I. PEMBAHASAN
A. Kelebihan dan Kelemahan
Teknik Kultur Jaringan
Kelebihan teknik kultur jaringan adalah :
§ Dapat memperbanyak tanaman tertentu yang sangat sulit dan lambat
diperbanyak secara konvensional.
§ Dalam waktu singkat dapat menghasilkan jumlah bibit yang lebih besar.
§ Perbanyakannya tidak membutuhkan tempat yang luas.
§ Dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa mengenal musim.
§ Bibit yang dihasilkan lebih sehat dan dapat memanipulasi genetik dan biaya
pengangkutan bibit lebih murah.
Kelemahan teknik kultur jaringan adalah :
§ Dibutuhkannya biaya yang relatif lebih besar untuk pengadaan laboratorium.
§ Dibutuhkan keahlian khusus untuk mengerjakannya dan tanaman yang dihasilkan
berukuran kecil dengan kondisi aseptik.
§ Terbiasa dilingkungan hidup dengan kelembaban tinggi dan relatif stabil
sehingga perlu perlakuaan khusus setelah aklimatisasi dan perlu penyesuaian
lagi untuk kelingkungan eksternal.
B. Teknik Kultur Jaringan pada Tanaman Kentang
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman
dengan teknik kultur jaringan adalah :
a.
Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
Sebelum melakukan kultur jaringan
pada suatu tanaman kentang, kegiatan yang pertama harus dilakukan adalah memilih
bahan induk yang akan diperbanyak. Tanaman kentang tersebut harus jelas jenis,
spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit.
Tanaman kentang indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan
dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan
dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada
waktu dikulturkan secara in-vitro.
Lingkungan tanaman induk kentang
yang lebih higienis dan bersih dapat meningkatkan kualitas eksplan.
Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi: pemangkasan, pemupukan, dan
penyemprotan dengan pestisida (fungisida, bakterisida, dan insektisida),
sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih sehat dan dan bersih dari
kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi tanaman induk kentang
sebagai sumber eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti memanipulasi
parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh. Manipulasi tersebut bisa
dilakukan dengan mengondisikan tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan
temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti
sitokinin untuk merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan
reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur.
Syarat-syarat eksplan yang baik :
1. Berasal dari induk yang sehat dan subur.
2. Berasal dari induk yang diketahui jenisnya.
3. Tempat tumbuh pada lingkungan yang baik.
4. Ukuran tunas optimal sekitar 5 cm
tingginya ( biasanya ukuran tunas yang bisa dipakai sebagai
eksplan adalah tunas yang berukuran antara 5 – 10 cm),bukan tunas yang baru
tumbuh atau yang sudah kelewat besar.
b.
Inisiasi Kultur
Inisiasi
adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian
tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan pada tanaman
kentang adalah bagian tunas. Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap
ini adalah pembuatan kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta
inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1976) tahap ini mengusahakan kultur yang
aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme maupun
penyakit, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak
diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan
menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya
pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan
(multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976).
Masalah yang sering dihadapi pada kultur
tahap ini adalah terjadinya pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan
(browning). Hal ini disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress
mekanik yang timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari
tanaman induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan
atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.
c.
Sterilisasi
Sterilisasi
adalah suatu kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang
steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril.
Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang
disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang
melakukan kultur jaringan juga harus steril. Tunas hidup di atas tanah sering
banyak tanah yang melekat perlu dibersihkan hal ini karena pada eksplan tunas
khususnya pada kentang mengandung jamur seperti fusarium.
d.
Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul
Multiplikasi
adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media.
Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi
yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan pada kentang. Tabung reaksi yang
telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang
steril dengan suhu kamar. Tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau
bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya
dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap
berikutnya. Pada tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang
terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau merangsang
terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung maupun
melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase
inisiasi, di dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon
dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat (Wetherell, 1976). Hormon yang
digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan
sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ). Kemampuan
memperbanyak diri yang sesungguhnya dari suatu perbanyakan secara in-vitro
terletak pada mudah tidaknya suatu materi ditanam ulang selama multiplikasi
(Wetherell, 1976). Eksplan tanaman kentang dalam kondisi bagus dan tidak
terkontaminasi dari tahap inisiasi kultur dipindahkan atau disubkulturkan ke
media yang mengandung sitokinin. Subkultur dapat dilakukan berulang-ulang kali
sampai jumlah tunas yang kita harapkan, namun subkultur yang terlalu banyak
dapat menurunkan mutu dari tunas yang dihasilkan, seperti terjadinya
penyimpangan genetik (aberasi), menimbulkan suatu gejala ketidak normalan
(vitrifikasi) dan frekuensi terjadinya tanaman off-type sangat besar.
e.
Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar
Pengakaran
adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang
menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan
baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan
perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun
jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna
putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri). Tujuan dari
tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat untuk
dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke
lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya
terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan (Wetherell,
1976). Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke
media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung
sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan
secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih
ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut
dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus
atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran
tunas in-vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran
yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini
tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya.
f.
Aklimatisasi
Dalam
proses perbanyakan tanaman kentang secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi
planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam
produksi bibit secara masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan
ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah plastik, atau screen
house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi.
Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika
pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar
botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus
menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur
jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke
kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi. Tahap ini merupakan tahap
kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit,
dan lapangan sangatlah jauh berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol.
Kondisi di luar botol bekelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan
tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi dalam botol.
Planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa
tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara
mineral dan sumber energi berkecukupan. Disamping itu tanaman kentang tersebut
memperlihatkan beberapa gejala ketidak normalan, seperti bersifat sukulen,
lapisan kutikula tipis, dan jaringan vaskulernya tidak berkembang sempurna,
morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagai mana
mestinya. Strutur mesofil berubah, dan aktifitas fotosintesis sangat rendah.
Dengan karakteristik seperti itu, palanlet atau tunas mikro mudah menjadi layu atau
kering jika dipindahkan ke kondisi eksternl secara tiba-tiba. Karena itu,
planlet atau tunas mikro tersebut diadaptasikan ke kondisi lngkungan yang baru
yang lebih keras. Dengan kata lain planlet atau tunas mikro perlu
diaklimatisasikan.
C.
Manfaat Kultur jaringan pada tanaman
kentang
Pelaksanaan teknik kultur jaringan ternyata dapat memberikan
keuntungan.Manfaat dari kultur
jaringan pada tanaman kentang tersebut yaitu :
a.
Bibit (hasil) yang di dapat berjumlah
banyak dan dalam waktu yang singkat
b.
Sifat identik dengan induk
c.
Dapat diperoleh sifat-sifat yang
dikehendaki
d.
Metabolit sekunder tanaman segera didapat
tanpa perlu menunggu tanaman dewasa
e.
Perbanyakan cepat dari klon
f.
Keseragaman genetik
g.
Kondisi aseptic
h.
Seleksi tanaman
i.
Stok mikro
j.
Lingkungan terkontrol
k.
Konservasi genetik
l.
Teknik kultur jaringan dapat digunakan
untuk menyelamatkan hibrida dari spesies yang tidak kompatible melalui kultur
embrio atau kultur ovule
m.
Tanaman haploid dapat diperoleh melalui
kultur anther
n.
Produksi tanaman sepanjang tahun
o.
Perbanyakan vegetatif untuk spesies yang
sulit diperbanyak secara normal dapat dilakukan melalui kultur jaringan.
D.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan pada kultur jaringan
a.
Bentuk Regenerasi dalam Kultur In Vitro:
pucuk aksilar, pucuk
adventif, embrio somatik, pembentukan
protocorm like bodies, dll.
b.
Eksplan
Merupakan bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal untuk perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah genotipe/varietas, umur eksplan, letak pada cabang, dan seks (jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagi eksplan adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil, endosperm, ovari muda, anther, embrio, dan lain-lain.
Merupakan bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal untuk perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah genotipe/varietas, umur eksplan, letak pada cabang, dan seks (jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagi eksplan adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil, endosperm, ovari muda, anther, embrio, dan lain-lain.
c.
Media Tumbuh
Di dalam media tumbuh
mengandung komposisi garam anorganik, zat pengatur tumbuh, dan bentuk fisik
media. Terdapat 13 komposisi media dalam kultur jaringan, antara lain:
Murashige dan Skoog (MS), Woody Plant Medium (WPM), Knop, Knudson-C, Anderson
dll. Media yang sering digunakan secara luas adalah MS.
d.
Zat Pengatur Tumbuh Tanaman
Faktor yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan ZPT adalah konsentrasi, urutan penggunaan dan
periode masa induksi dalam kultur tertentu. Jenis yang sering digunakan adalah
golongan Auksin seperti Indole Aceti Acid(IAA), Napthalene Acetic Acid (NAA),
2,4-D, CPA dan Indole Acetic Acid (IBA). Golongan Sitokinin seperti Kinetin, Benziladenin
(BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA. Golongan Gibberelin seperti GA3.
Golongan zat penghambat tumbuh seperti Ancymidol, Paclobutrazol, TIBA, dan CCC.
e.
Lingkungan Tumbuh
Lingkungan tumbuh yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman meliputi temperatur, panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan ukuran wadah kultur.
Lingkungan tumbuh yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman meliputi temperatur, panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan ukuran wadah kultur.
II. KESIMPULAN
Kultur jaringan merupakan salah satu
penerapan dari bioteknologi modern yang di gunakan untuk memperbanyak suatu
tanaman dengan cara mengisolasi bagian dari suatu tanaman kemudian
menumbuhkannya dalam kondisi aseptik. Tujuan dari kultur jaringan adalah
untuk menciptakan tanaman baru dalam jumlah yang banyak secara cepat dan dalam
waktu yang singkat serta untuk mendapatkan bibit yang bebas dari hama dan
penyakit.
Salah satu penerapan dari teknik kultur jaringan
adalah pada tanaman kentang. Tanaman kentang di pilih karena tanaman ini bisa
di perbanyak melalui proses kultur jaringan. Salah satu syarat dari kultur
jaringan ini adalah dengan penggunaan eksplan, dengan eksplan yang baik akan di
dapatkan bibit yang baik pula.
DAFTAR PUSTAKA
________.
2012. Kultur Jaringan Tanaman Kentang. http://blog.ub.ac.id. Diakses pada 19
Juni 2015.
Budipramana, S.L., 1991. Kultur Jaringan Tumbuhan, Laboratorium
Biologi. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Surabaya.
Gunawan
LW. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Bogor: Pusat Antar Universitas
Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Hal. 252.
Hariyanto,
1989. Menanam Tunas Kentang secara Kultur Jaringan. Erlangga,
Jakarta.
Kalie,
B.M., 1983. Bertanam Kentang, Sari Pertanian XVI/69/83. Penebar
Swadaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar