Kelapa sawit (Elaeis guineensis) berkembang pesat di
Indonesia dan penggunaan pupuk meningkat. Pada awalnya pupuk KCl
memperhitungkan hara K, namun diketahui hara Cl juga merupakan hara mikro
esensial. Penelitian bertujuan mempelajari penambahan Cl dan bahan organik
terhadap pertumbuhan dan kadar Cl dalam tanaman dan akar kelapa sawit. Bibit
kelapa sawit varietas Avros umur tiga bulan ditanam dalam polibag dan dipanen
setelah berumur 8 bulan. Percobaan menggunakan rancangan petak terpisah, dengan
petak utama empat jenis tanah, dan empat anak petak, yaitu (1) Kontrol (-Cl),
(2) KCl, (3) NPK, dan (4) KCl + bahan organik.
Penelitian bertujuan mempelajari penambahan Cl dari
pupuk KCl dan NPK serta penambahan bahan organic untuk pertumbuhan dan kadar Cl
dalam tanaman dan akar kelapa sawit di pembibitan pada tanah Oxisols, Ultisols,
Inceptisols, dan Gambut.
Penelitian dilakukan di rumah kaca Balai Penelitian Tanah,
Bogor, pada tahun 2011. Penelitian menggunakan contoh tanah dari Cinangneng,
Bogor (Inceptisols), Cigudeg, Bogor (Oxisols), Kentrong, Lebak (Ultisols), dan Sumatera
Selatan (Gambut). Rancangan yang digunakan adalah Petak Terpisah, dengan petak
utama empat jenis tanah, yaitu (1) Inceptisols, (2) Oxisols, (3) Ultisols, dan
(4) Gambut, dan empat anak petak, yaitu (1) KNO3 (kontrol/tanpa Cl), (2) KCl,
(3) NPK, dan (4) KCl + bahan organik. Pupuk KNO3 merupakan
pupuk sumber K dan N yang tidak mengandung Cl digunakan sebagai perlakuan control
(tanpa Cl).
Penelitian bertujuan mempelajari penambahan Cl dari
pupuk KCl dan NPK serta penambahan bahan organic untuk pertumbuhan dan kadar Cl
dalam tanaman dan akar kelapa sawit di pembibitan pada tanah Oxisols, Ultisols,
Inceptisols, dan Gambut.
Tabel 1. Pemupukan diberikan dua minggu sekali, dimulai
pada umur tanaman satu minggu setelah tanam. Pemupukan berikutnya dan
seterusnya dilakukan pada umur 2, 4, 6, dan 8 minggu setelah tanam. Dosis pemupukan
diberikan dua kali lipat dari yang diberikan pada minggu pertama. Selanjutnya,
pemupukan pada umur 10, 12, 14, dan 16 minggu setelah tanam dosis pemupukan yang
diberikan tiga kali lipat dari dosis minggu pertama. Setiap perlakuan diulang 4
kali.
Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman, diameter
batang, bobot tanaman dan akar, serta analisis Cl dalam tanah, daun, dan akar
bibit kelapa sawit. Tinggi tanaman bibit kelapa sawit diukur dari permukaan tanah
sampai pada bagian tanaman tertinggi. Diameter batang diukur melingkar batang
tanaman bagian bawah + 5 cm dari permukaan tanah dengan menggunakan jangka
sorong. Data
bobot tanaman diambil dengan memotong batang kelapa sawit di permukaan tanah,
sedangkan akar tanaman merupakan akar dari bibit kelapa sawit. Contoh
akar dan tanaman setelah panen dianalisis hara Cl. Contoh akar dan tanaman
setelah panen diambil pada setiap pot atau perlakuan. Contoh tanaman diambil dengan
cara memotong tanaman mulai dari permukaan tanah, dengan cara memisahkan daun
dengan tangkainya kemudian mengeringkan dan menggiling serta menganalisis Cl.
Akar tanaman kelapa sawit diambil dengan cara membongkar akar, membersihkan
dengan air, mengeringkan, menggiling, dan menganalisis Cl. Prinsip analisis Cl
adalah menetapkan ion Cl- secara argentometri dengan metode Mohr. Analisis Cl
dilakukan dengan cara menimbang 1 g contoh tanah kemudian memasukkan ke dalam
labu ukur 100 ml, menambah 50 ml aquadest, dan mengocok dengan mesin pengocok selama
30 menit dengan kecepatan 200 goyangan/menit. Sesudah itu, larutan ditambah air
aquadest sampai tera 100 ml dan dikocok dengan tangan (membolak-balik). Larutan
yang terbentuk disaring dengan kertas saring sampai jernih. Ekstrak jernih
hasil saringan diambil sebanyak 10 mlkemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer
dan ditambahbeberapa tetes indikator kromat 5%. Setelah itu, larutan dititar
dengan larutan AgNO3 0,01N sampai terbentuk endapan merah bata. Volume titran
(Vc) dicatat dan dibuat juga penetapan blangko dari air aquadest (Vb).
Ion Cl-, dalam ekstrak yang diberi indikator
khromat, akan bereaksi dengan ion perak (Ag+) dari AgNO3-, sehingga endapan putih.
Sementara itu, kelebihan Ag+ dengan khromat membentuk endapan berwarna merah
bata.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisik dan Kimia
Tanah
Tanah Oxisol yang
digunakan untuk percobaan bertekstur liat dengan kadar liat 90% (Tabel 2).
Tanah bereaksi masam dengan selisih pH larut KCl 1 N dan air bebas ion negatif.
Hal ini menunjukkan bahwa tanah tersebut dapat memegang hara kation. Hara P
potensial tinggi, namun P tersedia rendah, dan kadar K potensial rendah. Kadar
P yang rendah mungkin difiksasi Al, Fe, dan Mn.
Tanah Inceptisols yang
digunakan bertekstur liat berdebu, dan pH tanah termasuk tinggi, selisih pH
larut dalam KCl 1 N dan air negatif. Kadar C-organik dan Ntotal sedang,
kandungan P potensial dan P tersedia tinggi, kadar Ca sedang, Mg tinggi, dan K
rendah. Tanah Ultisols yang digunakan bertekstur liat, pH tanah untuk tanaman kelapa
sawit termasuk tinggi, selisih pH larut dalam 1 N KCl dan air negatif,
kandungan C-organik sedang, dan Ntotal tinggi. Sementara itu, kandungan P
tersedia sangat rendah, K dapat dipertukarkan rendah, Mg tinggi, dan KTK tanah
sedang. Tanah gambut bertekstur lempung liat berdebu dan pH larut dalam air
termasuk sangat rendah, kandungan C-organik, dan N-total sangat tinggi.
Sementara itu, P tersedia termasuk rendah, kandungan K dan Mg dapat dipertukarkan
rendah, sedangkan KTK tanah termasuk tinggi. Berdasarkan analisis tersebut diketahui
bahwa tanah Inceptisols yang digunakan untuk percobaan lebih subur dari pada
Oxisols dan Ultisols.
Hasil penelitian yang dilakukan
di Papau New Guini dan Indonesia menunjukkan bahwa hasil kelapa sawit tinggi
terjadi di Indonesia pada tanah dengan pH lebih rendah (NELSON et al., 2011). Pemupukan
hara Cl pada tanah Inceptisols tidak berpengaruh terhadap peningkatan tinggi
tanaman (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan Cl sebagai ikutan pupuk
KCl, MOP, maupun NPK majemuk tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
kelapa sawit di pembibitan. Pemberian bahan organik tidak dapat meningkatkan
tinggi tanaman kelapa sawit di pembibitan. Pemberian hara Cl dari pupuk KCl dan
NPK tidak dapat meningkatkan diameter batang tanaman kelapa sawit (Tabel 4).
Demikian juga dengan penambahan bahan organik tidak meningkatkan diameter
batang. Penambahan hara Cl dan bahan organik tidak meningkatkan bobot kering
tanaman bibit kelapa sawit pada tanah Inceptisols. Bobot kering akar kelapa sawit
tidak dipengaruhi oleh penambahan hara Cl (Gambar 1). Penambahan bahan organik
berupa kompos tandan kosong kelapa sawit nyata meningkatkan bobot akar kelapa
sawit. Hal ini mungkin disebabkan penambahan bahan organic dapat memperbaiki
sifat fisik,
kimia,
dan biologi tanah. Penambahan kompos sisa tanaman kelapa sawit dapat meningkatkan
pH tanah Ultisols dari 3,98 menjadi 4,54 mg/kg; hara P tersedia meningkat dari
10,81 menjadi 18,79 mg/kg; dan Al dapat dipertukarkan menurun dari 2,12 menjadi
1,26 mg/kg (BUDIANTA et al., 2010).
Pertumbuhan tanaman
kelapa sawit lebih rendah dengan penambahan Cl pada tanah Oxisols. Pemberian
hara Cl ke dalam tanah Ultisols secara dapat nyata meningkatkan tinggi tanaman
kelapa sawit di pembibitan. Pemberian hara Cl dan bahan organik pada tanah gambut
tidak dapat meningkatkan tinggi tanaman dan diameter batang kelapa sawit di
pembibitan. Pemupukan hara Cl tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit
kelapa sawit pada Inceptisols.
KESIMPULAN
Pemupukan hara Cl tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada Inceptisols, Ultisols,
dan gambut, namun dapat menurunkan pertumbuhan bibit pada tanah Oxisols.
Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan bibit tanaman kelapa
pada keempat tanah yang digunakan. Pemberian hara Cl tidak berpengaruh terhadap
bobot kering tanaman bibit kelapa sawit pada tanah Inceptisols dan gambut, namun dapat
meningkatkan bobot kering tanaman pada Ultisols. Pemberian hara Cl tidak
meningkatkan bobot kering akar tanaman kelapa
sawit pada keempat tanah yang digunakan, namun
pemberian hara Cl dalam tanah meningkatkan kadar Cl
dalam akar tanaman kelapa sawit pada keempat contoh
tanah yang digunakan. sementara itu, pemberian hara Cl tidak
meningkatkan kadar Cl dalam daun, kecuali pada
Oxisol. Pemberian bahan organik menurunkan kadar Cl
dalam daun kelapa sawit pada tanah Ultisol dan gambut.
DAFTAR PUSTAKA
ANONYMOUS.
2011. Basisdata Pertanian tahun 2011. www.deptan.go.id, 18 April 2013.
ADE
OLUWA, O.O. and G.O. ADEOYE. 2008. Potential of oil palm empty fruit bunch
(EFB) as fertilizer in oil
plam
(Elaeis guineensis L. Jacq.) nurseries. 16th IFOAM Organic World
Congress, Modena, Italy. June,16-20th 2008.
EFFENDI,
D.S. dan A. KASNO. 2011. Kandungan klor tanaman kelapa sawit berdasarkan jenis
tanah dan penggunaan pupuk. Prosiding. Seminar Nasional Inovasi Perkebunan,
Jakarta, 15 Oktober 2011. 92- 99. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
EVIATI
dan SULAEMAN. 2009. Analisis kimia tanah, tanaman, air, dan pupuk. Petunjuk
Teknis Edisi 2.
WIGENA, I.G.P., J.
PURNOMO, E. TUBERKIH, dan A. SALEH. 2006. Pengaruh pupuk Slow Release majemuk
padat terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa sawit muda pada Xanthic Haludox
di Merangin. Jurnal Tanah dan Iklim. 24: 10-19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar