Kamis, 16 Juni 2016

Reklamasi pada lahan bekas tambang batubara

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kualitas hidup manusia, telah dimulai sejak adanya kehidupan diatas dipermukaan bumi ini.Menurut Karwan (2003) mengatakan bahwa dasar dari kehidupan diatas bumi adalah tanah, dan manusia menempati kedudukan yang paling tinggi.Manusia sebagai makhluk hidup selalu berinteraksi dengan lingkungannya, adanya interaksi antara manusia dan lingkungannya, mengakibatkan ketidakseimbangan ekologi atau ekosistem sepertikerusakan lahan, pencemaran lingkungan dan lain sebagainya.Keadaan ini makin diperbesar dengan adanya penggalian, penambangan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara tidak terkendali untuk memenuhi kebutuhan dan menunjang kehidupan manusia.
Menurut Mathew dkk (2010), kita perlu menyadari bahwa adanya interaksi dan perkembangan teknologi serta  budaya yang ada dalam kehidupan manusia, merupakan suatu tantangan dan akan menimbulkan berbagai macam permasalahan dalam ekologi. Tingkat peradaban manusia yang semakin hari semakin berkembang membuat kita senantiasa berurusan dengan lingkungan yang semakin hari semakin sulit untuk dihindari.Perkembangan lingkungan yang semakin tercemar memungkinkan terjadinya suatu krisis terhadap lingkungan hidup dan lingkungan sosial.Tantangan ini berlaku terutama di negara-negara yang sedang membangun karena adanya berbagai aktivitas pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan umat manusia yang sering pula membawa dampak terhadap perubahan lingkungan (Rensi, 2012).
Menurut Peacock (2008) mengatakan bahwa batubara tidak ideal sebagai sumber energi,Karena tidak efisien, dan dalam proses pembakaran batu bara, hampir 2/3 dari energi yang dikeluarkan dalam bentuk asap, hanya 1/3 yang dapat dipergunakan menjadi energi listrik.Batubara melepaskan sejumlah besar karbondioksida(CO2) dan gas metana, efek rumah kaca berpengaruh, ke atmosfer.Pertambangan adalah bisnis berbahaya.Para penambang sering mati bawah tanah, dan mereka mengalami penyakit paru-paru yang akut.Selain itu, strip tambang melenyapkan top soil, pasokan racun air didekatnya, dan mengubah ekosistem hidup menjadi tanah yang ditelantarkan dan pada akhirnya menjadi lahan tidur (Sleeping Land), khususnya di negara-negara berkembang pengelolaannya tidak diatur.Menurut Bramas (2012) bahwa Perubahan iklim merupakan fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan perindustrian.Kegiatan tersebut merupakan sumber utama Gas Rumah Kaca (GRK) terutama karbondioksida (CO2) yang memiliki kontribusi terbesar pada peningkatan suhu permukaan bumi.Hal inilah yang memicu tuduhan bahwa kerusakan yang terjadi pada hutan tropik telah menyebabkan pemanasan global (Soemarwoto 1992).

1.2.  Identifikasi Masalah
Sampai saat ini Negara-negara didunia ini termasuk Indonesia, sebagai Negara yang sedang  berkembang dalam kegiatan pembangunan nasional masih memerlukan energi, yang berasal dari sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (Non Renewable resources) seperti batubara, minyak dan gas.
Masalah-masalah lingkungan hidup dapat menjadi bencana yang bisa mempengaruhi kualitas hidup manusia.Tanda-tanda masalah lingkungan hidup seperti adanya polusi, global warming, fotokimia kabut, hujan asam, erosi, banjir, instrusi dan lain sebagainya.Sudah mulai terlihat sejak pertengahan abad ke-20. Masalah-masalah mengenai kerusakan lingkungan tentunya harus mulai lebih diperhatikan dalam rangka memberikan suatu pemahaman yang baru agar dapat memberikan suatu cara pandang yang mengedepankan adanya suatu upaya perlindungan terhadap lingkungan sehingga secara tidak langsung dapat memberikan suatu konstribusi dalam menghindari bahaya ikutan yang lebih parah terhadap perkembangan manusia dan makhluk hidup yang selama ini mendiami bumi maupun terhadap kelestarian lingkungan hidup (Rensi 2012).
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas adanya pertambangan batubara yang tidak sesuai dengan kaedah-kaedah yang berlaku, akan menimbulkan dan memperparah kerusakan lingkungan yang akan berdampak pada tatanan kehidupan manusia terutama sosial ekonomi masyarakat dan yang lebih jauh lagi adalah tidak terjaminnya kualitas kehidupan manusia, hal ini merupakan ancaman baru bagi kehidupan manusia diatas permukaan bumi ini. Dalam rangka mempertahankan kelestarian lingkungan dan pembangunan berlanjutan maka perlu adanya reklamasi lahan bekas tambang batubara tersebut.

1.3.  Tujuan
a.    Untuk mengetahui dampak penambangan batubara.
b.    Untuk mengetahui pentingnya  reklamasi lahan bekas tambang batubara.
c.    Untuk Mengetahui solusi/alternatif reklamasi lahan bekas tambang batubara.


  
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Pengertian Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan menurut FAO 1976 yaitu proses penilaian penampilan lahan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survay serta studi betuk lahan, tanah, vegetasi, iklim dan aspek lahan lainnya. Agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang mungkin dikembangkan.Melakukan evaluasi dan monitoring terlahan penggunaan lahan sangat penting, apalagi ketika lahan itu sedang direncanakan dan sedang dalam proses pengerjaan.
Evaluasi lahan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara langsung, dan secara tidak langsung. Evaluasi lahan secara langsung dapat dilakukan melalui percobaan-percobaan dengan cara menanam tanaman, atau membangun jalan, untuk melihat apa perubahan yang terjadi. Evaluasi lahan secara langsung bersifat sangat terbatas jika tidak disertai dengan pengumpulan data yang cukup.Oleh karena itu sebagian besar evaluasi lahan dilakukan secara tidak langsung. Melalui evaluasi lahan secara tidak langsung, diasumsikan bahwa tanah tertentu dengan sifat-sifat lain yang terdapat pada suatu lokasi akan mempengaruhi keberhasilan jenis penggunaan lahan tertentu. Keadaan ini dapat diprediksi, karena kualitas lahan dapat dideduksi dari hasil pengamatan ciri lahan tersebut.


Sumber : Munawar. 1999 dalam G Subowo, 2011:85
              Keterangan : *) banyak mengandung batubara halus.



BAB III
PEMBAHASAN

2.1. Dampak Pertambangan Batubara
Sumber Daya Alam (SDA) yang meliputi vegetasi, tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan Nasional oleh karena itu harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dan kepentingan pembangunan nasional dengan memperhatikan kelestariannya.
Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumberdaya alam adalah kegiatanpertambangan bahan galian yang hingga saat ini merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara yang terbesar. Menurut Soemarno (2006) bahwa keberadaan pertambangan secara signifikan menjadi sektor yang sangat strategis dan sentral dalam kerangka pembangunan nasional.Namun demikian kegiatan pertambangan apabila tidak dilaksanakan secara tepat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan terutama gangguan keseimbangan permukaan tanah yang cukup besar.
Dampak lingkungan kegiatan pertambangan antara lain: penurunan produktivitas tanah, pemadatan tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya
gerakan tanah atau longsoran, terganggunya flora dan fauna, terganggunya keamanan dan kesehatan penduduk, serta perubahan iklim mikro. Dampak negatif kegiatan pertambangan terhadap lingkungan tersebut perludikendalikan untuk mencegah kerusakan di luar batas kewajaran.Salah satu upaya meminimalisir kerusakan tersebut adalah dengan melakukan reklamasi.
Prinsip kegiatan Reklamasi adalah Kegiatan Reklamasi harus dianggap sebagai kesatuan yang utuh dari kegiatan penambangan, Kegiatan Reklamasi harus dilakukan sedini mungkin dan tidak harus menunggu proses penambangan secara keseluruhan selesai dilakukan (Latifah, 2003).
Menurut Ahyar dkk (2010), bahwa kerusakan akibat pertambangan dapat terjadi selama kegiatan pertambangan maupun pasca pertambangan.Dampak lingkungan sangat terkait dengan teknologi dan teknik pertambangan yang digunakan. Sementara teknologi dan teknik pertambangan tergantung pada jenis mineral yang ditambang dan kedalaman bahan tambang, misalnya pada penambangan batubara yang dilakukan dengan sistem tambang terbuka (open pit) yakni sistem dumping (cara penambangan batubara dengan mengupas permukaan tanah). Dampak dari pertambangan batubara sistem terbuka ini adalah penurunan sifat sifat-sifat fisik dan kimia, perubahan tofografi lahan, hilangnya vegetasi alami, berkurangnya satwa liar, selain itu juga dampak dari adanya pertambangan menyebabkan terjadinya kerusakan ekosistem yang besar, padahal gangguan logam berat pada lahan-lahan dapat mengubah secara mendasar masyarakat tumbuhan, sifat fisik, kimia, serta biologi tanah. Sisa-sisa bekas galian tambang menjadi lahan yang sangat tidak subur, bahkan mengandung unsur logam (mercury) yang berbahaya bagi pertumbuhan tanaman (Subowo, 2010)    
Secara garis besar, ada beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan daya dukung alam, diantaranya adalah kerusakan dalam (internal) dan kerusakan luar (external).Kerusakan dalam adalah kerusakan yang disebabkan oleh alam itu sendiri. Kerusakan jenis ini sangat sulit untuk dicegah karena merupakan suatu proses alami yang sangat sulit untuk diduga, seperti letusan gunung berapi yang dapat merusak lingkungan, gempa bumi yang berakibat runtuhnya lapisan tanah yang dapat mengancam organisme hayati maupun non hayati dan lain sebagainya. Kerusakan yang bersifat dari dalam ini biasanya berlangsung sangat cepat dan pengaruh yang ditimbulkan dari adanya kerusakan ini adalah sangat lama.
Kerusakan luar (external) adalah kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas manusia dalam pengelolaan alam dalam usaha peningkatan kualitas hidup.Kerusakan luar ini pada umumnya disebabkan oleh aktivitas pabrik yang mengeluarkan limbah, ataupun membuka sumber daya alam tanpa memperhatikan lingkungan hidup serta tidak mempelajari segi efektivitasnya dan dampaknya terhadap lingkungan disekitarnya.Beberapa contoh penyebab kerusakan daya dukung alam yang berasal dari luar adalah pencemaran udara dari pabrik dankendaraan bermotor, pembuangan limbah pabrik yang belum diolah dulu menjadi pembuangan limbah yang bersahabat dengan alam.Karena kerusakan faktor luar ini disebabkan oleh ulah manusia, maka manusia hendaknya lebih bertanggungjawab terhadap adanya upaya untuk merusak lingkungan hidup.Hal ini tercermin dari akibat pengelolaan lingkungan hidup yang tidak benar dan akibat pencemaran lingkungan yang ada sampai sekarang ini.

2.2  Reklamasi Lahan Bekas Tambang Batubara
A.    Pengertian Reklamasi 
Reklamasi lahan pasca tambang di Negara-negara maju diatur dalam Undang-Undang.Pelaksanaannya dikontrol sangat ketat oleh warga negara /masyarakat dan pemerintah daerah.Sebagai contoh, yang dilakukan di Negara bagian Illinois USA. Pemerintah atas nama negara mengamankan sumberdaya lahan agar tidak rusak pada aktifitas eksploitasi tambang batubara terbuka.  Supervisi reklamasi lahan dilakukan oleh pemerintah daerah yang didukung dengan Undang-Undang tentang perlindungan sumberdaya lahan dengan perangkat aturan pelaksanaannya (Arnold.2001).
Demikian pula di Indonesia, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup diikuti tindakan berupa pelestarian sumber daya alam dalam rangka memajukan kesejahteraan umum seperti tercantum dalam UUD 1945.Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah dan diperbarui oleh Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah payung dibidang pengelolaan lingkungan hidup serta sebagai dasar penyesuaian terhadap perubahan atas peraturan yang telah ada sebelumnya, serta menjadikannya sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh didalam suatu sistem (Rensi, 2012).
Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.
Menurut Sitorus (2003)  alat strategis untuk memperbaiki kerusakan akibat penambangan sistem terbuka adalah dengan mengembalikan sisa hasil penambangan kedalam lubang-lubang tambang, dan menanam kembali vegetasi dengan memperhatikan sisa galian (tailing) yang mengandung bahan beracun. Pada lahan pasca tambang batubara, reklamasi lahan adalah usaha/upaya menciptakan agar permukaan tanah dapat stabil, dapat menopang sendiri secara keberlanjutan (self-sustaining) dan dapat digunakan untuk berproduksi, dimulai dari hubungan antara tanah dan vegetasi, sebagai titik awal membangun ekosistem baru. Reklamasi lahan pasca tambang batubara yang dikaitkan dengan revegetasi pada dasarnya adalah untuk mengatasi berlanjutnya kerusakan lahan dan menciptakan proses pembentukan unsur hara melalui pelapukan serasah daun yang jatuh. Aktifitas tersebut diharapkan dapat secara berkelanjutan dan dapat membentuk ekosistem baru.
Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya.Reklamasi lahan bekas tambang selain merupakan upaya untuk memperbaiki kondisi lingkungan pasca tambang, agar menghasilkan lingkungan ekosistem yang baik dan juga diupayakan menjadi lebih baik dibandingkan rona awalnya, dilakukan dengan mempertimbangkan potensi bahan galian yang masih tertinggal.
Prinsip lingkungan hidup yang wajib dipenuhi dalam melaksanakan reklamasi dan pasca tambang adalah:
·         Perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut, tanah dan udara.
·         Perlindungan Keanekaragaman hayati.
·         Penjaminan stabilitas dan keamanaan timbunan batuan penutup,  kolam tailing, lahan bekas tambang dan struktur buatan lainnya.
·         Pemanfaatan lahan bekas tambang.
·         Memperhatikan nilainilai sosial dan budaya setempat.
·         Perlindungan terhadap kuantitas air tanah
Kegiatan reklamasi merupakan akhir dari kegiatan pertambangan yang diharapkan dapat mengembalikan lahan kepada keadaan semula, bahkan jika memungkinkan dapat lebih baik dari kondisi sebelum penambangan.Kegiatan reklamasi meliputi pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya dan mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya untuk pemanfaatan selanjutnya.Sasaran akhir dari reklamasi adalah untuk memperbaiki lahan bekas tambang agar kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi sehingga dapat dimanfaatkan kembali.
Secara teknis usaha reklamasi lahan tambang terdiri dari recontouring/ regrading/resloping lubang bekas tambang dan pembuatan saluran-saluran drainase untuk memperoleh bentuk wilayah dengan kemiringan stabil, top soil spreading agar memenuhi syarat sebagai media pertumbuhan tanaman,  untuk memperbaiki tanah sebagai media tanam, revegetasi dengan tanaman cepat tumbuh, tanaman asli lokal dan tanaman kehutanan introduksi. Perlu juga direncanakan pengembangan tanaman pangan, tanaman perkebunan dan atau tanaman hutan industri, jika perencanaan penggunaan lahan memungkinkan untuk itu (Djati, 2011).
B.     Teknologi dan langkah-langkah reklamasi
Menurut Dariah dkk(2010), bahwa Reklamasi lahan perlu dilakukan diantaranya untuk meningkatkan daya dukung dan daya guna bagi produksi biomassa. Penentuan jenis pemanfaatan lahan antara lain perlu didasarkan atas status kepemilikan dan kondisi bio-fisik lahan, serta kebutuhan masyarakat atau Pemda setempat. Ke depan, persyaratan pengelolaan lahan tambang tidak cukup hanya dengan study kelayakan pembukaan usaha penambangan saja, namun perlu dilengkapi juga dengan perencanaan penutupannya (planning of closure), yang mencakup perlindungan lingkungan dan penanggulangan masalah sosial-ekonomi. Hal ini perlu dijadikan salah satu persyaratan dalam pemberian izin penambangan.  Reklamasi lahan bekas tambang memerlukan pendekatan dan teknologi yang berbeda tergantung atas sifat gangguan yang terjadi dan juga peruntukannya (penggunaan setelah proses reklamasi). Namun secara umum, garis besar tahapan reklamasi adalah sebagai berikut:
1.      Konservasi Top Soil
Lapisan tanah paling atas atau tanah pucuk, merupakan lapisan tanah yang perlu dikonservasi, karena paling memenuhi syarat untuk dijadikan media tumbuh tanaman.Hal ini mencerminkan bahwa proses reklamasi harus sudah mulai berjalan sejak proses penambangan dilakukan, karena konservasi tanah pucuk harus dilakukan pada awal penggalian.  Namun  banyak perusahaan tambang yang tidak mematuhi halini, akibatnya harus mengangkut tanah pucuk dari luar dengan biaya tinggi, dan menimbulkan permasalahan di lokasi tanah pucuk berada. Beberapa hal yang harus diperhatikan, adalah:
a.       Menghindari tercampurnya subsoil yang mengandung unsur atau senyawa beracun, seperti pirit, dengan tanah pucuk, dengan cara mengenali sifat-sifat lapisan tanah sebelum penggalian dilakukan.
b.      Menggali tanah pucuk sampai lapisan yang memenuhi persyaratan untuk tumbuh tanaman.
c.       Menempatkan galiantanah pucuk pada areal yang aman dari erosi dan penimbunan bahan galian lainnya.
d.      Menanam legum yang cepat tumbuh pada tumpukan tanah pucuk untuk mencegah erosi dan menjaga kesuburan tanah.
2.      Penataan Lahan
Penataan lahan dilakukan untuk memperbaiki kondisi bentang alam, antara lain dengan cara:
·         Menutup lubang galian (kolong) dengan menggunakan limbah tailing (overburden).  Lubang kolong yang sangat dalam dibiarkan terbuka, untuk penampung air.
·         Membuat saluran drainase untuk mengendalikan kelebihan air.
·         Menata lahan agar revegetasi lebih mudah dan erosi terkendali, diantaranya dilakukandengan cara meratakan permukaan tanah, jika tanah sangat bergelombang penataan lahan dilakukan bersamaan dengan penerapan suatu teknik konservasi, misalnya dengan pembuatan teras
·         Menempatkan tanah pucuk agar dapat digunakan secara lebih efisien. Karena umumnya jumlah tanah pucuk terbatas, maka tanah pucuk diletakan pada areal atau jalur tanaman. Tanah pucuk dapat pula diletakkan pada lubang tanam.

3.      Pengelolaan Sedimen dan Pengendalian Erosi
Pengelolaan sedimen dilakukan dengan membuat bangunan penangkap sedimen, seperti rorak, dan di dekat outlet dibuat bangunan penangkap yang relatif besar.Cara vegetative juga merupakan metode pencegahan erosi yang dapat diterapkan pada areal bekas tambang.Tala’ohu et al. (1995) menggunakan strip vetiver untuk pencegahan erosi pada areal bekas tambang batu bara. Vetiver merupakan pilihan yang terbukti tepat, karena selain efektif menahan erosi, tanaman ini juga relatif mudah tumbuh pada kondisi lahan buruk sehingga bertindak sebagai tanaman pioner.
4.      Penanaman Cover Crop
Penanaman cover crop (tanaman penutup) merupakan usaha untuk memulihkan kualitas tanah dan mengendalikan erosi.Oleh karena itu keberhasilan penanaman penutup tanah sangat menentukan keberhasilan reklamasi lahan pasca penambangan. Karakteristik cover crop yang dibutuhkan, sebagai berikut: mudah ditanam, cepat tumbuh dan rapat, bersimbiosis dengan bakteri atau fungi yang menguntungkan (rhizobium, frankia, azospirilum, dan mikoriza), menghasilkan biomassa yang melimpah dan mudah terdekomposisi, tidak berkompetisi dengan tanaman pokok dan tidak melilit. Kemampuan tanaman penutup untuk mendukung pemulihan kualitas tanah sangat tergantung pada tingkat kerusakan tanah.  Santoso dkk (2008) menyatakan bahwa sebaiknya cover crop ditanam pada tahun pertama dan kedua proses reklamasi.
5.      Penanaman Tanaman Pionir
Untuk mengurangi kerentanan terhadap serangan hama dan penyakit, serta untuk lebih banyak menarik binatang penyebar benih, khususnya burung, lebih baik jika digunakan lebih dari satu jenis tanaman pionir/multikultur (Ambodo, 2008). Beberapa jenis tanaman pionir adalah: sengon buto (Enterrolobium cylocarpum),Sengon (Paraserianthes falcataria), johar (Casia siamea), Cemara (Casuarina sp.), dan Eukaliptus pelita. Dalam waktu dua tahun kerapatan tajuk yang dibentuk tanaman-tanaman tersebut mampu mencapai 50-60% sehingga kondusif untuk melakukan restorasi jenis-jenis lokal, yang umumnya bersifat semitoleran.Tanaman pioner ditanam dengan sistem pot pada lubang berukuran lebar x panjang x dalamsekitar 60 x 60 x 60 cm, yang diisi dengan tanah pucuk dan pupuk organik. Di beberapa lokasi, tanaman pioneer ditanam langsung setelah penataan lahan, padahal tingkat keberhasilannya relatif rendah (Puslittanak, 1995). Pada areal bekas timah,meskipun sudah ditanam dengan sistem pot, tanaman tumbuh baik hanya pada awalpertumbuhan, selanjutnya pertumbuhannya lambat dan beberapa diantaranya mati, karena media tanam dalam pot sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan tanaman. Santoso dkk (2008) menyatakan bahwa penanaman tanaman pioner sebaiknya dilakukan pada tahun ke 3-5, setelah penanaman tanaman penutup tanah.
Menurut Latifah (2003) mengatakan bahwa Penambangan dapat mengubah lingkungan fisik, kimia dan biologi seperti: bentuk lahan dan kondisi tanah, kualitas dan aliran air, debu, getaran, pola vegetasi dan habitat fauna, dan sebagainya. Perubahan-perubahan ini harus dikelola untuk menghindari dampak lingkungan yang merugikan seperti erosi, sedimentasi, drainase yang buruk, masuknya gulma/hama/penyakit tanaman, pencemaran air permukaan/air tanah oleh bahan beracun dan lain-lain.
Untuk melakukan reklamasi lahan bekas tambang diperlukan perencanaanyang baik agar dalam pelaksanaannya dapat tercapai sasaran sesuai yang dikehendaki.Hal-hal yang harus diperhatikan didalam perencanaan reklamasi adalah sebagai berikut:
1.       Mempersiapkan rencana reklamasi sebelum pelaksanaan penambangan.
2.       Luas areal yang direklamasikan sama dengan luas areal penambangan.
3.       Memindahkan dan menempatkan tanah pucuk pada tempat tertentu dan mengatur sedemikian rupa untuk keperluan revegetasi.
4.       Mengembalikan/memperbaiki pola drainase alam yang rusak .
5.       Menghilangkan/memperkecil kandungan (kadar) bahan beracun sampai tingkat yang aman sebelum dapat dibuang ke suatu tempat pembuangan.
6.       Mengembalikan lahan seperti keadaan semula dan/atau sesuai dengan tujuan penggunaannya.
7.       Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi.
8.       Memindahkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dalam aktifitas penambangan.
9.       Permukaan yang padat harus digemburkan namun bila tidak memungkinkan agar ditanami dengan tanaman pionir yang akarnya mampu menembus tanah yang keras.
10.   Setelah penambangan maka pada lahan bekas tambang yang diperuntukkan bagi revegetasi, segera dilakukan penanaman kembali dengan jenis tanaman yang sesuai dengan rencana rehabilitasi dari Departemen Kehutanan dan RKL yang dibuat.
11.   Mencegah masuknya hama dan gulma yang berbahaya.
12.   Memantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
Setiap lokasi pertambangan mempunyai kondisi tertentu yang mempengaruhipelaksanaan reklamasi.Pelaksanaan reklamasi umumnya merupakan gabungan dari pekerjaan teknik sipil dan teknik revegetasi.  Pelaksanaan reklamasi meliputi kegiatan sebagai berikut:
1.      Persiapan lahan yang berupa pengamanan lahan bekas tambang, pengaturan bentuk lahan (“landscaping”), pengaturan/penempatan bahan tambang kadar rendah (“lowgrade”) yang belum dimanfaatkan.
2.      Pengendalian erosi dan sidementasi.
3.      Pengelolaan tanah pucuk (“top soil”).
4.      Revegetasi (penanaman kembali) dan/atau pemanfaatan lahan bekas tambang untuk tujuan lainnya.

2.3. Kendala Reklamasi Lahan Bekas Tambang Batu Bara
Lahan pasca tambang batubara terbuka pada umumnya mengalami perubahan karakteristik dari aslinya. Apabila tidak dikelola dengan baik akan menjadi lahan kritis.
Ditinjau dari faktor penyebabnya lahan pasca tambang batubara yang termasuk kategori lahan kritis secara fisik, kimia dan secara hidro-orologis, dapat diuraikan sebagai berikut: secara fisik, lahan telah mengalami kerusakan, ciri yang menonjol dan dapat dilihat di lapangan, adalah kedalaman efektip tanah sangat dangkal. Terdapat berbagai lapisan penghambat pertumbuhan tanaman seperti pasir, kerikil, lapisan sisa-sisa tailing dan pada kondisi yang parah dapat pula terlihat lapisan cadas.Bentuk permukaan tanah biasanya secara topografis sangat ekstrem, yaitu antara permukaan tanah yang berkontur dengan nilai rendah dan berkontur dengan nilai tinggi pada jarak pendek bedanya sangat menonjol.
Dengan kata lain terdapat perbedaan kemiringan tanah yang sangat mencolok pada jarak pendek. Secara kimia, lahan tidak dapat lagi memberikan dukungan positif terhadap penyediaan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman.Secara hidro-orologis, lahan pasca tambang tidak mampu lagi mempertahankan fungsinya sebagai pengatur tata air.Hal ini terjadi karena terganggunya kemampuan lahan untuk menahan, menyerap air dan menyimpan air, karena tidak ada vegetasi atau tanaman penutup lahan. (Sitorus,2003).
Aktifitas eksploitasi batubara yang dilakukan oleh penambang yang tidak resmi (illegal mining) tidak pernah melakukan rehabilitasi lahan. Permasalahan rehabilitasi lahan pasca penambangan, menurut Lubis (1997) adalah hal yang paling rumit, karena disamping menyangkut masalah biaya, waktu juga diperlukan keahlian khusus. Hal ini terkait dengan bagaimana melakukan reklamasi lahan sekaligus sebagai media tumbuh vegetasi agar tercipta kelestarian lingkungan alam tetap terjaga.
Menurut David (2013) Masalah reklamasi atau pengembalian fungsi awal lahan yang telah digunakan sektor pertambangan belum satu suara.  Kementerian Kehutanan meminta agar pengembalian fungsi lahan yang telah digunakan sektor pertambangan harus dihijaukan dengan cara menanam pepohonan. Namun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai upaya reklamasi bisa dialihkan dengan membuat danau pasca eksplorasi tambang.
Menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi Sumberdaya Mineral (ESDM), proses reklamasi yang diharapkan Kementrian Kehutanan selama ini mengharuskan lahan tambang perlu dihijaukan dengan ditumbuhi pepohonan setelah eksploitasi,  padahal  aspek tersebut bisa dialihkan dengan membuat aksi lain sehingga lahan bekas tambang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. 
Berdasarkan definisi Peraturan Menteri ESDM, reklamasi adalah kegiatan perusahaan yang bertujuan memperbaiki atau menata lahan yang terganggu agar dapat berfungsi dan berguna kembali sesuai peruntukannya.Secara umum kegiatan pertambangan seperti tambang batubara dapat memberikan keuntungan ekonomis namun juga dapat menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan ekosistem tanah.
Kegiatan pertambangan yang dilakukan dengan pertambangan terbuka, akan menimbulkan tumpukan bahan non-batubara. Tanah sisa galian pertambangan batubara terdiri dari sisa batubara (batubara muda) dan batuan-batuan seperti batu liat (clay stone), batu lanau (silt stone), batu pasir (sand stone) atau tufa vulkan (Tala’ohu [dkk], 1995).
Tanah galian batubara umumnya tersusun terbalik dari susunan awalnya.Tanah lapisan atas (top soil) berada di bawah tanah lapisan bawah (sub soil).Umumnya bahan-bahan ini ditumpuk diatas tanah-tanah yang produktif sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan menurunkan produktivitas tanah.Umumnya areal bekas timbunan batubara ini dalam beberapa tahun pertama sulit ditumbuhi vegetasi karena berbagai macam kendala.
Beberapa kendala fisik yang dihadapi dalam upaya reklamasi tanah bekas penambangan batubara yakni: tanah terlalu padat, struktur tanah tidak mantap, aerasi dan drainase tanah jelek, serta lambat meresapkan air. Selain itu kendala kimia seperti pH sangat masam, tingginya kadar garam, dan rendahnya tingkat kesuburan tanah merupakan pembatas utama dalam mereklamasi area tanah timbunan. Konsekuensinya diperlukan input yang relatif besar (seperti: pupuk buatan dan pupuk organik, berbagai senyawa senyawa kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit, sarana dan prasarana untuk menjamin ketersediaan air bagi tanaman) untuk memperbaiki kualitas atau menyehatkan ekosistem tanah agar dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Kegiatan pascapenambangan berupa kegiatan reklamasi yang terencana sejaksebelum penambangan dapat memiliki banyak kendala yaitu curah hujan tinggi yang mengakibatkan hambatan daerah penyiapan untuk reklamasi, potensi terjadinya erosi permukaan yang mempengaruhi kestabilan daerah timbunan, kondisi lapisan tanah yang masam dan tingkat hara yang rendah (umumnya di Kalimantan) dan keterbatasan material overburden NAF (Non Acid Forming). Penggunaan alat berat dalam kegiatan penambangan dapat mengakibatkan pemadatan tanah, sehingga menurunkan porositas, permeabilitas dan kapasitas penahan air tanah. masalah yang dijumpai dalam mereklamasi lahan bekas tambang adalah masalah fisik, kimia (berupa nutrisi maupun keracuanan hara) dan biologi. Kegiatan pertambangan mempengaruhi solum tanah dan terjadinya pemadatan tanah, mempengaruhi stabilitas tanah dan bentuk lahan.
Kegiatan pertambangan dan kegiatan reklamasi harus terencana dengan baik agar dalam pelaksanaanya tercapai sasaran yang diinginkan atau sesuai tata ruang yang telah direncanakan. Pada proses akhir penambangan batasan tanah secara alamiah sudah tidak jelas lagi karena dalam proses penimbunan kembali tidak dapat dibedakan hubungan genetis antara bahan induk, overburden dan top soil. Lahan bekas penambangan umumnya mengalami dampak penurunan kesuburan tanah, khususnya kandungan bahan organik tanah.

2.4. Alternatif Solusi yang Ditawarkan.
Simarmata (2005) menyebutkan salah satu strategi dan upaya yang ramah lingkungan untuk mengembalikan vitalitas (kualitas dan kesehatan) tanah adalah dengan sistem pertanian ekologis terpadu.Pengembangan pertanian ekologis ini didukung dengan kemajuan dalam bidang bioteknologi tanah yang ramah lingkungan, yaitu pemanfaatan pupuk hayati (biofertilizers).Pupuk hayati memberikan alternatif yang tepat untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas tanah dan mempertahankan kualitas tersebut sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan menaikkan hasil maupun kualitas dari berbagai tanaman secara signifikan.
Pupuk hayati yang sering digunakan dalam rehabilitasi lahan bekas pertambangan adalah mikoriza.Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualisme antara jamur dan akar tanaman tingkat tinggi.Dimana jamur mendapatkan keuntungan dari suplai karbon (C) dan zat-zat essensial dari tanaman inang dan tanaman inang mendapatkan berbagai nutrisi, air, dan proteksi biologis (Turjaman [dkk], 2005).
Penggunaan mikoriza telah terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman kehutanan (revegetasi) pada lahan bekas pertambangan maupun lahan kritis secara signifikan. Selain itu mikoriza juga memiliki peranan yang sangat penting untuk melindungi tanaman dari serangan patogen, dan kondisi tanah dan lingkungan yang kurang kondusif seperti: pH rendah, stress air, temperatur ekstrim, salinitas yang tinggi, dan tercemar logam berat (Setiadi, 2004).
Menurut Mursyidin (2009) menyimpulkan bahwa Upaya perbaikan lahan bekas tambang merupakan hal yang sangat mendesak dilakukan.Hal ini karena sistem perbaikan (reklamasi) lahan yang sudah ada masih dilaksanakan secara konvensional, yaitu dengan menanami areal bekas tambang tersebut dengan tumbuhan. Upaya perbaikan dengan cara ini dirasakan kurang efektif, hal ini karena tanaman secara umum kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan ekstrim, termasuk bekas lahan tambang. Teknologi alternatif perbaikan lahan bekas tambang menggunakan mikroorganisme terutama jamur (fungi) merupakan hal yang sangat menarik dan penting dilakukan. Hal ini karena jamur memiliki keistimewaan, selain adaptif terhadap berbagai kondisi tanah juga kemampuannya dalam menguraikan bahan organik dan membantu proses mineralisasi di dalam tanah.


BAB III
KESIMPULAN

Di Indonesia sektor pertambangan dapat dikatakan sebagai motor penggerak perekonomian nasional, karena kontribusi pertambangan untuk pembangunan regional cukup besar,  pertambangan merupakan opsi menarik untuk optimalisasi penggunaan lahan, menambah lapangan kerja, memenuhi kebutuhan dalam negeri dan penerimaan Negara,namun demikian dampak yang ditimbulkan akibat penambangan batubara akan menimbulkan ketidak seimbangan ekologi atau ekosistem, hal ini akan menyebabkan kerusakan lingkungan, krisis lingkungan, konflik sosial  dan lain sebagainya.  
Reklamasi sebagai usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan kemampuannya, sehingga reklamasi mutlak harus dilakukan mengingat saat ini banyak masalah atau musibah yang muncul sebagai akibat dari lahan pasca tambang yang dibiarkan begitu saja tanpa ada upaya untuk reklamasi, seperti bencana banjir, pencemaran lingkungan, sedimentasi  daerah aliran sungai, konflik sosial, hilangnya lahan-lahan produktif,  sulitnya pada daerah pertambangan mendapatkan air bersih dan lain sebagainya, hal ini apabila dibiarkan begitu saja, maka akan menjadi ancaman baru terhadap kehidupan diatas muka bumi ini.
Pada umumnya reklamasi yang dilakukan oleh para perusahaan pertambangan saat ini ditemukan beberapa kendala diantaranya, memerlukan biaya yang sangat besar dan teknologi modern, sehingga sanggup melakukan hal ini hanya perusahaan besar saja dan  luasan yang reklamasi hanya sebagian kecil saja, apakah sebanding antara lahan yang rusak dengan yang direklamasi, dan nampaknya kegiatan reklamasi dilakukan tidak serius, terkesan tanam buang karena terkendala oleh iklim.



DAFTAR PUSTAKA
G Subowo, 2011. Penambangan sistem terbuka ramah lingkungan dan upaya reklamasi pasca Tambang untuk memperbaiki kualitas sumberdaya lahan dan hayati tanah. Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 5 No. 2; 84-86
Pribadi Agung, 2012. Reklamasi lahan bekas tambang batu bara. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yokyakarta.
Makalah "Hak dan Kewajiban Serta Larangan".2011.Kelompok VII.Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Palangkaraya.
Neolaka Amos, 2008. Kesadaran Lingkungan. Asdi Mahasatya, Jakarta.
Supratno J S,  Tinjauan Reklamasi Lahan Bekas Tambang Dan Aspek Konservasi Bahan Galian. Kelompok Program Penelitian Konservasi – Pusat Sumber Daya Geolog          
Prasetyo Radyan. 2010. Reklamasi pada lahan tambang. (http://radyanprasetyo.blogspot.com/2010/10/reklamasi-pada-lahan-tambang.html). Diunduh pada hari senin 15 Oktober 2012.
Arif, I., 2007. Perencanaan Tambang Total Sebagai Upaya Penyelesaian Persoalan Lingkungan Dunia Pertambangan, Universitas Sam Ratulangi, Manado
Herlina, 2004. Melongok Aktivitas Pertambangan Batu Bara Di Tabalong, Reklamasi 100 Persen Mustahil. Banjarmasin Post, Banjarmasin
Inamdar, A., dan Makinuddin, N., 2002. Kelian Mine Closure Steering Committee, Independent Facilitator̢۪s Report
Pribadi, P., 2007. Peranan Asosiasi Dalam Peningkatan Kualitas Program CSR Perusahaan Tambang. Indonesian Mining Association. Balikpapan.
PT. Berau Coal, 2007. Pengembangan dan Penggunaan Biodisel di PT. Berau Coal Bebasis Tanaman Jarak, http://pub.bhaktiganesha.or.id/itb77/files/Biofuel%20papers
Karliansyah, M.R., 2001. Aspek Lingkungan Dalam AMDAL Bidang Pertambangan. Pusat Pengembangan dan Penerapan AMDAL. Jakarta
KPP Konservasi, 2006. Ensiklopedi Bahan Galian Indonesia, Seri Batugamping, Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Rahmawaty, 2002. Restorasi Lahan Bekas Tambang berdasarkan Kaidah Ekologi, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Ridwan, M., 2007. Tanaman Jarak di Bekas Tambang Batu Bara. Harian Umum Sore Sinar Harapan.Rohmana.A  Djunaedi, E.K., dan Pohan, M.P., 2007. Inventarisasi Bahan Galian Pada Bekas Tambang di Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau, Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar