Jumat, 17 Juni 2016

KULTUR JARINGAN TANAMAN ANGGREK


A.    Pengertian Kultur Jaringan
Kultur jaringan tanaman merupakan bagian suatu teknik perbanyakan vegetatif nonkonvensional. Perbedaan teknik ini dibandingkan dengan teknik perbanyakan vegetative konvensional biasanya terletak dalam situasi dan lokasi yang berbeda. Penerapan teknik kultur jaringan tanaman mensyaratkan kondisi di dalam ruangan (laboratorium) dan sifatnya aseptik (steril dari patogen). Bermuara dalam kondisi yang aseptic, maka perlu dijelaskan bahwa segala aktifitas yang berkaitan dengan jaringan harus dalam kondisi aseptik. Kondisi ini dimulai dari cara:
1. Penyiapan peralatan (alat tanam berbahan logam ataupun gelas).
2. Pembuatan media penanaman.
3. Penanaman (inisiasi dan pemilihan: a. perbanyakan; b.perakaran).
Selain peralatan kultur jaringan, media merupakan salah satu factor utama dalam keberhasilan kultur. Media kultur jaringan tanaman harus berisi semua zat yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan eksplan yang ditanam. Media kultur jaringan memiliki karakteristik masing-masing. Artinya tidak semua media dapat digunakan pada semua kultur tanaman. Karena beberapa media yang ada memiliki perbedaan kandungan dan konsentrasi zat-zat yang diperlukan atau digunakan pada kultur.
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan.  Media kultur  fisiknya dapat berbentuk padat atau cair. Media berbentuk  padat menggunakan  pemadat  media seperti agar. Media kultur yang memenuhi syarat adalah yang mengandung nutrient makro dan mikro dalam kadar dan perbandingan tertentu, sumber energi (sukrosa), serta mengandung berbagai macam vitamin dan ZPT.


B.     Teknik dalam kultur jaringan antara lain :
1.      Meristem culture, budidaya jaringan dengan mengunakan eksplan dari jaringan muda atau meristem.
2.      Pollen culture/anther culture, menggunakan eksplan dari pollen atau benang sari.
3.      Protoplas culture, menggunakan eksplan dari protoplas.
4.      Chloroplas culture, menggunakan kloroplas untuk keperluan fusi protoplas.
5.      Somatic cross (bilangan protoplas/fusi protoplas), menyilangkan dua macam protoplas, kemudian dibudidayakan hingga menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat baru.

C.    Tujuan teknik kultur jaringan, sebagai berikut.
1.      Menghasilkan tanaman dalam jumlah besar dengan lahan yang tidak terlalu luas dan waktu yang sigkat.
2.      Menghasilkan tanaman yang bebas penyakit.
3.      Melestarikan jenis tanaman langka.
4.      Mempertahankan sifat-sifat tanaman induk.
5.      Menghasilkan varietas tanaman baru dengan kultur fusi protoplas.

D.    Tahapan-tahapan teknik Kultur Jaringan
      Tanaman yang diudidayakan menggunakan teknik kultur jaringan umumnya merupakan tanaman yang bernilai ekonomi tinggi atau tanaman yang sulit dikembangkan. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam teknik kultur jaringan sebagai berikut.
a.      Tahapan Persiapan dan Sterilisasi Eksplan
Pada tahap ini dilakukan pembatan medium tanam dan sterilisasi alat. Medium tanam  berupa medium agar=agaryang diberi tambahan unsure makro dan mikro, asam amino, vitamin, gula, serta hormon pengatur tumbuh. Medium harus disterilkan menggunakan uap panas bersuhu 1400C dan bertekanan 1 atm dengan waktu yang telah ditentkan agar aseptis. Alat yang digunakan untuk sterilisasi medium dan peralatan disebut autoklaf. Selanjutnya, dilakukan pengambilan eksplann dari tanaman yang sehat.
b.      Tahapan Inokulasi
Pada tahap ini dilakukan penanaman eksplan dalam ruangan tertutup dan telah disterilkan. Ruang penanaman dapat berupa entkas (ruangan tertutup dan terbuat dari kaca) atau Laminar Air Flow (LAF). Ruang penanaman harus disterilkan dahulu menggunakan alcohol atau formalin. Demikian pula peralatan untuk menanam seperti pinset, dan dissecting set juga harus disterilkan dengan cara mencelupkannya pada alcohol 90% lalu dibakar sebelum digunakan. Selanjutnya eksplan disterilkan menggunakan larutan hipoklorit dan dipotong-potong kecil kemudian dinokulasi dalam medium tanah. Eksplan dalam medium kultur ini kemudian dipelihara di dalam ruangan aeptis yang terkontrol lingkingan fisiknya.
c.       Tahap Subkultur
Setelah terbentuk calon tumbuhan ( akar/tunas) maka dilakukan pemindahan ke medium yang baru. Komposisi hormone dalam medium tanam yang baru biasanya berbeda dengan komposisi hormon pada medium yang digunakan sebelumnya. Hasil kultur dapat berupa tunas atau kalus. Kalus adalah massa sel yang tidak terdiferensiasi. Selajutnya, kalus dipindahkan ke dalam medium yang diberi hormon auksin dan hormon sitokinin yang seimbang. Kalus akan berdiferensiasi membentuk organ tumbuhan sehingga individu baru terbentu.
d.      Tahap Akilimatisasi
Bibit tanaman yang dihasilkan dari teknik kultur jaringan berupa tumbuhan yang berukuran kecil yang disebut plantet. Plantet harus diaklimatisasi sebelum dipindah ke lahan tanam. Aklimatisasi dilakukan agar plantet beradaptasi dengan lingkungannya yang baru. Plantet ditanam dalam polybag dan diletakkan di tempat yang teduh. Seiring dengan pertumbuhannya, intensitas cahaya yang mengenai tanaman hasil kultur ditambah.

KULTUR JARINGAN
TANAMAN ANGGREK

Langkah-langkah Teknik Kultur Jaringan
               Salah satu aplikasi bioteknologi yaitu dengan kultur jaringan. Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Teknik kultur jaringan dicirikan dengan kondisi yang aseptik atau steril dari segala macam bentuk kontaminan, menggunakan media kultur yang memiliki kandungan nutrisi yang lengkap dan menggunakan ZPT ( zat pengatur tumbuh ), serta kondisi ruang tempat pelaksanaan kultur jaringan diatur suhu dan pencahayaannya. (Yusnita, 2003: 1).
               Sebenarnya kultur jaringan merupakan salah satu bentuk kloning pada tumbuhan. Tumbuhan dapat diperbanyak melalui proses kultur jaringan karena memiliki sifat totipotensi, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh. Proses kultur jaringan dimulai dengan memotong bagian tanaman yang akan dibiakkan dalam media kultur. Bagian tanaman yang akan dikulturkan ini disebut sebagai eksplan. Umumnya bagian tanaman yang dijadikan eksplan adalah jaringan yang masih muda dan bersifat meristematis, karena memiliki daya regenerasi yang tinggi dan masih aktif membelah. Eksplan kemudian diletakkan dalam media kultur yang sesuai. Eksplan tadi akan terus membelah membentuk masa sel yang belum terdifferensiasi, yaitu kalus. Kalus kemudian dipindah dalam media differensiasi yang akan terus tumbuh dan berkembang menjadi tanaman kecil atau planlet.
         Teknik kultur jaringan merupakan cara perbanyakan tumbuhan secara invitro. Perbanyakan invitro adalah penanaman jaringan atau organ tumbuhan di luar lingkungan tumbuhnya
Kultur jaringan tanaman Anggrek
            Melalui kultur jaringan ini, jaringan tumbuhan diambil sedikit, lalu ditumbuhkan dalam media buatan sehingga tumbuh menjadi tanaman sempurna. Kultur jaringan dilakukan berdasarkan pada prinsip totipotensi. Menurut prinsip totipotensi setiap sel tumbuhan mengandung semua informasi genetik yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman lengkap.
            Teknik kultur jaringan tidak dapat dilakukan di sembarang tempat. Teknik ini harus dilakukan di dalam ruangan khusus yang steril agar terbebas dari kontaminasi udara luar. Kultur jaringan dilakukan di dalam suatu laboratorium khusus yang digunakan untuk kultur jaringan. Laboratorium berfungsi untuk mengkondisikan kultur dalam suhu dan pencahayaan terkontrol yang dilengkapi dengan alat dan bahan untuk pembuatan media. Pada dasarnya tumbuh-tumbuhan memiliki daya regenerasi yang kuat. Dasar inilah yang akhirnya menjadi titik tolak berkembangnya industri perbanyakan (propagasi) tanaman. Bila sel-sel jaringan atau organ tanaman ditanam di luar lingkungan tumbuhnya (invitro) dengan menggunakan larutan bahan makanan sintetik ternyata dapat berenegerasi menjadi tunas dan akar yang selanjutnya dapat berkembang menjadi tanaman normal yang mampu hidup mandiri menjadi tumbuhan yang utuh.

1.  Langkah-Langkah Teknik Kultur Jaringan
            Kultur jaringan tumbuhan dapat dilakukan dengan langkah seperti terlihat pada Gambar berikut ini. Dari gambar tersebut terlihat langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut
   a.      Menyiapkan media tumbuh yang terdiri atas campuran garam mineral berisi unsur makro dan mikro, asam amino, vitamin, gula serta hormon tumbuhan dengan perbandingan tertentu. Siapkan eksplan (jaringan yang akan dikultur). Pada gambar terlihat eksplan berupa potongan dari akar tanaman wortel.
   b.      Tanamkan eksplan pada media yang telah disiapkan.
  c.    Setelah terbentuk calon tumbuhan (akar, tunas) maka dipindahkan ke media tanah untuk tumbuh menjadi tanaman dewasa. 


AKLIMATISASI KULTUR JARINGAN
Tanaman anggrek
Aklimatisasi adalah masa adaptasi tanaman hasil pembiakan pada kultur jaringan yang semula kondisinya terkendali kemudian berubah pada kondisi lapangan yang kondisinya tidak terkendali lagi, disamping itu tanaman juga harus mengubah pola hidupnya dari tanaman heterotrop ke tanama autotrop.
 Aklimatisasi atau penyesuaian terhadap lingkungan baru dari lingkungan yang terkendali ke lingkungan yang relatih berubah. Bibit anggrek hasil perbanyakan secara in vitro membutuhkan proses adaptasi sebelum tumbuh besar menjadi tanaman.  Untuk itu perlu kiranya mengetahui tahapannya sebagai berikut :
·         Kriteria bibit botol yang siap dikeluarkan yaitu daun sudah menyentuh dinding atas botol, akar sudah tumbuh dengan baik, media sudah habis/kering, atau jika bibit dalam botol terkontaminasi jamur atau bakteri sehingga perlu segera dikeluarkan;
·         Tulis kode silangan atau nama jenis anggrek beserta tanggal keluar bibit botol gantungkan di baki kompot, tulis juga dalam buku sewaktu-waktu dapat dilacak;
·         Gunakan tray plastik berlubang sebagai pengganti pot kompot
·         Buka tutup botol dan gunakan kawat berujung melengkung ‘U’ dan tarik satu persatu bibit, usahakan akar terlebih dahulu yang di kelurkan;
·         Untuk mempercepat pekerjaan dapat pula dengan cara bungkus botol dengan koran dan pukul belakang botol dengan palu hingga pecah;
·         Setelah bibit dikeluarkan, dibilas di atas tray plastik berlubang kemudian semprot dengan air mengalir hingga sisa media agar yang menempel pada akar bersih;
·         Tiriskan bibit yang bersih di atas kertas koran;
·         Tanaman secara berkelompok bibit sesuai dengan ukuran bibit yang besar terlebih dahulu kemudian bibit yang kecil dengan posisi bibit berdiri;
·         Setelah selesai menanam simpan kompot anggrek di tempat yang teduh bersirkulasi udara baik;
·         Semprot menggunakan handsprayer kompot anggrek tadi keesokan harinya; setiap hari selama satu minggu;
·         Setelah satu minggu pertama penyiraman sudah dapat menggunakan air mengalir dari selang; pemupukan sudah dapat diaplikasikan menggunakan pupuk yang berimbang kadar N:P:K = 21:21:21 dengan konsentrasi ¼ anjuran dalam kemasan satu minggu dua kali;
·         Penggunaan Vitamin B1 dapat juga digunakan dengan konsentrasi 1/4/ anjuran dalam kemasan satu minggu sekali;
·         Setelah kompot anggrek berumur kurang lebih 1 – 1,5 bulan dengan ciri bibit sudah kekar dan akar baru sudah tumbuh, bibit dapat ditanam dalam individual pot berukuran 5 cm dengan media pakis atau sabut kelapa. Bibit dengan ukuran kecil dapat diteruskan penanamannya dalam kompot;
·         Catatan: Masing-masing nursery dan petani memiliki cara yang berbeda-beda. Cara yang kami lakukan bisa disebut dengan cara kering, dengan maksud menghindari bibit terlalu sering terkena air, karena akan mengakibatkan bibit menjadi lemas (osmosis rendah). Sehingga bibit saat ditanam akan layu dan tidak dapat berdiri;
·         Penggunaan fungisida yang biasa digunakan dalam beberapa buku tentang aklimatisasi dengan merendam bibit sebelum ditanam tidak kami lakukan kecuali bibit dalam botol sebelumnya sudah terkontaminasi jamur.  
            Dalam melakukan aklimatisasi pengelompokan plantlet hasil seleksi. Plantlet dikelompokan berdasarkan ukurannya untuk memperoleh bibit yang seragam. Sebelum ditanam plantlet sebaiknya diseleksi dulu berdasarkan kelengkapan organ, warna, hekeran pertumbuhan, dan ukuran. Plantlet yang baik adalah yang organnya lengkap, mempunyai pucuk dan akar, warna pucuknya hijau mantap artinya tidak tembus pandang dan pertumbuhan akar bagus.
Menurut Trubus (2005) ciri-ciri bibit yang berkulitas baik yaitu planlet tampak sehat dan tidak berjamur, ukuran planlet seragam, berdaun hijau segar, dan tidak ada yang menguning. Selain itu planlet tumbuh normal, tidak kerdil, komposisi daun dan akar seimbang, pseudobulb atau umbi semu mulai tampak dan sebagian kecil telah mengeluarkan tunas baru, serta memiliki jumlah akar serabut 3 – 4 akar dengan panjang 1,5 – 2,5 cm. Prosedur pembiakan dengan kultur in vitro baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi. Aklimatisasi bertujuan untuk mempersiapkan planlet agar siap ditanam di lapangan. Tahap aklimatisasi mutlak dilakukan pada tanaman hasil perbanyakan secara in vitro karena planlet akan mengalami perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal ini bisa dipahami karena pembiakan in vitro (dalam botol) semua faktor lingkungan terkontrol sedangkan di lapangan faktor lingkungan sulit terkontrol (Herawan, 2006; Yusnita, 2004).
Di dalam botol kultur, kelembapan hampir selalu 100%. Aklimatisasi merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangat jauh berbeda. Kondisi di luar botol berkelembapan nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi di dalam botol.planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan.
Disamping itu, tanaman tersebut memperlihhatkan gejala ketidaknormalan, seperti bersifat sangat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan jaringan vasikulernya tidak berkembang sempurna, morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagaimana mestinya, struktur mesofil berubah, dan aktivitas fotosintesis sangat rendah.
Aklimatisasi dilakukan dengan mengkondisikan planlet dalam media pengakaran ex vitro. Media yang kita gunakan dalam proses aklimatisasi pada anggrek  adalah pakis dan arang kayu / genting. Selain itu juga kelembapan tempat aklimatisasi di atur tetap tinggi pada minggu pertama, menurun bertahap pada minggu–minggu berikutnya hingga tumbuh akar baru dari planlet. Cahaya diatur dari intensitas rendah, meningkat secara bertahap. Sebaiknya suhu tempat  aklimatisasi dijaga agar tidak melebihi 32oC.
Setelah proses aklimatisasi anggrek diperlakukan sebagai berikut:
   a.      Compotting
Ukuran pot yang digunakan untuk kompot berdiameter sekitar 7 cm pada pot ini diisi bibit sekitar 30 bibit anggrek atau tergantung ukuran bibitnya. Pertama-tama pot yang akan digunakan diisi dengan sterofoam sekitar 1/3 bagian, kemudian pakis cacah lalu bibit anggrek ditata dengan rapi.              
   b.      Seedling (Penanaman ke Single Pot)
Seedling adalah proses memindahkan bibit dari kompot ke pot individu. Seedling dilakukan pada saat bibit berusia 5 bulan. Apabila tanaman terlambat diseedling dapat mengakibatkan bibit dalam kompot kompetisi sehingga penyerapan hara terhalang dan akar beresiko menjadi rusak.  Biasanya seedling dilakukan diletakkan di dalam gelas bekas air mineral. Media yang digunakan untuk setiap anggrek berbeda-beda tergantung pada kebutuhan airnya. Media untuk Dendrobium adalah sphagnum yang dibalutkan pada akar tanaman, kemudian tanaman ditanam dalam gelas plastic yang telah diisi sterofoam dan pakis cacah. Biasanya juga ditanam pada media pakis batangan yang kemudian diikat menggunakan tali raffia. Ciri-ciri dari bibit yang siap di seedling yaitu ditandai dengan perakaran yang tumbuh lebih kuat dan daun daun tampak sudah keluar dari bibir pot.
