi tanah bekas penambangan
batubara yakni: tanah terlalu padat, struktur tanah tidak mantap, aerasi dan
drainase tanah jelek, serta lambat meresapkan air. Selain itu kendala kimia
seperti pH sangat masam, tingginya kadar garam, dan rendahnya tingkat kesuburan
tanah merupakan pembatas utama dalam mereklamasi area tanah timbunan.
Konsekuensinya diperlukan input yang relatif besar (seperti: pupuk buatan dan
pupuk organik, berbagai senyawa senyawa kimia untuk mengendalikan hama dan
penyakit, sarana dan prasarana untuk menjamin ketersediaan air bagi tanaman)
untuk memperbaiki kualitas atau menyehatkan ekosistem tanah agar dapat
mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Kegiatan
pascapenambangan berupa kegiatan reklamasi yang terencana sejaksebelum
penambangan dapat memiliki banyak kendala yaitu curah hujan tinggi yang
mengakibatkan hambatan daerah penyiapan untuk reklamasi, potensi terjadinya
erosi permukaan yang mempengaruhi kestabilan daerah timbunan, kondisi lapisan
tanah yang masam dan tingkat hara yang rendah (umumnya di Kalimantan) dan keterbatasan
material overburden NAF (Non Acid Forming). Penggunaan alat berat
dalam kegiatan penambangan dapat mengakibatkan pemadatan tanah, sehingga
menurunkan porositas, permeabilitas dan kapasitas penahan air tanah. masalah
yang dijumpai dalam mereklamasi lahan bekas tambang adalah masalah fisik, kimia
(berupa nutrisi maupun keracuanan hara) dan biologi. Kegiatan pertambangan
mempengaruhi solum tanah dan terjadinya pemadatan tanah, mempengaruhi
stabilitas tanah dan bentuk lahan.
Kegiatan
pertambangan dan kegiatan reklamasi harus terencana dengan baik agar dalam
pelaksanaanya tercapai sasaran yang diinginkan atau sesuai tata ruang yang
telah direncanakan. Pada proses akhir penambangan batasan tanah secara alamiah
sudah tidak jelas lagi karena dalam proses penimbunan kembali tidak dapat
dibedakan hubungan genetis antara bahan induk, overburden dan top
soil. Lahan bekas penambangan umumnya mengalami dampak penurunan kesuburan
tanah, khususnya kandungan bahan organik tanah.
2.4. Alternatif Solusi yang Ditawarkan.
Simarmata
(2005) menyebutkan salah satu strategi dan upaya yang ramah lingkungan untuk
mengembalikan vitalitas (kualitas dan kesehatan) tanah adalah dengan sistem
pertanian ekologis terpadu.Pengembangan pertanian ekologis ini didukung dengan
kemajuan dalam bidang bioteknologi tanah yang ramah lingkungan, yaitu
pemanfaatan pupuk hayati (biofertilizers).Pupuk hayati memberikan
alternatif yang tepat untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas tanah dan
mempertahankan kualitas tersebut sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan
menaikkan hasil maupun kualitas dari berbagai tanaman secara signifikan.
Pupuk
hayati yang sering digunakan dalam rehabilitasi lahan bekas pertambangan adalah
mikoriza.Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualisme antara jamur dan
akar tanaman tingkat tinggi.Dimana jamur mendapatkan keuntungan dari suplai
karbon (C) dan zat-zat essensial dari tanaman inang dan tanaman inang
mendapatkan berbagai nutrisi, air, dan proteksi biologis (Turjaman [dkk],
2005).
Penggunaan
mikoriza telah terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman kehutanan
(revegetasi) pada lahan bekas pertambangan maupun lahan kritis secara
signifikan. Selain itu mikoriza juga memiliki peranan yang sangat penting untuk
melindungi tanaman dari serangan patogen, dan kondisi tanah dan lingkungan yang
kurang kondusif seperti: pH rendah, stress air, temperatur ekstrim, salinitas
yang tinggi, dan tercemar logam berat (Setiadi, 2004).
Menurut Mursyidin (2009) menyimpulkan bahwa Upaya perbaikan
lahan bekas tambang merupakan hal yang sangat mendesak dilakukan.Hal ini karena
sistem perbaikan (reklamasi) lahan yang sudah ada masih dilaksanakan secara
konvensional, yaitu dengan menanami areal bekas tambang tersebut dengan
tumbuhan. Upaya perbaikan dengan cara ini dirasakan kurang efektif, hal ini
karena tanaman secara umum kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan ekstrim,
termasuk bekas lahan tambang. Teknologi alternatif perbaikan lahan bekas
tambang menggunakan mikroorganisme terutama jamur (fungi) merupakan hal yang
sangat menarik dan penting dilakukan. Hal ini karena jamur memiliki
keistimewaan, selain adaptif terhadap berbagai kondisi tanah juga kemampuannya
dalam menguraikan bahan organik dan membantu proses mineralisasi di dalam tanah.
BAB III
KESIMPULAN
Di
Indonesia sektor pertambangan dapat dikatakan sebagai motor penggerak
perekonomian nasional, karena kontribusi pertambangan untuk pembangunan
regional cukup besar, pertambangan
merupakan opsi menarik untuk optimalisasi penggunaan lahan, menambah lapangan
kerja, memenuhi kebutuhan dalam negeri dan penerimaan Negara,namun demikian
dampak yang ditimbulkan akibat penambangan batubara akan menimbulkan ketidak
seimbangan ekologi atau ekosistem, hal ini akan menyebabkan kerusakan
lingkungan, krisis lingkungan, konflik sosial
dan lain sebagainya.
Reklamasi
sebagai usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan yang rusak
sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi secara optimal
sesuai dengan kemampuannya, sehingga reklamasi mutlak harus dilakukan mengingat
saat ini banyak masalah atau musibah yang muncul sebagai akibat dari lahan
pasca tambang yang dibiarkan begitu saja tanpa ada upaya untuk reklamasi,
seperti bencana banjir, pencemaran lingkungan, sedimentasi daerah aliran sungai, konflik sosial,
hilangnya lahan-lahan produktif,
sulitnya pada daerah pertambangan mendapatkan air bersih dan lain
sebagainya, hal ini apabila dibiarkan begitu saja, maka akan menjadi ancaman
baru terhadap kehidupan diatas muka bumi ini.
Pada
umumnya reklamasi yang dilakukan oleh para perusahaan pertambangan saat ini
ditemukan beberapa kendala diantaranya, memerlukan biaya yang sangat besar dan
teknologi modern, sehingga sanggup melakukan hal ini hanya perusahaan besar
saja dan luasan yang reklamasi hanya
sebagian kecil saja, apakah sebanding antara lahan yang rusak dengan yang
direklamasi, dan nampaknya kegiatan reklamasi dilakukan tidak serius, terkesan
tanam buang karena terkendala oleh iklim.
DAFTAR PUSTAKA
G Subowo, 2011. Penambangan
sistem terbuka ramah lingkungan dan upaya reklamasi pasca Tambang untuk
memperbaiki kualitas sumberdaya lahan dan hayati tanah. Jurnal
Sumberdaya Lahan Vol. 5 No. 2; 84-86
Pribadi Agung, 2012. Reklamasi
lahan bekas tambang batu bara. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yokyakarta.
Makalah "Hak dan Kewajiban
Serta Larangan".2011.Kelompok VII.Jurusan Teknik Pertambangan Universitas
Palangkaraya.
Neolaka Amos, 2008. Kesadaran
Lingkungan. Asdi Mahasatya, Jakarta.
Supratno J S, Tinjauan
Reklamasi Lahan Bekas Tambang Dan Aspek Konservasi Bahan Galian. Kelompok
Program Penelitian Konservasi – Pusat Sumber Daya Geolog
Prasetyo Radyan. 2010. Reklamasi pada lahan tambang. (http://radyanprasetyo.blogspot.com/2010/10/reklamasi-pada-lahan-tambang.html).
Diunduh pada hari senin 15 Oktober 2012.
Arif, I., 2007. Perencanaan Tambang Total Sebagai Upaya Penyelesaian Persoalan
Lingkungan Dunia Pertambangan, Universitas Sam Ratulangi, Manado
Herlina, 2004. Melongok Aktivitas Pertambangan Batu Bara Di Tabalong, Reklamasi 100
Persen Mustahil. Banjarmasin Post, Banjarmasin
Inamdar, A., dan Makinuddin, N.,
2002. Kelian Mine Closure Steering
Committee, Independent Facilitator̢۪s Report
Pribadi, P., 2007. Peranan Asosiasi Dalam Peningkatan Kualitas
Program CSR Perusahaan Tambang. Indonesian Mining Association. Balikpapan.
PT. Berau Coal, 2007. Pengembangan dan Penggunaan Biodisel di PT.
Berau Coal Bebasis Tanaman Jarak,
http://pub.bhaktiganesha.or.id/itb77/files/Biofuel%20papers
Karliansyah, M.R., 2001. Aspek Lingkungan Dalam AMDAL Bidang
Pertambangan. Pusat Pengembangan dan Penerapan AMDAL. Jakarta
KPP Konservasi, 2006. Ensiklopedi Bahan Galian Indonesia, Seri
Batugamping, Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Rahmawaty, 2002. Restorasi Lahan Bekas Tambang berdasarkan
Kaidah Ekologi, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Ridwan, M., 2007. Tanaman Jarak di Bekas Tambang Batu Bara.
Harian Umum Sore Sinar Harapan.Rohmana.A
Djunaedi, E.K., dan Pohan, M.P., 2007. Inventarisasi Bahan Galian Pada
Bekas Tambang di Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau, Pusat Sumber Daya
Geologi, Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar