Kamis, 16 Juni 2016

Sistem Informasi Geografis (SIG)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Dengan seiring berkembangnya zaman yang semakin maju, perkembangan teknologi pun seiring dengan perkembangan zaman tesebut. Perekembangan teknologi tersebut juga berpengaruh pada kemajuan teknologi dalam dunia IT (Information Technology) yang juga berkembang dengan pesat . Salah satunya adalah dengan munculnya Teknologi SIG (Sistem Informasi Geografis). Teknologi SIG (Sistem Informasi Geografis) telah berkembang pesat. Saat ini  telah dikenal istilah-istilah Desktop GIS, Web GIS, dan Database Spatial yang merupakan  wujud perkembangan teknologi Sistem Informasi Geografis, untuk mengakomodir kebutuhan  solusi atas berbagai permasalahan yang hanya dapat dijawab dengan tekhnologi SIG ini.  Konsep dasar SIG sistem yang dirancang untuk bekerja dengan data yang tereferensi secara spasial atau koordinat-koordinat geografi. SIG memiliki kemampuan untuk melakukan pengolahan data dan melakukan operasi-operasi tertentu dengan menampilkan dan menganalisa data. Applikasi SIG saat ini tumbuh tidak hanya secara jumlah applikasi namun juga bertambah dari jenis keragaman applikasinya. Pengembangan applikasi SIG kedepannya mengarah kepada applikasi berbasis Web yang dikenal dengan SIG.
            35000 tahun yang lalu, di dinding gua Lascaux, Perancis, para pemburu Cro-Magnon menggambar hewan mangsa mereka, juga garis yang dipercaya sebagai rute migrasi hewan-hewan tersebut. Catatan awal ini sejalan dengan dua elemen struktur pada sistem informasi gegrafis modern sekarang ini, arsip grafis yang terhubung ke database atribut. Pada tahun 1700-an teknik survey modern untuk pemetaan topografis diterapkan, termasuk juga versi awal pemetaan tematis, misalnya untuk keilmuan atau data sensus. Awal abad ke-20 memperlihatkan pengembangan “litografi foto” dimana peta dipisahkan menjadi beberapa lapisan (layer). Perkembangan perangkat keras komputer yang dipacu oleh penelitian senjata nuklir membawa aplikasi pemetaan menjadi multifungsi pada awal tahun 1960. Tahun 1967 merupakan awal pengembangan SIG yang bisa diterapkan di Ottawa, Ontario oleh Departemen Energi, Pertambangan dan Sumber Daya. Dikembangkan oleh Roger Tomlinson, yang kemudian disebut CGIS (Canadian GIS – SIG Kanada), digunakan untuk menyimpan, menganalisis dan mengolah data yang dikumpulkan untuk Inventarisasi Tanah Kanada (CLI – Canadian land Inventory) – sebuah inisiatif untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah pedesaan Kanada dengan memetakaan berbagai informasi pada tanah, pertanian, pariwisata, alam bebas, unggas dan penggunaan tanah pada skala 1:250000. Faktor pemeringkatan klasifikasi juga diterapkan untuk keperluan analisis.

            CGIS merupakan sistem pertama di dunia dan hasil dari perbaikan aplikasi pemetaan yang memiliki kemampuan timpang susun (overlay), penghitungan, pendijitalan/pemindaian (digitizing/scanning), mendukung sistem koordinat national yang membentang di atas benua Amerika , memasukkan garis sebagai arc yang memiliki topologi dan menyimpan atribut dan informasi lokasional pada berkas terpisah. Pengembangya, seorang geografer bernama Roger Tomlinson kemudian disebut “Bapak SIG”. CGIS bertahan sampai tahun 1970-an dan memakan waktu lama untuk penyempurnaan setelah pengembangan awal, dan tidak bisa bersaing denga aplikasi pemetaan komersil yang dikeluarkan beberapa vendor seperti Intergraph. Perkembangan perangkat keras mikro komputer memacu vendor lain seperti ESRI, CARIS, MapInfo dan berhasil membuat banyak fitur SIG, menggabung pendekatan generasi pertama pada pemisahan informasi spasial dan atributnya, dengan pendekatan generasi kedua pada organisasi data atribut menjadi struktur database. Perkembangan industri pada tahun 1980-an dan 1990-an memacu lagi pertumbuhan SIG pada workstation UNIX dan komputer pribadi.
            Pada akhir abad ke-20, pertumbuhan yang cepat di berbagai sistem dikonsolidasikan dan distandarisasikan menjadi platform lebih sedikit, dan para pengguna mulai mengekspor menampilkan data SIG lewat internet, yang membutuhkan standar pada format data dan transfer. Indonesia sudah mengadopsi sistem ini sejak Pelita ke-2 ketika LIPI mengundang UNESCO dalam menyusun “Kebijakan dan Program Pembangunan Lima Tahun Tahap Kedua (1974-1979)” dalam pembangunan ilmu pengetahuan, teknologi dan riset.
1.2     Tujuan
            Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
·         Mengetahui apa yang dimaksud dengan SIG
·         Mengetahui Tujuan dan Manfaat SIG
·         Mengetahui Keuntungan Menggunakan SIG
·         Mengetahui Website yang Menampilkan SIG
·         Mengetahui Contoh Pemanfaatan SIG
1.3     Manfaat
            Manfaat yang dirahapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
·         Menambah referensi,
·         Dapat mengetahui pengertian SIG, tujuan dan manfaat SIG, software
·         untuk  pengembangan SIG (keuntungan menggunakan SIG, Penerapan SIG, contoh pemanfaatan SIG)
·         Dapat memahami dan mengetahui mengenai Sistem Informasi Geografi (SIG) sehingga dapat dimanfaatkan dalam bidang perikanan.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian SIG
            Pengertian SIG (Sistem Informasi Geografis) Salah satu model informasi yang berhubungan dengan data spasial (keruangan) mengenai daerah-daerah di permukaan Bumi adalah Sistem Informasi Geografi (SIG). Pengertian SIG adalah suatu sistem yang menekankan pada informasi mengenai daerah-daerah berserta keterangan (atribut) yang terdapat pada daerah-daerah di permukaan Bumi. Sistem Infomasi Geografis merupakan bagian dari ilmu Geografi Teknik (Technical Geography) berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi data-data keruangan (spasial) untuk kebutuhan atau kepentingan tertentu.
            Seiring dengan kemajuan dan perkembangan komputer, SIG dewasa ini telah mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat sehingga merupakan suatu keharusan dalam perencanaan, analisis, dan pengambilan keputusan atau kebijakan. Kemajuan dan perkembangan SIG ini didorong oleh kemajuan dan perkembangan komputer, serta teknologi penginderaan jauh melalui pesawat udara dan satelit yang telah dimiliki oleh hampir sebagian besar negara maju di dunia.

2.2 Konsep SIG
            Istilah Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan gabungan tiga unsur pokok, yaitu sistem, informasi, dan geografis. Dapat diketahui bahwa SIG merupakan suatu sistem yang menekankan pada unsur informasi geografis. Informasi geografis tersebut mengandung pengertian informasi tentang tempat tempat yang berada di permukaan bumi, pengetahuan tentang letak suatu objek di permukaan bumi, dan informasi tentang keterangan-keterangan (atribut) yang terdapat di permukaan bumi yang posisinya telah diketahui.
            Tumpang susun beberapa peta merupakan tugas terpenting SIG untuk menghasilkan informasi yang sesuai dengan tujuan. Misalnya, untuk memilih jalur jalan dapat dilakukan tumpang susun peta yang terdiri atas peta jenis tanah, peta topografi, peta laju infiltrasi, dan peta tata guna lahan. Tumpang susun beberapa peta tersebut merupakan SIG secara manual. SIG secara manual mempunyai banyak keterbatasan, antara lain sebagai berikut :
·           Memerlukan banyak tenaga dan prosesnya sangat lambat. Hal itu disebabkan dalam proses tumpang susun peta harus dilakukan penyamaan proyeksi dan skala peta. Di samping itu, tumpang susun peta hanya dapat dilakukan atas tiga atau empat lapis, masih ditambah satu peta dasar untuk mencapai akurasi spasial dalam tumpang susun itu.
·           Sulit untuk melakukan penghitungan statistik karena pengukuran luas harus dilakukan secara manual.
·           Tidak sesuai untuk menciptakan kombinasi baru yang rumit dari lapis sebelumnya karena SIG secara manual tidak dilengkapi dengan proses numerik untuk kombinasi lapis.
·           Diperlukan ruang lebih banyak untuk tempat penyimpanan data. Di dalam upaya menangani informasi-informasi spasial atau yang bereferensi geografi, sejak 1970an telah dikembangkan suatu SIG otomatis. SIG tersebut antara lain digunakan untuk menangani pengorganisasian data dan informasi, menempatkan informasi pada lokasi tertentu, melakukan komputerisasi, serta memberikan ilustrasi hubungan antara satu objek dan objek lainnya. Oleh karena itu, SIG merupakan suatu teknologi informasi yang dapat digunakan untuk membantu pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan bidang-bidang spasial, khususnya untuk membuat suatu model data spasial. Hal itu karena SIG mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam menggambarkan data-data spasial dan data-data atributnya. Melalui penggunaan SIG, modifikasi warna, bentuk, dan ukuran simbol yang diperlukan untuk menggambarkan suatu gejala di permukaan bumi dapat dilakukan secara mudah. Sehubungan dengan itu, SIG dapat digunakan sebagai alat bantu yang sangat menarik dalam meningkatkan pengertian, pemahaman, pembelajaran, dan pendidikan mengenai ide-ide atau konsep-konsep lokasi, ruang, kependudukan, dan. unsur-unsur geografis yang terdapat di permukaan bumi beserta data-data atribut yang menyertainya.

Dikembangkannya SIG menggunakan perangkat komputer mengakibatkan keterbatasan SIG manual dapat diatasi. Kemampuan SIG menggunakan perangkat komputer antara lain sebagai berikut :
1.         Penggabungan dua berkas data spasial atau lebih, baik daerah yang berbeda dengan atribut sama maupun daerah dan atribut yang sama sehingga dimungkinkan konversi proteksi, ukuran pixel, kode, dan simbol.
2.         Pencuplikan sebagian berkas data spasial, baik dengan cara dibatasi segi empat maupun menutup bagian yang tidak dikehendaki atau batas tak teratur.
3.         Mampu melakukan penyuntingan berkas data atribut antara lain meliputi berikut ini:
a.    Pengolahan berkas basis data
b.    Menayangkan informasi yang dihasilkan sesuai permintaan pengguna.
c.    Memungkinkan analisis statistik.
d.    Memungkinkan penggunaan basis data SIG.
e.    Menyajikan hubungan antarbasis data.
4.        Tidak memerlukan banyak tuang untuk penyimpanan data dan pengambilan kembali data dapat dilakttkan secara cepat dan akurat. Ribuan peta topografi dapat disimpan secara digital pada satu komputer.
5.         Mampu mengolah sejumlah besar data secara cepat. Seiring dengan perkembangan komputer, perkembangan SIG juga mengalami peningkatan yang sangat pesat. Peningkatan itu terutama terdorong oleh perkembangan pengindraan jauh, komputer, dan global positioning system (GPS). Perkembangan SIG sangat menarik bagi berbagai pihak untuk keperluan yang sangat beragam. Oleh karena itu, penggunaan SIG mengalami peningkatan yang sangat pesat sejak 1980-an. Peningkatan penggunaan SIG terjadi terutama di negara-negara maju, baik di kalangan militer, pemerintahan, akademis, maupun untuk kepentingan bisnis.
            Kita ketahui bahwa salah satu fungsi peta adalah untuk menyimpan data geografis. Pada mulanya data-data geografis tersebut disajikan dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Oleh karena itu, peta dapat dianggap sebagai media yang efektif untuk menyimpan dan menginformasikan data geografis.Namun, seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi, data-data informasi geografis dapat disimi dan disampaikan dengan menggunakan perangkat komputer. Data-data dalam komputer itu dikenal dengan istilah data digital.

2.3 KOMPONEN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
1.   Perangkat Keras (Hardware)
            Perangkat keras SIG adalah perangkat-perangkat fisik yang merupakan bagian dari sistem komputer yang mendukung analisis goegrafi dan pemetaan. Perangkat keras SIG mempunyai kemampuan untuk menyajikan citra dengan resolusi dan kecepatan yang tinggi serta mendukung operasioperasi basis data dengan volume data yang besar secara cepat. Perangkat keras SIG terdiri dari beberapa bagian untuk menginput data, mengolah data, dan mencetak hasil proses. Berikut ini pembagian berdasarkan proses :
·         Input data       : mouse, digitizer, scanner
·         Olah data        : harddisk, processor, RAM, VGA Card
·         Output data     : plotter, printer, screening.

2.   Perangkat Lunak (Software)
            Perangkat lunak digunakan untuk melakukan proses menyimpan, menganalisa, memvisualkan data-data baik data spasial maupun non-spasial. Perangkat lunak yang harus terdapat dalam komponen software SIG adalah:
·         Alat untuk memasukkan dan memanipulasi data SIG
·         Data Base Management System (DBMS)
·         Alat untuk menganalisa data-data
·         Alat untuk menampilkan data dan hasil analisa

3.   Data
            Pada prinsipnya terdapat dua jenis data untuk mendukung SIG yaitu :
·         Data Spasial dan Data Non Spasial (Atribut)

4.   Manusia
            Manusia merupakan inti elemen dari SIG karena manusia adalah perencana dan pengguna dari SIG. Pengguna SIG mempunyai tingkatan seperti pada sistem informasi lainnya, dari tingkat spesialis teknis yang mendesain dan mengelola sistem sampai pada pengguna yang menggunakan SIG untuk membantu pekerjaannya sehari-hari.

5.   Metode
            Metode yang digunakan dalam SIG akan berbeda untuk setiap permasalahan. SIG yang baik tergantung pada aspek desain dan kenyataannya.


2.4 PENERAPAN DAN APLIKASI SIG
            Sistem Informasi Geografis dapat dimanfaatkan untuk mempermudah dalam mendapatkan data-data yang telah diolah  dan Tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau obyek. Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data spasial dan data atribut  dalam  bentuk  dijital. Sistem  ini  merelasikan  data  spasial (lokasi  geografis) dengan  data  non  spasial,  sehingga  para penggunanya dapat membuat peta dan menganalisa informasinya dengan berbagai cara. SIG merupakan alat yang handal untuk menangani data  spasial,  dimana dalam SIG  data  dipelihara dalam bentuk digital sehingga data ini lebih padat dibanding dalam bentuk peta  cetak,  table,  atau  dalam  bentuk  konvensional  lainya  yang akhirnya akan mempercepat pekerjaan dan meringankan biaya yang diperlukan.
            Ada beberapa alasan yang mendasari mengapa perlu menggunakan SIG, menurut  Anon (2003, dalam As Syakur 2007) alasan yang mendasarinya adalah:
a)      SIG menggunakan data spasial maupun atribut secara terintergarsi.
b)      SIG dapat memisahkan antara bentuk presentasi dan basis data.
c)      SIG memiliki kemampuan menguraikan unsure-unsur yang ada   dipermukaan bumi ke dalam beberapa layer atau coverage data spasial.
d)     SIG  memiliki  kemampuan  yang  sangat  baik  dalam menggambarkan  data spasial berikut atributnya.
e)      Semua operasi SIG dapat dilakukan secara interaktif.
f)       SIG dengan mudah menghasilkan peta -peta tematik.
g)      SIG  sangat  membantu  pekerjaan  yang  erat  kaitanya  dengan bidang spasial dan geoinformatika.
            Posisi GIS dengan segala kelebihannya, semakin lama semakin berkembang bertambah dan  bervarian. Pemanfaatan GIS semakin  meluas  meliputi pelbagai  disiplin  ilmu,  seperti  ilmu kesehatan, ilmu ekonomi, ilmu lingkungan, ilmu pertanian, militer dan lain sebagainya.


2.5 SALAH SATU CONTOH PENG APLIKASIAN SIG
Ø  Aplikasi sistem informasi geografis (sig) untuk zonasi jalur penangkapan ikan di perairan kalimantan barat.
            Kegiatan penangkapan ikan pada periode akhir-akhir ini semakin berkembang seiring dengan perkembangan teknologi penangkapan. Situasi ini terlihat dengan semakin berkurangnya jumlah alat tangkap tradisional seperti jenis alat tangkap perangkap dan jaring angkat serta diikuti dengan meningkatnya penggunaan alat tangkap yang lebih efektif dan efisien. Hal tersebut mengakibatkan pemanfaatan sumberdaya ikan di laut semakin intensif dan daya jangkauan operasi penangkapan ikan oleh para nelayan semakin luas dan jauh dari daerah asal nelayan tersebut. Menurut Monitja dan Yusfiandayani (2007), sumberdaya ikan dikenal sebagai sumberdaya milik bersama (common property) yang rawan terhadap tangkap lebih (over fishing) dan pemanfaatannya dapat merupakan sumber konflik (di daerah penangkapan ikan maupun dalarn pemasaran hasil tangkapan). Konflik sering terjadi karena tidak jelasnya wilayah pemanfaatan yaitu dapat melibatkan nelayan dalam satu daerah yang sama atau pun
            Antara daerah yang satu dengan dengan daerah lainnya. Konflik nelayan juga terjadi antara nelayan setempat dengan nelayan andon yang umumnya disebabkan perbedaan alat tangkap yang dipergunakan dan pelanggaran daerah penangkapan. Salah satu upaya yang telah ditempuh pemerintah dalam menghindari terjadinya konflik pemanfaatan adalah dengan mengendalikan perkembangan kegiatan penangkapan ikan melalui penerapan zonasi Jalur Penangkapan Ikan di laut, berdasarkan Kepmentan No. 392 tahun 1999 yang isinya antara lain mengatur pembagian daerah penangkapan ikan dan penentuan jenis, ukuran kapal, dan alat penangkapan ikan yang dilarang dan diperbolehkan penggunaannya. Zonasi merupakan suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir (Supriharyono, 2000).
            Wilayah yang menjadi objek studi ini adalah Perairan Kalimantan Barat yang merupakan salah satu fishing ground yang sangat berpotensi, terletak di Selat Karimata hingga Laut Cina Selatan dan berbatasan langsung dengan perairan Malaysia. Tujuan dari studi ini adalah untuk menggambarkan peta zona jalur penangkapan ikan di wilayah perairan Kalimantan Barat.
A.      Data dan Pendekatan
            Bahan yang digunakan dalam studi ini meliputi: 1) data spasial berupa Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:25.000, peta Lingkungan Laut Nasional (LLN) yang didapatkan dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), peta batimetri skala 1:50.000 dan data Pasang Surut yang diperolehkan dari Dinas Hidro-Oseanografi Angkatan Laut (Dishidros-AL). 2) Peraturan perundang-undangan berupa Kepmentan No. 392 Tahun 1999, Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya Pasal 18 yang mengatur wilayah kewenangan daerah kabupaten (sejauh 0-4 mil laut) dan kewenangan daerah propinsi (sejauh 4-12 mil laut).
            Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan No. 17 Tahun 2006 tentang usaha perikanan tangkap. Untuk pengolahan data digunakan perangkat keras yaitu: personal computer (PC), printer warna and scanner, sedangkan perangkat lunak berupa software ArcGIS 9.x, Ms. Excel, and Ms. Word. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah pendekatan SIG dengan teknik analisis spasial yaitu teknik yang dipergunakan dalam menganalisa kajian keruangan/spasial. Overlay atau tumpang susun peta atau superimposed peta digunakan untuk menentukan kendala, daerah limitasi dan kemungkinan pengembangan dalam penyusunan peta jalur penangkapan di perairan Kalimantan Barat. Buffering dan query berguna untuk menampilkan, mengubah, dan menganalisis data. Spasial query merupakan peran yang penting sesuai dengan tujuan atau kebutuhan para penggunanya.

B.       Hasil dan Diskusi
            Dalam Kepmentan No. 392 Tahun 1999 menjelaskan bahwa wilayah perairan administrasi daerah Propinsi dibagi menjadi 3 (tiga) jalur penangkapan ikan yaitu jalur Ia (0-3 mil laut), jalur Ib (3-6 mil laut), jalur II (6-12 mil laut) dan jalur III (12 mil laut-ZEEI). Implementasi kebijakan tersebut dalam format
spasial yang divisualisasikan dalam bentuk peta jalur (Gambar 1) mempunyai beberapa ketimpangan, antara lain yaitu: penentuan batas pulau-pulau terluar yang masih rancu yaitu masih terdapatnya karang-karang kering yang berpotensi menjadi batas wilayah serta penentuan jarak minimum antar titik tersebut. Selain itu juga, implementasi di lapangan dirasakan kurang bahkan cenderung tidak efektif, salah satu kelemahan yaitu belum tervisualisasikan atau terpetakan secara baik dalam suatu sajian peta jalur penangkapan ikan yang informatif. Peta implemetasi Kepmentan No. 392 Tahun 1999 yang dihasilkan berisi jalur-jalur penangkapan ikan wilayah perairan Kalimantan Barat disertai dengan titik pangkal (TP) kewenangan propinsi. Berdasarkan peta LLN teridentifikasi 14 TP (Tabel 1) yang membatasi kewenangan wilayah perairan Kalimantan Barat.

       Dasar penarikan jalur penangkapan ikan tersebut yaitu penentuan garis pangkal kewenangan propinsi yang ditarik dari TP yang telah teridentifikasi sebelumnya yang didasarkan pada peta lingkungan laut nasional (LLN) Bakosurtanal produksi Tahun 2005.
Gambar 1. Jalur Penangkapan Ikan Berdasarkan Kepmentan No. 392 Tahun 1999.


      Merujuk dari hasil yang yang digambarkan pada Gambar 1, kemudian dicoba mengelaborasi sejauh mana visualisasi khususnya secara spasial dari Kepmentan No.
392 Tahun 1999. Untuk itu dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan referensi hokum dalam penentuan batas wilayah kewenangan daerah yang telah lebih dahulu diterapkan secara nasional seperti Peraturan-Perundangan No. 38 Tahun 2002 Pasal 10 tentang Penentuan Garis Pangkal Kepulauan Indonesia dan Permendagri No. 1 Tahun 2006 Pasal 10 tentang Pedoman Penegasan Batas Laut (Gambar 2).




Gambar 2. Peta Modifikasi Jalur Penangkapan Ikan Berdasarkan Kepmentan No. 392 Tahun 1999.
            Salah satu produk hukum setelah bergulirnya otonomi daerah mulai dari tingkat administrasi propinsi yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya Pasal 18 yang mengatur wilayah kewenangan daerah kabupaten (sejauh 0-4 mil laut) dan kewenangan daerah propinsi (sejauh 4-12 mil laut). Hal ini didukung pula dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Pasal 12,18,19 tentang Usaha Perikanan Tangkap.

Peta implemetasi Kepmentan UU Nomor 32 Tahun 2004 yang dihasilkan (Gambar 3) berisi jalur-jalur penangkapan ikan wilayah perairan Kalimantan Barat berdasarkan kewenangan daerah otonom. Jika dicermati secara seksama terdapat perbedaan mendasar merujuk pada Kepmentan No. 392 Tahun 1999, khususnya pembagian jalur kewenangan kabupaten. Tahapan identifikasi daerah rawan konflik merupakan tahapan penting dalam pembuatan alternatif jalur penangkapan ikan, mengingat tipe perairan Kalimantan Barat dominan dangkal dimana sampai dengan jarak 12 mil laut dari garis pangkal propinsi, kedalaman masih berkisar 50 meter.

Gambar 3. Peta Kewenangan Pengelolaan Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 dan Permentan KP No. 17 Tahun 2006.
Berdasarkan hasil pemetaan (Gambar 4), teridentifikasi beberapa lokasi rawan konflik yaitu diantaranya perairan pedalaman yang belum dibahas dan tergambarkan dalam Kepmentan No. 392 Tahun 1999, daerah perbatasan antar negara yaitu bagian utara propinsi Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Malaysia, daerah ekosistem terumbu karang dengan kedalaman kurang dari 20 meter yang masuk dalam jalur I penangkapan ikan (Ia dan Ib) yaitu di sekitar gugus pulau Karimata dan Jangkat Linge (bagian selatan Propinsi Kalimantan Barat) dan daerah perbatasan langsung antar propinsi yaitu perbatasan dengan propinsi Kalimantan Tengah (Tanjung Nipa). Selain itu juga, kenyataan di lapangan terjadi overlapping dimana nelayan-nelayan skala besar dengan alat dan mesin yang seharusnya beroperasi di jalur II juga masuk dan beroperasi di Jalur Ia dan jalur Ib yang sangat merugikan nelayan kecil. Setelah mempelajari secara seksama, zonasi yang dihasilkan mulai dari implementasi penggambaran spasial Kepmentan No. 392 Tahun 1999 tentang jalurjalur penangkapan ikan, visualisasi spasial spasial UU No. 32 Tahun 2004 didukung dengan Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan No. 17 Tahun 2006 tentang usaha   perikanan tangkap dan identifikasi daerahdaerah rawan konflik perairan Kalimantan Barat, baik kelebihan dan kekurangan dari masing masing peraturan yang ada dihasilkan peta alternatif jalur penangkapan ikan wilayah perairan Kalimantan Barat (Gambar 5).

Gambar 4. Peta Rawan Konflik Wilayah Perairan Kalimantan Barat.
            Peta alternatif ini telah mempertimbangkan parameter jarak dan kedalaman (isobath) disertai dengan beberapa asumsi dan pembatasan. Adapun asumsi-asumsi yang digunakan antara lain yaitu :
·         Jalur I dengan jarak maksimal 4 mil laut diukur dari garis pangkal kewenangan propinsi.
·         Jalur II dengan jarak maksimal 12 mil laut diukur dari batas jalur I (4 mil laut).
·         Jika dalam jalur I terdapat daerah dengan kedalaman kurang dari atau sama dengan 20 meter dan daerah tersebut berada di jalur II, maka daerah tersebut masuk dalam jalur I.

·         Jika dalam jalur II terdapat daerah dengan kedalaman 20 meter dan atau sampai di
·         luar jalur 20 meter ke arah luar, maka akan menjadi daerah atau zona konservasi dengan tanda bendera warna merah di lapangan.
·         Jalur III diukur dari batas terluar jalur II sampai ZEEI dan tidak melampaui jalur II batasan kewenangan Propinsi lain.
·         Daerah di dalam garis pangkal kewenangan propinsi disebut sebagai perairan pedalaman dan masuk dalam kategori jalur I.


 Gambar 5. Peta Alternatif Jalur Penangkapan Ikan


BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari studi ini adalah :
1.      Dengan aplikasi SIG maka tergambarkan bahwa Kepmentan No. 392 Tahun 1999 mempunyai beberapa ketimpangan, antara lain yaitu: Penentuan batas pulau pulau terluar yang masih rancu yaitu masih terdapatnya karang-karang kering yang berpotensi menjadi batas wilayah serta penentuan jarak minimum antar titik tersebut, teridentifikasi lokasi rawan konflik seperti wilayah perairan pedalaman yang belum dibahas dan tergambarkan dalam Kepmentan 392 Tahun 1999, daerah ekosistem terumbu karang dengan kedalaman kurang dari 20 meter yang masuk dalam jalur I penangkapan ikan.
2.      Dihasilkan peta alternatif jalur-jalur penangkapan ikan wilayah perairan Kalimantan dengan mempertimbangkan parameter jarak dan kedalaman (isobath) disertai dengan beberapa asumsi dan pembatasan.


DAFTAR PUSTAKA

http://wahyusae.blogspot.com/2014/01/makalah-sistem-informasi-geografis.html

1 komentar:

  1. artikel tentang SIG dalam dunia pertanian ini untuk pribadi saya dapat dipahami dengan jelas dan menambah pemahaman saya tentang SIG bukan hanya untuk bidang infrastruktur. Terima kasih.
    www.gunadarma.ac.id

    BalasHapus