c. Overpot (Pemindahan Bibit)
Overpot dilakukan ketika tanaman dalam single pot memenuhi syarat untuk dipindahkan, yaitu ditandai denga banyaknya umbi. Tanamn dipindahkan ke pot yang lebih besar. Biasanya dilakukan setelah seedling berumur 2-3 bulan. Media yang digunakan adalah potongan pakis batangan yang disusun secara teratur atau satu per satu dan diikat denga tali raffia.
   c.       Repotting
Repotting atau pengepotan ulang adalah pemindahan tanaman tanaman dari pot yang lama ke pot yang baru. Repotting dilakukan jika anggrek pada pot seedling telah tumbuh besar dan memenuhi popt plastik. Pengepotan ulang dilakukan dengan alasan media dalam pot seedling telah lapuk dan hancur sehingga ph menjadi rendah (asam) dan rentan terhadap serangan penyakit (Parnata, 2005). Selain itu juga untuk mengantisipasi media yang telah kehabisan unsur hara. Media untuk repotting juga berbeda untuk setiap jenis anggrek tergantung kebutuhan airnya.
Cara Aklimatisasi (Anggrek)
            Mengeluarkan anggrek dari dalam botol Sekitar 7-8 bulan setelah berkecambah, anakan anggrek siap dikeluarkan dari dalam botol. Anakan anggrek di dalam botol disebut dengan sedling. Sedling yang siap dikeluarkan mempunyai akar yang banyak dan kelihatan kokoh. Mengeluarkan sedling dari dalam botol harus berhati-hati. Sedling yang dikeluarkan dari botol sering tidak bisa beradaptasi ketika dipindahkan ke kompot karena telah terbiasa hidup manja, dengan makanan yang sudah disediakan di dalam botol. Pengeluaran sedling dari dalam botol bisa dilakukan dengan dua cara sebagai berikut.
Cara Pertama
   ·       Siapkan baskom yang berisi air bersih dan steril.
  ·  Pecahkan botol di atas baskom. Kaca pecahan botol akan tenggelam dan anakan anggrek akan mengambang di atas permukaan air.
  ·    Cuci anakan anggrek hingga bersih dan tidak terdapat agar-agar. Agar-agar yang masih menempel dapat menyebabkan tumbuhnya jamur yang merugikan anggrek.
   ·    Rendam anakan anggrek di dalam physan (zat anti jamur) dengan dosis 2-3 mg per satu liter air agar tidak ditumbuhi jamur.
   ·      Letakkan anakan anggrek di atas Koran dan diangin-anginkan agar bebas dari air.
  ·      Setelah kering, pindahkan anggrek ke dalam kompot. Satu kompot bisa digunakan untuk 20-40 anakan anggrek, tergantung pada ukuran kompot dan besarnya anakan.
Cara Kedua
·      Buka tutup botol dan masukkan air sampai setengahnya.
·      Goyang-goyangkan botol hingga tanaman dan akarnya terpisah dari agar-agar.
·      Keluarkan anakan anggrek menggunakan pinset atau kawat yang ujungnya dibengkokkan membentuk huruf “U”. Caranya dengan mengaitkan dan menarik akar anakan anggrek keluar sampai terjatuh ke dalam baskom yang berisi air bersih dan steril.
·      Langkah selanjutnya sama seperti cara pertama.
Memindahkan anakan ke kompot, setelah anakan anggrek dikeluarkan dari dalam botol, langkah selanjutnya adalah menanamnya di kompot. Kompot yang digunakan berdiameter 7, 12, 16, atau 20cm. Kompot tersebut tidak terlalu tinggi atau dalam, tetapi menyerupai cobek (tempat membuat sambal dari tanah liat). Kompot ada yang terbuat dari tanah atau plastik.
Media tanam yang digunakan bisa berupa pakis, sabut kelapa, moss (Lumut), akar kadaka dan kulit pinus. Sebelum digunakan, media tersebut harus direbus di dalam air selama 30 menit agar terbebas dari tanin atau zat perangsang pertumbuhan jamur.

Kelebihan dan Kekurangan Kultur Jaringan
Kelebihan kultur jaringan antara lain:
1.      Tidak memerlukan tempat yang luas.
2.      Tanaman bisa diperbanyak dalam waktu yang singkat.
3.      Pelaksanaannya tidak tergantung pada musim.
4.      Bibit yang dihasilkan lebih sehat.
5.      Memungkinkan adanya rekayasa genetika.
Selain itu juga memiliki kelemahan-kelemahan, yaitu:
1.      Diperlukan biaya awal yang relatif tinggi.
2.      Hanya mampu dilakukan oleh orang-orang tertentu saja, karena memerlukan keahlian khusus.
3.      Bibit hasil kultur jaringan memerlukan proses aklimatisasi, karena terbiasa dalam kondisi lembap dan aseptik. (Yusnita, 2003:8)


DAFTAR PUSTAKA
Anggrek.org. 2005. Budidaya Tanaman Anggrek. http://www.anggrek.org/ budidaya tanaman-anggrek.html. 8 November 2008.
Baker K. F. and Cook R. J. 1974. Biological Control of Plant Pathogens. San Fransisco: W. H. Freeman and Company. 433 p.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2004. Peluang ekspor produk florikultura. Makalah pada Seminar Nasional Florikultura, Kebun Raya Bogor, 4-5 Agustus 2004. Pusat Pengembangan Pasar Wilayah Eropa..
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2004. Teknologi agribisni tanaman hias. Balai Penelitian Tanaman Hias. Pusat Penelitian dan Pengembanga Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2003. Nilai ekspor impor beberapa tanaman pangan dan hortikultura 1999-2002. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Kartiman, R. 2004. Pengaruh kombinasi zat pengatur tumbuh dan potongan protocorm like bodies untuk perbanyakan anggrek bulan raksasa (Phalaenopsis gigantea) dengan metode kultur jaringan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut pertanian Bogor.
Lingga, P. dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Edisi revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. 146 hal.
Sandra, E. 2003. Kultur Jaringan Skala Rumah Tangga. Agromedia Pustaka. Depok. 80hal.
Setiawan, H. 2002. Usaha Pembesaran Anggrek. Penebar Swadaya. Jakarta. 88 hal.
Syuhud, P. 2008. Macam-macam Media Anggrek. http://iswaraorchid. wordpress.com/category/anggrek/. 8 November 2008.
Sumarno. 2004. Potensi florikultura untuk usaha agribisnis di Indonesia. Makalah pada Seminar Nasional Florikultura, Kebun Raya Bogor, 4-5 Agustus 2004. Direktorat Jenderal Bina Produksi Horikultura.
Sutiyoso, Y. 2005. Peluang bisnis anggrek. Penebar Swadaya. Jakarta.
Widiastoety. 1997. Peningkatan produktivitas dan mutu bunga anggrek. Balai Penelitian Tanaman Hias. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar