Hidroponik ebb flow
atau flood and drain adalah salah
satu sistem hidroponik yang memanfaatkan prinsip pasang surut pada teknik irigasinya. Sistem ini di Indonesia biasa disebut sistem
hidroponik pasang surut. Disebut sistem hidroponik pasang
surut karena dalam cara kerja sistem ini memiliki 2 fase yaitu fase saat
tanaman oleh larutan nutrisi hingga banjir (fase pasang) dan kemudian fase
penyurutan larutan nutrisi (fase surut). Sistem
ini termasuk sistem yang menggunakan sirkulasi. Artinya air dan nutrisi yang
diberikan ke tanaman digunakan secara berulang. Hanya saja sirkulasi tidak
dilakukan terus menerus dan menggunakan mekanisme pasang surut pada irigasinya.
Di
luar negeri biasanya sistem ini cukup populer untuk kalangan penghobi
hidroponik dan untuk komersil karena pembuatannya mudah, murah, dan fleksibel,
serta penggunaan listrik yang rendah. Selain pembuatannya mudah, hasil dari
tanaman yang ditanam secara ebb flow
cukup memuaskan. Biasanya sistem ini paling sering digunakan dalam aquaponik.
sistem
ebb flow adalah sistem hidroponik yang paling toleran diantara sistem
hidroponik yang lain. Karena perawatan dan resiko pada sistem ini tidak berat
listrik seperti sistem NFT. Dan cukup aman jika kita tinggal berpergian. Dengan
penangan perawatan yang tepat, hasil tanaman dari sistem ini dapat menjadi
rival dengan sistem unggulan seperti aeroponik atau nft. Anda bisa membuat
sistem ebb flow dari barang-barang yang ada di sekitar Anda. Banyak jenis
tanaman yang dapat Anda tanam dengan sistem ebb flow, mulai dari sayuran daun,
sayuran buah, hingga umbi-umbian. Tidak ada batasan minimal luasan tempat dan
teknik pembuatan sistem hidroponik ini. Satu sistem untu satu tanaman maupun
banyak tanaman tidak masalah. Anda dapat mencurahkan kreativitas Anda pada
sistem ebb flow dengan imajinasi Anda selama memenuhi prinsip ebb flow. Maka
dari itu sistem ini juga memiliki banyak variasi model sistem.
Sistem
ini tidak terlalu tergantung dengan listrik. Penggunaan pompa dalam sistem ini
tidak dinyalakan terus menerus. Jadi cukup aman jika daerah Anda sering terjadi
pemadaman listrik. Walau begitu, agak sulit untuk menjumpai contoh langsung
sistem hidroponik ebb flow di Indonesia karena jarang orang yang menggunakan
sistem ini. Mungkin dikarenakan sistem ini terlihat seperti sistem yang cukup
kompleks bagi orang-orang.
Sistem
hidroponik ebb flow termasuk sistem
dengan level kesulitan intermediet. Walaupun biaya pembuatannya tidak semahal
sistem NFT dan bahan-bahan pembuatannya mudah didapat, sistem ini setidaknya
memerlukan pengalaman berkebun secara hidroponik dan perlu mengerti cara kerja
fluida. Sistem ebb flow lebih cocok untuk pekebun yang
sudah punya pengalaman di hidroponik yang ingin meng-upgrade sistem
hidroponiknya. Sistem ini juga dapat di upgrade dengan modifikasi dari sistem wick atau sistem rakit apung.
Ringkasan
·
Biaya : Intermediet
·
Tingkat
Kesulitan Pembuatan : Tinggi
Moderat
·
Tingkat
Kesulitan Perawatan :
Mudah
·
Cocok
untuk Tanaman :
sayuran daun, sayuran buah, tanaman merambat, umbi-umbian, hias
·
Kelebihan : fleksibel, hemat listrik, bisa
ditanam apa saja, biaya tidak terlalu berat, banyak variasi, bisa menggunakan
wadah apa saja
·
Kekurangan : sistem ini berat karena full
media, lebih boros air ketimbang NFT, sterilisasi sistem lebih sulit
·
Toleransi
Listik :
sangat toleran terhadap kebutuhan listrik, perlu listrik tapi tidak
terus-menerus
Alat-alat yang Diperlukan
·
Bor
dan Mata Hole Saw Set :
untuk melubangi
·
Gergaji
Besi : untuk
memotong pipa dan bahan kerangka
·
ph
Meter :
untuk mengecek pH
·
EC/TDS
meter :
untuk mengecek konsentrasi nutrisi
Prinsip
Aturan Pembuatan Sistem
1.
Susunan Skema Sistem
2. Pembuatan Wadah Tempat Menanam (Grow Bed) dan Mekanisme Pasang Surut
Ada banyak pilihan wadah yang dapat
dipilih. Mulai dari baki, container kotak, ember, dan lainnya. Tinggal
sesuaikan Anda mau menanam apa dan Anda punya ruang kosong seberapa luas. Usahakan
kedalaman wadah sedalam 20-30 cm, jangan terlalu dangkal dan jangan telalu
dalam. Dengan kedalaman 20-30 cm Anda bisa menanam berbagai macam tanaman mulai
dari sayuran daun, sayuran buah, hingga umbi-umbian. Wadah yang digunakan harus
kedap air dan usahakan tidak berwarna transparan agar tidak memicu pertumbuhan
alga.
Bagian dasar wadah tempat menanam (grow bed) Anda lubangi dengan holesaw. Ukuran lubang sesuaikan dengan
ukuran pipa dan shock drat yang Anda
gunakan. Biasanya bagian dasar wadah dibuat 2 lubang, lubang yang pertama yang
menghubungkan wadah grow bed dengan
pompa untuk saluran air pasang dan surut pada grow bed dan lubang yang kedua untuk overflow untuk mengatur water level pada grow bed dengan
mengmbalikan air ke tandon yang berlebihan saat fase pasang (flood phase).
Pipa yang dapat digunakan untuk
menghubungkan wadah grow bed dengan
pompa biasanya berukuran ½. Jadi shock drat yang digunakan harus berukuran ½
juga dan ukuran lubang yang dibuat disesuaikan untuk pipa ukuran drat pada male
shock drat ½. Jika Anda membeli hole saw
yang satu set, gunakan ukuran holesaw yang terkecil pada set tersebut yang
berdiameter tidak lebih dari 2 cm. Bagian shock pada male shockdrat yang
digunakan untuk lubang ini dipotong sehingga menyisakan kupingan dan drat saja.
Tujuannya supaya bagian dasar wadah tidak ada pentolan shock sehingga membuat
air dapat surut sempurna sampai dasar. Kemudian male shock drat ini dikunci dengan female shock drat pada sisi luar bawah wadah.
Sedangkan pipa yang digunakan untuk overflow harus berdiameter lebih besar dari
pipa penghubung grow bed dan pompa. Tujuannya supaya daya sedot air pipa overflow melebihi daya pancar air
keluaran pompa. Sehingga water level dapat terjaga dan air tidak tumpah karena
pengisian yang berlebihan. Jika pipa penghubung grow bed dan pompa menggunakan pipa ½, maka untuk overflow Anda menggunakan pipa ¾. Jadi
ukuran lubang dan shock drat yang
digunakan disesuaikan dengan ukuran 3/4 juga.
Kemudian pasang male shock drat dan female
shock drat melalui lubang kedua. Pipa overflow
3/4 dipasang pada shock yang berada
bagian dalam wadah grow bed.
Ketinggian pipa overflow 3/4
menyesuaikan kedalaman media tanam dan ditambah 2 hingga 5 cm dari permukaan. Jadi
misal kedalaman media tanam dari dasar hingga permukaan 15 cm, maka ketinggian
pipa overflow 17-20 cm. Tujuannya
untuk menjaga permukaan media tanam tidak kering, mencegah pertumbuhan alga
pada permukaan.
3. Pemilihan Media
Media yang digunakan harus porus
masih dapat menahan air tetapi berongga. Hydroton, kerikil, sirtu (pasir batu),
pecahan bata, campuran kerikil dan dadu rockwool, sekam bakar dapat menjadi
pilihan. Jangan gunakan media yang halus seperti perlite, coco coir, serbuk
gergaji karena media tersebut menahan air terlalu banyak sehingga udara tidak
punya tempat untuk masuk ke dalam media. Akibatnya aerasi buruk dan akar
tanaman kekurangan oksigen.
Media hydroton, pecahan bata,
kerikil, sirtu dapat digunakan berulang kali, sementara media sekam bakar,
rockwool hanya dapat digunakan sekali pakai.
Sekedar tips, jika Anda menggunakan
media hydroton, kerikil, atau sirtu, lapisi bagian atas dengan dadu-dadu
rockwool atau sekam bakar agar penguapan air pada media tidak tinggi.
4. Pemilihan Pompa
Sama seperti sistem sirkulasi
hidroponik pada umumnya, Anda perlu memperhatikan spec pompa yang cocok
digunakan untuk sistem. Aturan main syarat pompa dalam sistem ini harus dapat
membanjiri seluruh media tanam hingga overflow dalam waktu 5-10 menit. Jadi
yang perlu Anda perhatikan untuk memilih pompa adalah Anda perlu mengetahui
volume ruang kosong pada media tanam. Yang kedua Anda perlu menghitung jarak
ketinggian pompa hingga permukaan media tanam. Dan yang ketiga Anda perlu
memperhatikan grafik spec H max dan Q max untuk mengetahui pompa dengan spec
apa untuk memenuhi syarat instalasi ebb flow Anda berdasarkan data dari volume
ruang kosong media dan jarak ketinggian sistem. Langkah pertama kali untuk
mengetahui spec pompa, Anda perlu melakukan menghitung ruang kosong pada media
tanam. Tujuannya untuk mengetahui berapa volume yang harus diisi dalam 10 menit
oleh pompa. Ruang kosong pada media tanam tergantung pada media apa yang Anda
gunakan. Jika media tanamnya halus seperti perlite, maka ruang kosong pada
media sedikit. Jika media tanamnya berpartikel besar seperti hydroton, maka
ruang kosong pada media lebih besar. Cara untuk mengetahui ruang kosong pada
media tanam adalah dengan mengalikan volume media tanam dengan prosentase ruang
kosong media. Kerikil-kerikil kecil biasanya memiliki ruang kosong 38% dari
volume totalnya. Hydroton memiliki ruang kosong 25% dari volumenya. Contoh
kasusnya, misal Anda punya grow bed yang berisi 50 liter hydroton, maka ruang
kosongnya adalah 50 x 25% liter = 12,5 liter.
Untuk mengetahui prosentase ruang
kosong pada media yang lain, Anda dapat menggunakan teknik beikut. Misal Anda
ingin mengetahui prosentase ruang kosong pada sekam bakar. Pertama kali
tempatkan media hingga penuh pada wadah tertentu yang sudah diketahui
volumenya, misal ember 10 liter. Isikan air pada ember yang penuh media sekam
bakar hingga penuh. Kemudian air dari ember yang penuh media sekam bakar
dipindahkan ke wadah lain. Ukur volume air tersebut, misal terdapat 1,2 liter.
Perbandingan antara volume air dengan volume total media adalah prosentase
ruang kosong media tersebut. Dalam kasus ini didapatkan prosentase media adalah
1,2/10 atau 12%. Setelah itu Anda perlu mengukur jarak ketinggian antara pompa
dengan permukaan media tanam pada sistem Anda. Barulah Anda dapat mengetahui
spec pompa yang cocok untuk sistem Anda.
Contoh kasus, misal Anda membuat
sistem dengan grow bed yang berukuran 100 liter dengan tinggi wadah 20 cm. Dan
jarak pompa dengan permukaan media 1,2 meter. Kemudian Anda isi dengan media
hydroton, kita sudah tahu prosentase ruang kosong hydroton itu 25%. Hydroton
mengisi grow bed hingga ketingian 16 cm atau 80% dari total volume grow bed,
berarti volume total media tanam itu 80 liter. Maka ruang kosong pada media itu
adalah 25% x 80 liter = 20 liter.
Jadi kita memerlukan pompa yang
mampu mengalirkan dengan debit 20 liter dalam 10 menit atau 120 liter dalam 1
jam pada ketinggian 1,2 meter. Pompa yang kita beli harus memenuhi Q max di
atas lebih dari 120 liter/jam dan H max di atas lebih dari 1,2 meter. Spec
pompa lebih tinggi lebih baik, tetapi sesuaikan dengan biaya listrik Anda.
5. Penempatan dan Ukuran Tandon /
Reservoir
Aturan penempatan tandon / reservoir
sama seperti sistem hidroponik pada umumnya. Tandon reservoir larutan jangan
dijemur dan kontak langsung dengan sinar matahari. Tujuannya supaya suhu
larutan tidak panas dan tidak ditumbuhi alga. Tempatkan tandon tepat di bawah
grow bed, supaya jarak tempuh pompa menuju grow bed tidak terlalu jauh.
Sehingga memaksimalkan daya keluaran pompa dan beban listrik tidak terlalu
besar. Sebenarnya tidak ada ukuran baku untuk ukuran tandon. Walaupun begitu,
Anda jangan menggunakan tandon terlalu kecil supaya air tidak cepat habis
mengingat sistem ebb flow merupakan sistem sirkulasi. Aturan secara kasar,
ukuran tandon / reservoir menyesuaikan dari volume ruang kosong pada media
tanam kemudian dikalikan 2.
Misal dari contoh kasus di atas yang
menggunakan grow bed 100 liter dengan media hydroton, kita sudah mengetahui
volume ruang kosongnya adalah 20 liter. Maka ukuran volume minimal tandon /
reservoir adalah 2 x 20 liter = 40 liter. Semakin besar volume ukuran tandon
semakin baik agar suhu, pH, dan ppm nutrisi tidak labil berubah-ubah.
Petunjuk
Perawatan
1. Menentukan Frekuensi Siklus
Pasang Surut
Menentukan frekuensi kapan pasang
(pompa nyala) dan kapan surut (pompa mati) adalah hal yang tersulit dari sistem
ini. Penentuan penjadwalan kapan waktu pompa menyala (fase pasang - flood
phase) dan kapan pompa mati (fase surut - drain phase) pada sistem ini tidak
ada frekuensi yang pasti.
Frekuensi penyalaan pompa tergantung
pada jenis media, kondisi cuaca, jumlah tanaman, dan umur tanaman. Media yang
menyerap air banyak seperti rockwool memerlukan siklus penyiraman yang lebih
sedikit dibanding hydroton. Saat musim hujan tidak memerlukan frekuensi
penyiraman yang banyak dibanding musim panas. Tanaman muda dan jumlah tanaman
yang sedikit memerlukan frekuensi penyiraman yang lebih sedikit dibanding
tanaman dewasa dan jumlah tanaman yang banyak.
Maka dari itu agak repot untuk
mengetahui frekuensi penyiraman dalam sistem ini karena harus memperhitungkan 4
hal tersebut. Masalahnya jika frekuensi penyiraman Anda kurang, tanaman akan
mudah layu karena media kekeringan. Dan jika frekuensi penyiraman Anda
berlebihan, tanaman juga mudah layu karena media terlalu basah sehingga
kekurangan udara (oksigen). Untuk itu, sebaiknya setiap seminggu sekali Anda
perlu bereksperimen mengubah setting-an timer Anda agar penyiraman sesuai
dengan kebutuhan sistem. Tetapi ada aturan kasar yang mungkin dapat Anda
terapkan dengan berdasarkan media tanam yang digunakan. Kemudian Anda
modifikasi frekuensinya menyesuaikan hasil yang terjadi pada tanaman. Pada
malam hari, penyiraman tidak perlu dilakukan. Jika Anda menggunakan media
hydroton, frekuensi penyiraman Anda adalah 10 kali sehari dimulai dari jam 7
pagi hingga jam 5 sore saat musim panas. Untuk musim hujan penyiraman dilakukan
5 kali sehari dimulai jam 7 pagi hingga jam 5 sore. Jika Anda menggunakan media
dadu rockwool 75% dicampur kerikil 25%, maka frekuensi penyiraman Anda adalah 2
kali sehari pada jam 9 pagi dan jam 3 sore saat musim panas. Untuk musim hujan
penyiraman dilakukan 1 kali sehari pada jam 9 / 10 pagi saat musim hujan. Untuk
media yang lain, terapkan frekuensi penyiraman 4-6 kali sehari mulai jam 7 pagi
hingga jam 5 sore. Untuk musim hujan penyiraman dilakukan 2-3 kali sehari mulai
jam 7 pagi hingga jam 5 sore.
Jika tanaman layu saat sebelum
penyiraman dan segar kembali saat setelah disiram, berarti frekuensi penyiraman
Anda kurang. Jika tanaman layu saat setelah penyiraman, berarti frekuensi
penyiraman Anda berlebihan. Timer mengatur pompa menyala dalam waktu 5-10 menit
menyesuaikan air hingga mengisi penuh seluruh media. Dan setelah itu timer
mengatur pompa mati hingga frekuensi penyiraman berikutnya.
2. Sterilisasi Media dan Sistem
Setiap selesai panen, media harus
dibersihkan dari sisa-sisa akar dan bagian-bagian tanaman yang tinggal pada
media. Tujuannya supaya sisa-sisa tersebut tidak membusuk dan menjadi bibit
penyakit.
Media tanam yang halus seperti rockwool dan sekam bakar hanya dapat
digunakan sekali pakai karena sterilisasinya merepotkan. Media tanam hydroton,
sirtu, kerikil dapat digunakan berulang-ulang, pembersihannya cukup disiram air
yang dicampur bayclin, takaran sesuai petunjuk pada kemasan, dan memisahkan
sisa-sisa akar dan tumbuhan yang menempel pada media.
3. Jadwal Kuras Tandon dan Isi Ulang
Nutrisi
Untuk pengurasan tandon dan isi
ulang larutan nutrisi sama seperti sistem hidroponik sirkulasi pada umumnya. Air
nutrisi diganti ketika waktu volume penambahan air baku ke larutan nutrisi
telah mencapai 50% dari volume air awal dan ditambah waktu penyusutan air
sisanya. Jadi misal volume awal tandon nutrisi 100 liter, tiap hari berkurang
25 liter. Otomatis Anda juga tiap hari menambahkan 25 liter air baku ke larutan
nutrisi. Dua hari kemudian otomatis Anda telah menambahkan 50 liter air baku,
artinya telah menambahkan 50% total volume awal, ketika itu Anda tidak usah
menambahkan air lagi ke larutan nutrisi. Biarkan hingga habis. Jika setiap hari
hilang 25 liter, maka empat hari kemudian air sisanya habis.Jadi siklus
waktunya kuras tandon dan isi nutrisi baru Anda 2+4 = 6 hari sekali
4. Manajemen Nutrisi
Manajemen nutrisi sama seperti
sistem hidroponik sirkulasi pada umumnya. Jaga pH pada 5,5 - 6,8. TDS dijaga
600-1200 ppm atau EC dijaga 1,5-2 untuk semua tanaman.
DAFTAR
PUSTAKA
_________ 2015.
ebb flow hidroponik. http://taman-berkebun.blogspot.com.
Diakses 20 Mei 2016
_________ 2014.
ebb and flow flood and drain. https://hidroponiksistem.wordpress.com.
Diakses pada 20 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar