Jumat, 17 Juni 2016

Kultur Jaringan Pisang

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Pisang (Musa sp.) merupakan salah satu jenis buah tropika yang mempunyai potensi cukup tinggi untuk dikelola secara intensif dengan berorientasi agribisnis, karena telah menjadi usaha dagang eksport dan import di pasar internasional (Rukmana 1999). Namun demikian produksi pisang cenderung turun dari tahun ke tahun, penurunan produksi tersebut terutama disebabkan oleh serangan hama dan penyakit. Salah satu penyebab turunnya produksi pisang adalah akibat penyakit layu darah yang disebabkan oleh phytotype IV Ralstonia solanacearum (Fegan & Prior 2005). Indonesia merupakan salah satu sentra primer keragaman pisang. Lebih dari 200 kultivar pisang terdapatdi Indonesia. Tingginya keragaman ini, memberikan peluang pada Indonesia untuk dapat memanfaatkan dan memilih kultivar pisang komersial yang dibutuhkan oleh konsumen. Salah satu kendala yang dihadapi dalam usaha budidaya pisang adalah adanya penyakit darah dan layu fusarium(Fegan,M.2005; Pegget a!.,. 1996). Pemeliharaan kandidat somaklon dilakukan secara in vitro dan ex vitro. Pemeliharaansecara in vitro dilakukan dengan melakukan subkultur pada medium MS. Sebelum dilakukan pemeliharaan secara ex vitro, maka planlet diinduksi ketahanannya lebih lanjut dengan menggunakan jasad renik endofitik strain Antl, Ant2 dan Ant3. Untuk memastikan bahwa jasad renik endofitik tersebut telah masuk ke dalam jaringan planlet pisang kepok kuning maka dilakukan pengujian beberapa sampel dengan mengunakan teknik PCR dengan primer 16s. Uji ketahanan bibit pisang kultur jaringan hasil seleksi in vitroterhadap penyakit darah dan layu fusarium dilakukan di rumah kaca. Pada tahap pertama, dilakukan pengujian ketahanan terhadap BOB. RISA dilakukan pada akhir pengamatan bibit tanaman pisang yang telah diuji ketahanannya terhadap penyakit darah di rumah kaca. ISR (intergenic spacer region) antara gen SSU (small-subunit) dan LSU (large-subunit) rRNA diamplifikasi dengan primer S926f dan L189r. Untuk deteksi keberadaan BOB dilakukan dengan PCRdengan primer spesifik untuk BOB yaitu 121F dan 121R.
Kultur jaringan merupakan salah teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman sehingga sifat-sifat unggul yang diperlukan dapat dihasilkan. Untuk mendapatkan tanaman yang lebih baik sifatnya selain melalui teknologi keragaman somaklonal dapat dilakukan dengan seleksi in-vitro (Lestari et al.2006). Metode keragaman somaklonal dan seleksi in-vitro telah diaplikasikan pada berbagai tanaman seperti tanaman pisang.

Tanaman pisang hasil induksi mutasi dengan mutagen kimia secara in-vitro menunjukkan keragaman yang besar (Hwang 1990; Bhagwat & Duncan 1998). Penggunaan mutagen kimia pada kultur in-vitro merupakan teknik yang lebih baik untuk mendapatkan mutan daripada mutagen fisik (Herawati 1999; Roux 2004).
Mutasi pada tanaman juga dapat diamati dengan adanya perubahan bentuk daun. Secara in-vitro perubahan ini dapat dilihat pada planlet yang meliputi warna daun, persentase planlet yang tumbuh,tinggi planlet (Jamaluddin 1995), bentuk daun (Hawa 1996), dan perkembangan tunas dimana tunas sangat sensitif terhadap mutagen kimia (Satyanarana et al, 1980; EPP 1987).
Keberhasilan induksi mutasi pada tiap-tiap jenis tanaman tergantung pada jenis mutagen, konsentrsi mutagen, lama perlakuan dan organ tanaman yang diperlakukan.
Pada makalah ini, dibahas variasi somaklonal pada tanaman pisang secara in vitro. Tanaman hasil regenerasi jaringan pada kultur in vitro kemungkinan akan mempunyai fenotipe yang toleran terhadap kondisi seleksi. Seleksi in vitro lebih efisien karena kondisi seleksi dapat dibuat homogen, tempat yang dibutuhkan relatif sedikit, dan efektivitas seleksi tinggi. Oleh karena itu, kombinasi antara induksi variasi somaklonal dan seleksi in vitro merupakan alternatif teknologi yang efektif dalam menghasilkan individu dengan karakter yang spesifik (Kadir 2007). Penggunaan teknik in vitro akan menghasilkan populasi sel varian melalui seleksi pada media yang sesuai. Intensitas seleksi dapat diperkuat dan dibuat lebih homogen. Populasi jaringan atau sel tanaman dapat diseleksi dalam media seleksi sehingga akan meningkatkan frekuensi varian dengan sifat yang diinginkan (Specht dan Greaf 1996; Biswas et al. 2002).
Variasi somaklonal secara in vitro me-rupakan salah satu metode pemulia-an yag paling menjanjikan untuk menghasilkan varietas baru yang tahan terhadap cekaman lingkungan sambil menunggu metode pemuliaan in vitro lain seperti fusi protoplasma dan rekombinasi DNA yang masih dalam tahap awal. Penerapan teknik ini diarahkan untuk mempercepat pencapaian tujuan pemuliaan ter-utama pada tanaman yang diper-banyak secara vegetatif. Hal ini disebabkan karena teknik ini dapat menghasilkan sejumlah besar tanam-an dari sejumlah kecil jaringan awal serta dapat menyeleksi klon yang bebas virus dan penyakit lainnya. Variasi soma-klonal secara in vitro dapat menim-bulkan perubahan genetik yang mem-pengaruhi sifat morfologis, biokimia dan sifat agronomik sebagai bahan seleksi dalam penyaringan keturunan somaklon.  Dalam kultur in vitro peranan kalus sangatlah penting. Pentingnya kalus dalam kultur in vitro karena dapat disub kultur dan dipelihara dalam waktu yang tidak terbatas, dengan perlakuan khusus dapat di-kembangkan menjadi kultur suspensi dan dapat diinduksi menjadi planlet. Seleksi terhadap variasi somaklonal tersebut dilakukan dengan pemberian tekanan seleksi pada sel-sel tetua untuk menjaring sel-sel yang tahan dan tetap mampu beregenerasi. Keragaman genetik yang tinggi merupakan salah satu faktor penting untuk merakit varietas unggul baru. Peningkatan keragaman genetik dapat dilakukan dengan memanfaatkan plasma nutfah yang tersedia di alam dan dapat pula dengan melakukan persilangan.  Sifat-sifat tertentu sering tidak ditemukan pada sumber gen yang ada sehingga teknologi lainnya perlu diterapkan.  Salah satu teknologi pilihan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman adalah melalui teknologi kultur  in vitro. Kultur  in vitro biasanya merupakan sumber terkaya dalam  memproduksi variasi genetik. Dalam beberapa publikasi penggunaan regeneran dinamakan sesuai dengan Hak Cipta © 2006, BB-Biogen asal regenerasi tanaman baru tersebut. Misalnya tanaman yang berasal dari kalus disebut  calliclones (Skirvin dan Janik 1976), sedang tanaman yang berasal dari protoplas disebut  protoclones (Shepard  et al. 1980). Larkin dan Scowcroft (1981) menghasilkan berbagai variasi somaklonal yang tersebar secara luas dan disebutkan bahwa tanaman yang berasal dari berbagai bentuk kultur sel disebut somaclones dan variasi genetik yang terjadi termasuk variasi/keragaman somaklonal. Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik yang dihasilkan melalui kultur jaringan (Larkin dan Scowcroft 1981; Scowcroft et al. 1985). Menurut Wattimena (1992) keragaman somaklonal berasal dari keragaman genetik eksplan dan keragaman genetik yang terjadi di dalam kultur jaringan. Keragaman pada eksplan disebabkan adanya sel-sel bermutasi maupun adanya polisomik dari jaringan tertentu. Keragaman genetik yang terjadi di dalam kultur jaringan disebabkan oleh penggandaan jumlah kromosom (fusi endomitosis), perubahan struktur kromosom (pindah silang), perubahan gen dan sitoplasma (Evans dan Sharp 1986; Ahlowalia 1986). Dengan demikian, dari kultur jaringan dapat diseleksi genotipe yang berguna bagi pemuliaan tanaman. Keragaman genetik dapat dicapai antara lain melalui fase tak berdiferensiasi yang relatif panjang (Wattimena 1992). Daud (1996) menyatakan bahwa mutasi spontan yang terjadi pada sel somatik berkisar antara 0,2-3%. Keragaman tersebut dapat ditingkatkan dengan pemberian mutagen baik fisik maupun kimiawi. Salah satu metode keragaman somaklonal yang banyak dimanfaatkan adalah seleksi  in vitro. Metode tersebut lebih efektif dan efisien karena perubahan lebih diarahkan pada perubahan sifat yang diharapkan. Perubahan sifat genetik pada sel somatik yang dikulturkan sering membentuk tanaman mutan baru walaupun tanpa diberi perlakuan mutagen (Linaceru dan Vazquez 1992; Starys 1992). Perubahan sifat genetik tersebut akan meningkat apabila ke dalam media diberikan komponen organik tertentu yang dapat memunculkan variasi genetik. Untuk ketahanan terhadap faktor biotik dan abiotik, ke dalam media diberikan komponen seleksi. Untuk ketahanan terhadap kekeringan, diberikan PEG (Short et al. 1987; Adkins et al. Jurnal AgroBiogen 2(2):81-88  JURNAL AGROBIOGEN VOL 2, NO. 2


1.2. Tujuan
         Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui variasi somaklonal pada tanaman pisang secara in-vitro. Collin dan Edwards (1998) melaporkan bahwa pada tahap awal variasi somaklonal dapat memberikan suatu kontribusi yang nyata pada pemuliaan tanaman. Regene-rasi selanjutnya selalu menunjukkan variasi yang luas dalam morfologi tetapi sebagian besar akan hilang pada biji pertama yang dihasilkan. Walaupun variasi tidak mempengaruhi semua sifat dan tidak selalu menguntungkan di dalam pertanian, tetapi dengan seleksi kemungkinan dapat diperoleh nomor-nomor yang berguna dari sumber variasi tersebut. Misalnya peningkatan ketahanan terhadap herbisida klorosulfuran pada tanaman jagung, kenaikan toleransi terhadap imidazilinone pada jagung, ketahanan terhadap  Helminthosporium sativum pada gandum dan barley, toleransi terhadap garam pada rami, juga peningkatan terhadap pembekuan, kualitas butir dan kandungan protein pada gandum, serta peningkatan ukuran biji dengan kandungan protein yang tinggi pada padi.  Setelah ditetapkannya kerja sama antara  Food and Agriculture Organization (FAO) dan  International Atomic Energy Agency (IAEA) mengenai teknik nuklir di bidang pertanian, lebih dari 1800 kultivar telah dihasilkan baik sebagai mutan langsung maupun mutan yang berasal dari persilangan setelah kultivar tersebut satu peragaan disebarkan di 50 negara. Menurut FAO/ IAEA database, 465 mutan disebarluaskan melalui tanaman yang diperbanyak secara vegetatif, terutama tanaman florikultura dan beberapa tanaman buah-buahan, termasuk krisan,  Alstroemeria,  dahlia, bougenvil, mawar,  Achimenes,  begonia, anyelir, Streptocarpus, dan Azalea. Radiasi pada kultur  in vitro dilakukan pada palem, apel, ubi jalar, kentang, dan nenas. Radiasi juga dilakukan pada tanaman yang diperbanyak secara mikropropagasi, yaitu pada tunas axilar dan tunas adventif, meristem apikal, kultur kalus regeneratif, antera, dan mikrospora, serta embrio somatik (Ahlowalia dan Maluszynski 2001). Walaupun telah banyak hasil pemanfaatan variasi somaklonal secara kultur  in vitro pada pemuliaan tanaman, penelitian konvensional masih dilakukan dengan kemajuan yang nyata pada tanaman-tanaman penting. Beberapa contoh hasil pemanfaatan variasi somaklonal sebagai tanaman unggul baru di antaranya:
1.  Mawar mini (Rosa hibrida L.)
Mawar yang banyak ditanam di Indonesia umumnya merupakan hasil introduksi. Untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman tersebut maka dilakukan keragaman somaklonal kombinasi radiasi sinar gamma 0-12 krad pada mata tunas  in vitro (Handayani et al. 2002). Setelah regenerasi, mata tunas in vitro tersebut diisolasi dari biakan yang telah mengalami periode kultur yang lama (+24 bulan). Perubahan sifat genetik yang diekspresikan pada perubahan kelopak dan warna bunga dapat dilihat mulai dari biakan dalam botol. Setelah diaklimatisasi dan diperbanyak secara konvensional, perubahan warna tetap dipertahankan (Tabel 2006 HUTAMI ET AL.: Peningkatan Keragaman Genetik Tanaman  831). Terjadinya perubahan pada kelopak dan warna bunga dapat terjadi karena adanya mutasi pada kumpulan sel somatik dan dapat terekspresi pada sel meristem dan akan membentuk suatu sektor yang stabil (Boertjes dan Van Harten 1978). Menurut Ismachin (1988), perubahan warna bunga dapat bersifat khimera atau perubahan seluruhnya. Pada Tabel 1 terlihat bahwa di samping terjadi perubahan warna bunga terlihat pula adanya perubahan jumlah kelopak bunga. Dengan demikian, keragaman genetik yang ditimbulkan karena keragaman somaklonal pada mawar mini terekspresi pada warna dan struktur bunga. Perubahan tersebut bersifat stabil sampai tanaman ditumbuhkan di rumah kaca dan diperbanyak secara vegetatif berulang kali.
2.  Panili (Vanilla planifolia)
Panili merupakan salah satu tanaman industri yang potensial untuk dikembangkan. Masalah utama dalam pengembangannya adalah serangan patogen Fusarium oxysporum. Kerusakan yang diakibatkan penyakit ini dapat mencapai 80% dari pertanaman (Balittro 1994) dengan kerugian yang ditimbulkannya diperkirakan sebesar 32 miliar rupiah setiap tahunnya. Untuk mendapatkan genotipe baru yang tahan penyakit telah dilakukan seleksi  in vitro dengan komponen seleksi berupa toksin murni asam fusarat dan filtrat. Bahan tanaman yang diseleksi berupa struktur globular ukuran +1 mm. Tunas hasil seleksi dengan filtrat (0-50%) diseleksi kembali dengan asam fusarat (FA) (0-75 ppm). Demikian pula sebaliknya selalu diseleksi silang. Seleksi silang dilakukan pada biakan yang telah diseleksi dengan komponen FA maupun filtrat dan berhasil diregenerasi membentuk tunas (Kosmiatin et al. 2000). Setelah biakan diseleksi dengan filtrat (ekstrak) dan FA selanjutnya dilakukan aklimatisasi di rumah kaca dan diuji ketahanannya terhadap F. oxysporum.

BAB II
LANDASAN TEORI

Variasi somaklonal pertama kali dikemukakan oleh Larkin dan Scowcroft (1981) dalam Kadir (2007), yang didefinisikan sebagai keragaman genetik dari tanaman yang dihasilkan melalui kultur sel, baik sel somatik seperti sel daun, akar, dan batang, maupun sel gamet. Skirvin et al. (1993) mendefinisikan variasi somaklonal sebagai keragaman genetik tanaman yang dihasilkan melalui kultur jaringan. Variasi tersebut dapat berasal dari keragaman genetik eksplan yang digunakan atau yang terjadi dalam kultur jaringan.
Variasi somaklonal yang terjadi dalam kultur jaringan merupakan hasil kumulatif dari mutasi genetik pada eksplan dan yang diinduksi pada kondisi in vitro. Variasi somaklonal merupakan perubahan genetic yang bukan disebabkan oleh segregasi atau rekombinasi gen, seperti yang biasa terjadi akibat proses persilangan. Thrope (1990) menggunakan istilah pre-existing cellular genetic, yaitu keragaman yang diinduksi oleh kultur jaringan. Keragaman ini dapat muncul akibat penggandaan dalam kromosom (fusi, endomitosis), perubahan jumlah kromosom (tagging dan nondisjunction), perubahan struktur kromosom, perubahan gen, dan perubahan sitoplasma (Kumar dan Mathur 2004). Variasi somaklonal dapat dikelompokkan menjadi keragaman yang diwariskan (heritable), yaitu yang dikendalikan secara genetik, dan keragaman yang tidak diwariskan, yakni yang dikendalikan secara epigenetik. Keragaman somaklonal yang dikendalikan secara genetik biasanya bersifat stabil dan dapat diturunkan secara seksual ke generasi selanjutnya. Keragaman epigenetik biasanya akan hilang bila diturunkan secara seksual (Skirvin et al. 1993). Pemuliaan tanaman melalui kultur jaringan bermanfaat dalam merangsang keragaman genetik dan mempertahankan kestabilan genetik. Wattimena dan Mattjik (1992) menyatakan, keragaman genetic pada kultur jaringan dapat dicapai melalui fase tak berdiferensiasi (fase kalus dan sel bebas) yang relatif lebih panjang. Untuk mendapatkan kestabilan genetik pada teknik kultur jaringan, dapat dilakukan dengan cara menginduksi sesingkat mungkin fase pertumbuhan tak berdiferensiasi. Melalui teknik ini, telah dihasilkan somaklon baru yang tahan lahan masam pada kedelai (Mariska et al.  2004), juga pada kentang dan tomat (Starvarek dan Rains 1984) serta sorgum (Smith et al. 1983).  Menurut Ahlowalia dan Maluszynski (2001) penggunakan radiasi seperti sinar X, Gamma, dan neutrons serta mutagen kimiawi untuk menginduksi variasi pada tanaman telah banyak dilakukan. Induksi mutasi telah digunakan untuk peningkatan variasi tanaman penting seperti gandum, padi, barley, kapas, kacang tanah, dan kacang-kacangan lainnya yang diperbanyak melalui biji. Seleksi  in vitro telah banyak dimanfaatkan untuk ketahanan terhadap faktor biotik seperti patogen. Toksin murni dan filtrat umumnya digunakan untuk komponen seleksi. Apabila toksin tidak diketahui atau kurang efektif maka filtrat dapat digunakan dan di samping itu, harganya lebih murah. Penggunaan filtrat atau toksin untuk ketahanan terhadap penyakit telah dilakukan pada tanaman persik, pir (Nagatomi 1996), tomat (Toyoda et al. 1984) dan Vitis vinivera (Jayasankar et al.  1998). Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya korelasi antara sel somatik yang sensitif terhadap filtrat atau toksin dengan tanaman (hasil regenerasi) yang tahan penyakit. Di samping itu, sifat tahan penyakit yang ditimbulkan karena keragaman somaklonal diwariskan pada turunannya.  Muller  et al. (1990) juga mengatakan bahwa variasi somaklonal pada tanaman yang dihasilkan dari kultur jaringan dapat digunakan untuk meregenerasikan kultivar baru. Dua tipe umum pada variasi ploidi, yaitu poliploidi dan aneuploidi sering ditemukan pada kultur jaringan sel (Roy 1990). Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan spektrum variasi somaklonal, zat pengatur tumbuh memegang peranan penting  dalam induksi beberapa perubahan di dalam kromosom (Nair dan Seo 1995 dalam Do et al. 1999).Dengan terbuktinya bahwa keragaman somaklonal dapat membentuk variasi baru maka metode tersebut diaplikasikan pada tanaman hortikultura, pangan, dan industri. 
Variasi somaklonal dalam kultur jaringan terjadi akibat penggunaan zat pengatur tumbuh dan tingkat konsentrasinya, lama fase pertumbuhan kalus, tipe kultur yang digunakan (sel, protoplasma, kalus jaringan), serta digunakan atau tidaknya media seleksi dalam kultur in vitro (Skirvin et al. 1993; Jain 2001). Beberapa sifat tanaman dapat berubah akibat variasi somaklonal, namun sifat lainnya tetap menyerupai induknya. Dengan demikian, variasi somaklonal sangat memungkinkan untuk mengubah satu atau beberapa sifat yang diinginkan dengan tetap mempertahankan karakter unggul lainnya yang sudah dimiliki oleh tanaman induk. Mattjik (2005) menyatakan, dalam perbanyakan secara in vitro, yang terjadi adalah mutasi somatik. Sel yang bermutasi saat membelah akan membentuk sekumpulan sel yang berbeda dengan sel asalnya. Tanaman yang berasal dari sel-sel yang bermutasi akan membentuk tanaman yang mungkin merupakan klon baru yang berbeda dengan induknya. 
Perbaikan tanaman melalui variasi somaklonal telah banyak dilakukan, antara lain untuk sifat ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik. Cara tersebut bermanfaat bila dapat menambah komponen keragaman genetik yang tidak ditemukan di alam serta mengubah sifat dari kultivar yang ada menjadi lebih baik, terutama untuk tanaman yang diperbanyak secara vegetatif atau menyerbuk sendiri (Ahloowalia 1990).
Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik yang terjadi pada sel-sel somatik karena adanya keragaman kromosom. Oleh karena itu keragaman genetik bisa terjadi pada tingkat sel, protoplasma, kalus, jaringan dan morfologi tanaman yang telah mengalami regenerasi. Keragaman disebabkan karena adanya perubahan jumlah dan struktur kromosom. Stabilitas genetik dalam perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan perlu dipertahankan, oleh karena itu perubahan genetik sangat dihindarkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan genetik yang sering terjadi dalam kultur sel atau jaringan disebabkan antara lain adanya poliploidi, aneuploidi, kerusakan kromosom,delesi, translokasi, amplifikasi gen dan mutasi. Keragaman genetik dalam kultur jaringan diekspresikan dalam bentuk variasi sifat-sifat pada tanaman yang beregenerasi yang kemudian dapat diturunkan baik melalui perbanyakan secara seksual maupun vegetatif.
Keragaman genetik terjadi pada sel-sel yang dikulturkan, tanaman yang berasal dari sel-sel tersebut disebut variasi somaklonal. Terminologi lain adalah variasi atau keragaman gametoklonal yang mengacu pada keragaman yang terjadi pada polen tanaman, tetapi istilah ini jarang dipakai. Secara umum, istilah keragaman somaklonal digunakan untuk keragaman genetik yang terjadi pada semua jenis sel atau tanaman yang berasal dari sel-sel yang dikulturkan secara in vitro. Keragaman tanaman hasil kultur jaringan atau sel menunjukkan sifat kualitatif maupun kuantitatif yang dapat diturunkan.
Keragaman somaklonal yang terjadi pada biakan in vitro bisa diakibatkan karena sel somatik membelah secara tidak sempurna baik karena suhu yang tinggi, genotipe, atau perlakuan zat kimia yan menyebabkan replikasi kromosom tidak berjalan sempurna. Pada kultur jaringan sering terjadi bila jaringan yang dikulturkan mengalami pembelahan sel yang sangat intensif dan membentuk kalus. Keragaman sel-sel somatik tersebut dapat dimanfaatkan untuk diseleksi sifat-sifat unggulnya.
Variasi pada tingkat kromosom akan menyebabkan perubahan fenotipe tanaman baik yang bersifat permanen maupun tidak permanen. Upaya meningkatkan variasi sel somatik melalui kultur sel atau kalus banyak dilakukan untuk mendapatkan galur-galur mutan secara cepat. Galur-galur mutan tersebut antara lain ditujukan untuk: (i) mendapatkan tanaman yang mampu tumbuh pada cekaman lingkungan seperti kadar Al tinggi, kadar garam yang tinggi, kekeringan dll.(ii) mendapatkan tanaman yang resisten terhadap hama, penyakit dan herbisida, (iii) memproduksi senyawa kimia tertentu (asam amino, metabolit sekunder) dalam jumlah yang tinggi.
Berbagai cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan keragaman pada sel somatik antara lain dengan induksi mutasi menggunakan radiasi atau bahan kimia mutagen. Radiasi dapat menggunakan radiasi sinar UV, sinar X-ray, atau sinar gamma. Radiasi dari sinar radioaktif dapat menyebabkan mjtasi pada tingkat kromosom ataupun DNA. Pengaruh radiasi terhadap mutasi tergantung pada tipe radiasi, pengaruh lingkungan sel sebelum dan sesudah radiasi, dan fase pertumbuhan tanaman yang diradiasi.
Radiasi jaringan menghasilkan mutasi hanya pada bagian tertentu dari jaringan yang dapat mengakibatkan terbentuknya khimera. Penggunaan mutagen kimia untuk mendapatkan keragaman genetik pada sel somatik akan menyebabkan mutasi pada tingkat DNA. Mutasi ini dapat mengubah struktur asam amino tertentu, menyebabkan penggandaan kromosom atau menginaktifkan DNA. Mutagen kimia yang banyak digunakan untuk induksi mutasi adalah:Ethyl metane sulfonate (EMS), methyl metane sulfonaate (MMS), Chloro choline chlorida, 5-bromourasil, dan 5-bromodeoxyuridine.



BAB III
METODE PELAKSANAAN

Penulisan makalah ini kami rumuskan melalui metode Studi Pustaka, yaitu dengan mengumpulkan data-data dan informasi yang berasal dari jurnal hasil penelitian yang berkaitan dengan rekayasa somaklonal atau gametoklonal. 2. Tahapan Kultur Jaringan
a. Pembuatan Media
Merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.  Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.  Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca.  Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf  pada suhu 121º C selama 45 menit.
b. Sterilisasi eksplant Inisiasi kultur (Culture Estabilishment)
Sterilisasi eksplan merupakan bagian yang paling sulit dalam proses produksi bibit melalui kultur jaringan. Sterilisasi biasanya dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama-tama eksplan dicuci dengan deterjen atau bahan pencuci lain, selanjutnya direndam dalam bahan-bahan sterilan baik yang bersifat sistemik atau desinfektan. Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk sterilisasi antara lain clorox, kaporit atau sublimat. Sebagai contoh, sterilisasi eksplan tanaman dapat dilakukan sebagai berikut: tunas yang akan digunakan sebagai eksplan dicuci dengan deterjen sampai betul-betul bersih. Setelah itu, tunas diambil dan direndam berturut-turut dalam benlate (0,5%) selama 5 menit, alkohol (70%) selama 5 menit, clorox (20%) selama 20 menit, dan HgCl2 (0,2%) selama 5 menit. Akhirnya eksplan dibilas dengan aquades steril (3-5 kali) sampai larutan bahan kimia hilang. Apabila kontaminan tetap ada maka konsentrasi dan lamanya perendaman sterilan dapat ditingkatkan. Bahan yang digunakan serta metode sterilisasi biasanya berbeda untuk setiap bahan tanaman, sehingga bahan dan cara tersebut belum tentu berhasil apabila diaplikasikan pada bahan yang berbeda serta waktu yang berlainan. Dengan demikian, setiap pekerjaan kultur jaringan, cara sterilisasi eksplan harus dicoba beberapa kali.c. Penumbuhan eksplant dalam media cocok. Setelah disterilkan eksplan ditumbuhkan dalam media kultur. Media yang banyak digunakan sampai saat ini adalah media MS. Untuk mengarahkan biakan pada organogenesis yang diinginkan, ke dalam media ditambahkan zat pengatur tumbuh.

d. Multipliksi atau perbanyakan planlet
Proses penggandaan tanaman dimana tanaman dipotong-potong pada bagian tertentu menjadi ukuran yang lebih kecil kemudian ditanam kembali kemedia agar yang telah disiapkan. Proses ini dilakukan secar berulang setiap tanggal waktu tertentu. Pada setiap siklusnya tanaman dipotong dan menghasilkan perbanyakan dengan tingkat RM (Rate Of Multiplication) tertentu yang berbeda-beda untuk setiap tanaman. Kemampuan multiplikasi akan meningkat apabila biakan disubkultur berulang kali. Namun perlu diperhatikan, walaupun subkultur dapat meningkatkan factor multiplikasi dapat juga meningkatkan terjadinya mutasi. Untuk itu, biakan perlu diistirahatkan pada media MS0, yaitu tanpa zat pengatur tumbuh. Banyaknya bibit yang dihasilkan oleh suatu laboratorium tergantung kemampuan multiplikasi tunas pada setiap periode tertentu. Semakin tinggi kemampuan kelipatan tunasnya maka semakin banyak dan semakin cepat bibit dapat dihasilkan.

e. Pemanjangan tunas, induksi dan perkembangan akar.
Merupakan proses induksi (perangsangan) bagi sistem  perakaran tanaman. Hasil dari proses ini adalah tanaman dari kondisi sempurnah. Tahapan ini tidak berlaku untuk semua jenis tanaman. Pengakaran adalah fase dimana planlet akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang mana biasanya hanya berupa penambahan zat pemacu pertumbuhan dari golongan auxin. Dalam fase ini biasanya tunas ditanam dalam media yang mengandung zat pengatur tumbuh (IAA, IBA atau NAA). Perakaran umumnya dilakukan pada tahap akhir dalam suatu periode perbanyakan kultur jaringan, yaitu apabila jumlah tunas in vitro sudah tersedia sesuai dengan jumlah bibit yang akan diproduksi.f. Aklimatisasi planlet kelingkungan luar Aklimatisasi adalah proses penyesuaian planlet dari kondisi mikro dalam botol (heterotrof) ke kondisi lingkungan luar (autotrof). Planlet yang dipelihara dalam keadaan steril dalam lingkungan (suhu dan kelembaban) optimal, sangat rentan terhadap lingkungan luar (lapang). Planlet yang tumbuh dalam kultur di laboratorium memiliki karakteristik daun yang berbeda dengan planlet yang tumbuh di lapang. Daun dari planlet pada umumnya memiliki stomata yang lebih terbuka, jumlah stomata tiap satuan luas lebih banyak, dan sering tidak memiliki lapisan lilin pada permukaannya. Dengan demikian, planlet sangat rentan terhadap kelembaban rendah. Mengingat sifat-sifat tersebut, sebelum ditanam di lapang, planlet memerlukan aklimatisasi. Aklimatisasi dapat dilakukan di rumah kaca atau pesemaian, baik di rumah kaca atau pesemaian. Dalam aklimatisasi, lingkungan tumbuh (terutama kelembaban) berangsur-angsur disesuaikan dengan kondisi lapang. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Tahapan penanaman :
Inisiasi Tunas
Tunas yang sudah siap tanam dimasukkan ke dalam medium P1 ( medium inisiasi tunas )
Eksplan dalam medium inisiasi tunas Inkubasikan selama 2 minggu sampai terlihat warna kehijauan di eksplannya.Kupas lagi eksplannya dengan cara aseptis sampai berukuran ½ nya. Tanam kembali sampai terlihat hijau lagi dan itu artinya eksplan hidup.Eksplan berubah warna menjadi kehijauanBelah eksplan menjadi dua bagian dan kemudian diletakkan titik tumbuhnya menempel pada medium. Tunggu sampai muncul tunas kecil dan berwarna putih seukuran 2 – 3 mm.Sebagai catatan proses terjadinya multiplikasi tunas yang pertama biasanya terjadi antara minggu ke 8 – 12. Dan setelah terjadi multiplikasi tunas ini baru bisa dilakukan subkultur.
Perbanyakan tunas
Tunas yang tumbuh dipotong dan dipindahkan ( disubkultur ) ke medium P1 ( medium inisiasi tunas ) lagi dengan hati-hati, jangan sampai rusak.Tunas yang sudah tumbuh banyak harus sering dipecah dan dipindahkan ( disubkultur ) ke medium P1 ( medium inisiasi tunas ) lagi.Tunas yang cukup besar, besarnya seragam dan mulai mengalami differensiasi organ lain yaitu daun dipindahkan ( disubkulturkan ) ke P2 ( medium perbanyakan tunas ), satu atau dua kali sesuai kebutuhan. Tunas kecil dipindahkan ( disubkultur ) ke medium P1 lagi.
Perakaran
Tanaman kecil ( planlet ) dalam P2 ( medium perbanyakan tunas ) dipilih yang seragam kemudian dipindahkan ( disubkultur ) medium P3 ( medium perakaran ) untuk bisa melakukan proses perakaran. Bila planlet sudah berdaun 4 – 5 helai daun berarti sudah siap keluar untuk dilakukan aklimatisasi.
Catatan :
Dalam proses subkultur pada medium yang sama dapat dilakukan sampai 6 kali subkultur, baru kemudian bisa dipindahkan untuk diakarkan pada medium P3 ( medium perakaraan ). Dan seluruh proses subkultur dari awal sampai akhir ada baiknya jangan sampai melebihi 10 kali subkultur karena akan mengurangi kualitas planlet yang dihasilkan.
Aklimatisasi
Aklimatisasi dapat dilakukan secara majemuk pada bedengan di bawah tempat yang teduh atau secara tunggal pada gelas bekas aqua yang diisi tanah subur ditambahkan pasir dengan perbandingan 1 : 1 . Pada saat aklimatisasi ini umumnya 2 minggu dengan sungkup dan 4 minggu tanpa sungkup. Dan pada saat itu planlet sudah mencapai tinggi 20 – 25 cm.
Selanjutnya bibit siap ditumbuhkan dalam polibag.
Nursery
Tanaman perlu ditumbuhkan di nursery sampai mencapai tinggi 50 – 60 cm kemudian dipindahkan ke lapangan. Pisang hasil kultur yang siap ditanam di lapang
Prinsip dasar Kultur Jaringan yaitu :
a. Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut (Setiap sel berasal dari satu sel).
b. Teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), artinya setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap. Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak.karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan – jaringan hidup.
Sedangkan Tahap-tahap pada kultur jaringan tanaman yaitu :
a. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
b. Inisiasi Kultur
c. Sentrilisasi
d. Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul
e. Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar
f. Aklimatisasi

AKTIVITAS PENELITIAN
1. Perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan (in-vitro) Perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan memeiliki beberapa keuntungan, yaitu diperolehnya bibit yang seragam dalam jumlah besar. Teknik ini sangat bermanfaat untuk tanaman-tanaman yang diperbanyak secara vegatatif. Adapun tanaman yang telah berhasil diperbanyak antara lain tanaman hias (misal: anggrek dan mawar), tanaman obat (misal: purwoceng dan bidara upas), tanaman berkayu (misal: jati dan cendana), serta tanaman buah-buahan (misal: pisang dan manggis).

2. Perbaikan tanaman melalui variasi somaklonal Perbaikan tanaman melalui variasi somaklonal dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui kultur jaringan dan radiasi. Variasi somaklonal melalui kultur jaringan umumnya terjadi pada kultur kalus akibat pengaruh media kultur, sedangkan variasi somaklonal melalui radiasi dapat dilakukan secara fisik dengan menggunakan sinar gamma atau secara kimiawi. Perbaikan tanaman melalui variasi somaklonal yang dilakukan di kelti BSJ menggabungkan kedua metode tersebut. Untuk mengarahkan keragaman yang timbul akibat pengaruh radiasi, setelah diaradiasi, eksplan ditanam dalam media kultur yang mengandung agen seleksi (seleksi in vitro). Teknik ini telah menghasilkan beberapa nomor tanaman potensial, seperti nilam dengan kadar minyak lebih tinggi, padi dan kedelai tahan alumunium, padi tahan kekeringan, dan pisang tahan layu Fusarium (masih dalam pengujian).

3. Penyimpanan tanaman secara kultur jaringan Indonesia memiliki kekayaan plasma nutfah yang besar yang perlu dilestarikan. Pelestarian di alam secara konvensional menghadapi kedala hilangnya tanaman tersebut akibat kondisi lingkungan. Penyimpanan secara kultur jaringan memberikan alternatif pemecahan kendala tersebut, terutama untuk tanaman yang diperbanyak secara vegetatif. Penyimpanan secara kultur jaringan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pertumbuhan minimal (minimal growth) dan kriopreservasi. Adapun penelitian penyimpanan secara kultur jaringan telah dilakukan di keti BSJ terhadap tanaman ubi-ubian, sepeti ubi kayu, gembili, dan yam. Perkembangan Teknologi Perbanyakan Tanaman melalui Kultur Jaringan di BB-Biogen. Pada saat ini pemerintah sedang menggalakkan komoditi non-migas, diantaranya untuk sektor pertanian pengembangan agribisnis yang dapat meningkatkan perolehan devisa negara. Salah satu dampak dalam peningkatan ekspor komoditi pertanian adalah kebutuhan bibit yang semakin meningkat pula. Bibit dari suatu varietas unggul yang dihasilkan pemulia tanaman jumlahnya sangat terbatas, sedang bibit tanaman yang dibutuhkan jumlahnya sangat banyak. Di negara maju produksi bibit merupakan suatu usaha agribisnis yang potensial. Penyediaan bibit yang berkualitas baik merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa mendatang. Pengadaan bibit pada suatu tanaman yang akan dieksploitasi secara besar-besaran dalam waktu yang cepat akan sulit dicapai dengan perbanyakan melalui teknik konvensional. Salah satu teknologi harapan yang banyak dibicarakan dan telah terbukti memberikan keberhasilan adalah melalui teknik kultur jaringan. Teknologi tersebut telah banyak digunakan untuk pengadaan bibit terutama pada berbagai tanaman hortikultura. Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan karena faktor perbanyakannya yang tinggi. Bibit dari varietas unggul yang mampu bersaing di pasaran internasional yang jumlahnya sangat sedikit dapat segera dikembangkan melalui kultur jaringan. Menyadari pentingnya peranan kultur jaringan dalam menunjang program pengembangan pertanian maka BB-Biogen telah lama memanfaatkan teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan tanaman.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

            Berdasarkan studi pustaka yang kami lakukan dari jurnal “Perubahan  Bentuk Planlet Pisang Raja Sereh Hasil Mutasi dengan Ethyl Methane Sulphonate (EMS)  Secara In Vitro”, dapat disimpulkan bahwa data-data yang menunjukkan perubahan bentuk morfologi planlet pisang raja sereh hasil mutasi dengan EMS secara in vitro didapatkan 4 variasi morfologi. Karakter morfologi yang paling tinggi adalah waktu muncul tunas yaitu 7,54 dengan koefisien keragaman 84,33 %. Perlakuan dengan mutagen EMS secara In Vitro juga menimbulkan waktu yang bervariasi pada munculnya daun pertama pada setiap planlet.
            Untuk jurnal “Induksi Keragaman Somaklonal dengan Iradiasi Sinar Gamma dan Seleksi In Vitro Kalus Pisang RajabuluMenggunaka Asam Fusarat serta Regenerasi dan Aklimatisasi Planlet”, dapat disimpulkan bahwa media terbaik untuk induksi kalus pada pisang rajabulu adalah media MS + 2,4 – D 5 mg/L + BA 0,5 mg/L + cain hidrolisat 500 mg/L. iradiasi dengan dosis 10 Gy menghasilkan tunas yang mampu berproliferasi pada media seleksi asam fusarat 30 dan 45 mg/L. Media dasar MS + kinetin 5 mg/L + IAA 0,2 mg/L dapat memacu pemanjangan tunas dari kalus hasil seleksi In Vitro dan menghasilkan planlet.



Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan diaplikasikan terutama pada tanaman-tanaman yang sulit dikembangbiakan secara generatif, akan dieksploitasi secara besar-besaran (seperti lada, jahe, pisang, jati, kapolaga, panili, abaka, berbagai tanaman obat dan tanaman hortikultura, pada tanaman tahunan penyerbuk silang, (seperti jambu mente, cengkeh, melinjo, asam dan kapuk), pada berbagai tanaman tahunan seperti tanaman kehutanan (jati, cendana) dan tanaman buah-buahan. Pada tanaman-tanaman tersebut perbanyakan melalui kultur jaringan, bila berhasil dapat lebih menguntungkan karena sifatnya akan sama dengan induknya, seragam, dalam waktu yang singkat bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dan bebas penyakit.
    Bioteknologi pertanian dapat berperan besar dalam agroindustri baik di sektor hulu maupun hilir. Ditinjau dari ruang lingkup peran kultur jaringan dalam menunjang agroindustri adalah penyediaan bibit yang bermutu dan penciptaan kultivar unggul. Di negara-negara maju, produksi bibit dan penciptaan varietas unggul dilakukan oleh industri benih, sehingga industri ini dapat dianggap sebagai industri hulu yang mendukung agroindustri. Produksi bibit melalui kultur jaringan akan menguntungkan untuk diusahakan secara komersial pada tanaman-tanaman yang sulit diperbanyak secara generatif, bibit diperlukan dalam jumlah yang banyak atau tanaman yang berumah dua. Perbanyakan melalui teknologi tersebut dapat memberikan keuntungan antara lain bibit dapat diproduksi seragam dalam jumlah banyak dengan waktu yang singkat dan bebas hama penyakit. Penggunaan bibit yang memiliki keseragaman tinggi akan meningkatkan kapasitas produksi dan secara tidak langsung memudahkan kegiatan pengolahan sebagai industri hilir dalam agroindustri. Teknik kultur jaringan yang sudah dapat dikembangkan dalam menunjang agroindustri antara lain untuk tanaman-tanaman jahe, jati, pisang, abaka, panili, lada, nilam dan beberapa tanaman hias. Pada tanaman-tanaman tersebut masalah utama yang dihadapi dalam pengembangannya adalah serangan penyakit dan penyebaran penyakit yang cepat dari suatu daerah ke daerah lainnya umumnya melalui bahan tanaman. Ditinjau dari sudut agribisnis, produksi bibit melalui kultur jaringan bibit yang dihasilkan dapat bebas penyakit dan memberikan beberapa keuntungan seperti memperlancar masuknya bibit ke negara-negara pengimpor, meningkatkan hasil dan mencegah penyebaran penyakit ke sentra-sentra produksi baru. Disamping itu teknik kultur jaringan dapat memberikan jaminan yang lebih tinggi pada saat permintaan akan bibit meningkat.
            Perbanyakan tanaman secara klonal yang telah dicoba diperbanyak melalui kultur jaringan antara lain pada tanaman jahe (Zingiber officinale), touki (Angelica acutiloba), kapolaga (Eletaria cardamomum), Mentha sp., Geranium (Pelargonium graveolens dan P. tomentosum), panili (Vanilla planifolia), abaka (Musa textilis), nilam (Pogostemon cablin), rami (Boechmeria nivea), lada (Piper nigrum), pyrethrum (Chrysanthemum cinerarifolium), gerbera (Gerbera jamesonii), seruni (Chrysanthemum morifolium), pulasari (Alyxia stellata), pule pandak (Rauwolfia serpentina), temu putri (Curcuma petiolata), purwoceng (Pimpinella pruatjan), inggu (Ruta angustifolia), daun dewa (Gynura procumbens), beberapa tanaman pisang (Musa sp.) dan jati (Tectona grandis).Pada tanaman tersebut, faktor multiplikasinya cukup tinggi sehingga kultur jaringan dapat mempercepat pengembangan varietas yang dihasilkan para pemulia. Hampir semua bibit tanaman hasil kultur jaringan telah ditanam di lapangan untuk melihat pola pertumbuhan dan produktivitasnya terutama pada tanaman jahe, kapolaga, abaka, nilam, pisang, jati dan rami. Perkembangan bibit di lapangan pada umumnya normal, kecuali pada jahe yang menghasilkan rimpang yang lebih kecil dari bibit asal rimpang konvensional.Untuk tanaman abaka, pertanaman asal bibit kultur jaringan memperlihatkan pertumbuhan yang lebih baik daripada bibit asal konvensional. Disamping itu tanaman asal kultur jaringan menunjukkan adanya pertumbuhan keseragaman yang tinggi.Pada umur dua tahun, tanaman asal kultur jaringan menghasilkan pertumbuhan, komponen produksi dan produksi serat tiap batang tidak berbeda dengan asal bibit konevensional, namun jumlah tanaman dewasa tiap rumpun lebih banyak dan waktu berbunga lebih lambat dibandingkan dengan tanaman asal bibit konvensional. Dengan demikian bibit asal kultur jaringan diduga dapat menghasilkan serat yang lebih tinggi daripada asal bibit konvensional.Selain perbanyakan secara klonal telah pula dilakukan perbanyakan generatif (biji) pada tanaman panili dan anggrek. Panili seperti halnya anggrek mempunyai biji yang ukurannya sangat kecil, untuk itu dicoba perkecambahannya melalui kultur jaringan. Hasil percobaan menunjukkan persentase dan kecepatan tumbuhnya meningkat dibandingkan dengan pengecambahan secara konvensional.BB-Biogen mempunyai laboratorium kultur jaringan yang dapat digunakan untuk perbanyakan berbagai tanaman. Pada tanaman yang mudah diperbanyak secara konvensional antara lain untuk hibrida baru, tanaman yang langka, tanaman introduksi dengan jumlah tanaman awal yang terbatas maka kultur jaringan dapat berperan memperbanyak pada tahap awal dalam suatu proses produksi bibit. Apabila bibit yang dihasilkan jumlahnya telah memadai maka pada proses produksi bibit benihnya dapat dilakukan secara konvensional. Disamping itu teknologi produksi bibit yang diperoleh di BB-Biogen dapat dilakukan pada laboratorium kultur jaringan yang akan memperbanyak secara besar-besaran.Pada umumnya laboratorium kultur jaringan yang telah bergerak secara komersial tidak melakukan penelitian tetapi mengadopsi teknologi yang telah dihasilkan oleh Institusi Penelitian. Disamping itu biakan yang ada dalam botol yang telah tanggap terhadap media tumbuh (faktor pertumbuhan membentuk tunas tinggi) dapat digunakan sebagai sumber bahan tanam bagi perbanyakan selanjutnya melalui kultur jaringan.Dari paparan tersebut di atas terbukti bahwa kultur jaringan merupakan teknologi potensial dalam menunjang agroindustri, antara lain untuk perbanyakan tanaman yang akan dieksploitasi secara luas. Dengan keseragaman pertumbuhan tanaman yang tinggi di lapang akan mempermudah kegiatan pengolahan sebagai industri hilir. Disamping itu, dengan bibit yang dihasilkan dapat bebas penyakit maka dalam era globalisasi dapat memudahkan pertukaran antar negara.
       Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik yang terjadi pada sel-sel somatik karena adanya keragaman kromosom. Oleh karena itu keragaman genetik bisa terjadi pada tingkat sel, protoplasma, kalus, jaringan dan morfologi tanaman yang telah mengalami regenerasi. Keragaman disebabkan karena adanya perubahan jumlah dan struktur kromosom. Stabilitas genetik dalam perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan perlu dipertahankan, oleh karena itu perubahan genetik sangat dihindarkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan genetik yang sering terjadi dalam kultur sel atau jaringan disebabkan antara lain adanya poliploidi, aneuploidi, kerusakan kromosom, delesi, translokasi, amplifikasi gen dan mutasi. Keragaman genetik dalam kultur jaringan diekspresikan dalam bentuk variasi sifat-sifat pada tanaman yang beregenerasi yang kemudian dapat diturunkan baik melalui perbanyakan secara seksual maupun vegetatif. Keragaman genetik terjadi pada sel-sel yang dikulturkan, tanaman yang berasal dari sel-sel tersebut disebut variasi somaklonal. Terminologi lain adalah variasi atau keragaman gametoklonal yang mengacu pada keragaman yang terjadi pada polen tanaman, tetapi istilah ini jarang dipakai. Secara umum, istilah keragaman somaklonal digunakan untuk keragaman genetik yang terjadi pada semua jenis sel atau tanaman yang berasal dari sel-sel yang dikulturkan secara in vitro. Keragaman tanaman hasil kultur jaringan atau sel menunjukkan sifat kualitatif maupun kuantitatif yang dapat diturunkan.

     Keragaman somaklonal yang terjadi pada biakan in vitro bisa diakibatkan karena sel somatik membelah secara tidak sempurna baik karena suhu yang tinggi, genotipe, atau perlakuan zat kimia yan menyebabkan replikasi kromosom tidak berjalan sempurna. Pada kultur jaringan sering terjadi bila jaringan yang dikulturkan mengalami pembelahan sel yang sangat intensif dan membentuk kalus. Keragaman sel-sel somatik tersebut dapat dimanfaatkan untuk diseleksi sifat-sifat unggulnya.
   Variasi pada tingkat kromosom akan menyebabkan perubahan fenotipe tanaman baik yang bersifat permanen maupun tidak permanen. Upaya meningkatkan variasi sel somatik melalui kultur sel atau kalus banyak dilakukan untuk mendapatkan galur-galur mutan secara cepat. Galur-galur mutan tersebut antara lain ditujukan untuk: (i) mendapatkan tanaman yang mampu tumbuh pada cekaman lingkungan seperti kadar Al tinggi, kadar garam yang tinggi, kekeringan dll.(ii) mendapatkan tanaman yang resisten terhadap hama, penyakit dan herbisida, (iii) memproduksi senyawa kimia tertentu (asam amino, metabolit sekunder) dalam jumlah yang tinggi.
   Berbagai cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan keragaman pada sel somatik antara lain dengan induksi mutasi menggunakan radiasi atau bahan kimia mutagen. Radiasi dapat menggunakan radiasi sinar UV, sinar X-ray, atau sinar gamma. Radiasi dari sinar radioaktif dapat menyebabkan mjtasi pada tingkat kromosom ataupun DNA. Pengaruh radiasi terhadap mutasi tergantung pada tipe radiasi, pengaruh lingkungan sel sebelum dan sesudah radiasi, dan fase pertumbuhan tanaman yang diradiasi. Radiasi jaringan menghasilkan mutasi hanya pada bagian tertentu dari jaringan yang dapat mengakibatkan terbentuknya khimera. Penggunaan mutagen kimia untuk mendapatkan keragaman genetik pada sel somatik akan menyebabkan mutasi pada tingkat DNA. Mutasi ini dapat mengubah struktur asam amino tetentu, menyebabkan penggandaan kromosom atau menginaktifkan DNA. Mutagen kimia yang banyak digunakanuntuk induksi mutasi adalah: Ethyl metane sulfonate (EMS), methyl metane sulfonaate (MMS), Chloro choline chlorida, 5-bromourasil, dan 5-bromodeoxyuridine.


DAFTAR PUSTAKA
Ahlowalia, B.S. 1986. Limitations to the use of somaclonal variation in crop improvement. In Semal,                J. (Ed.) Somaclonal variation and crop improvement. Martinus Nijhoff Publisher,                               Dordrecht. p. 14-27.
Ahlowalia, B.S. and M. Maluszynski. 2001. Induced mutation-A new paradigm in plant breeding.                       Euphytica 118:167-173.
Adkins, S.W.R. Kunanuvatchaidah, and I.D. Godwin, 1995. Somaclonal variation in rice: Drought                       tolerance
Hasibuan, Idris, Ikhwan . 2011. Makalah Kultur Jaringan Pisang. Universitas Negeri Medan. Medan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar